Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Sistem Bagi Hasil Pendapatan Dalam Pandangan Ekonomi Syariah Rayhan Nur Fairuz; Arif Rembang Supu; Muktar
Jurnal Kajian Islam dan Sosial Keagamaan Vol. 3 No. 1 (2025): Juli - September
Publisher : CV. ITTC INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aims to examine the business partnership practice through a mudharabah contract between a capital owner and a business manager at ACC Rahmat Store, with a focus on unilateral contract changes from the perspective of Islamic economics. Using a qualitative case study approach, data were collected through observation, interviews, and documentation. The results indicate that the unilateral shift in operational financing responsibilities by the capital owner, without mutual consultation or contract renewal, violates the principles of fairness, trust, and consent embedded in mudharabah contracts. This practice contradicts DSN-MUI fatwas and fundamental Islamic jurisprudence. The findings highlight the need for a thorough understanding of sharia-based contract structure and the necessity of tajdid al-‘aqd (contract renewal) in any substantial contractual changes.
Kewenangan Konstitusional Presiden Dalam Pembubaran DPR: Studi Perbandingan Sistem Presidensial Dan Parlementer: The President's Constitutional Authority to Dissolve the DPR: A Comparative Study of Presidential and Parliamentary Systems Deny, Muslimah, Nining Suningrat, Muktar, Edy Sony; Muslimah; Nining Suningrat; Muktar; Edy Sony
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 9: September 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i9.8672

Abstract

Tulisan ini bertujuan mengkaji kewenangan konstitusional presiden dalam membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan melakukan studi perbandingan antara sistem presidensial dan sistem parlementer. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, UUD NRI 1945 secara tegas melarang presiden membubarkan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 7C, sehingga kedudukan antara lembaga eksekutif dan legislatif bersifat sejajar. Hal ini berbeda dengan praktik di negara-negara yang menganut sistem parlementer, seperti Inggris dan Jepang, yang memungkinkan pembubaran parlemen sebagai mekanisme konstitusional untuk mengatasi kebuntuan politik dan memperbarui mandat rakyat melalui pemilu dini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan perbandingan konstitusi (comparative constitutional study) dan analisis doktrin ketatanegaraan. Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam sistem presidensial, pembubaran parlemen oleh presiden dipandang sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip pemisahan kekuasaan dan check and balances, sedangkan dalam sistem parlementer, kewenangan tersebut justru menjadi bagian penting untuk menjaga stabilitas pemerintahan. Studi ini menegaskan pentingnya memperkuat mekanisme penyelesaian sengketa eksekutif-legislatif tanpa memberikan kewenangan pembubaran DPR kepada presiden, agar keseimbangan kekuasaan tetap terjaga dan stabilitas politik tetap terpelihara.