Stunting merupakan masalah gizi kronis yang masih menjadi salah satu target dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), prevalensi stunting mencapai 32,7%, menempatkannya pada peringkat keempat berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia. Faktor risiko stunting terbagi menjadi dua kategori utama yaitu faktor internal, meliputi tingkat pendidikan ibu, kelainan endokrin, tinggi badan orang tua, berat badan lahir, dan jenis kelamin anak. Faktor eksternal, mencakup jarak kelahiran, riwayat imunisasi, pemberian ASI eksklusif, pendapatan orang tua, dan pola pemberian makan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu, pendapatan orang tua, tinggi badan orang tua, dan pola pemberian makan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tanak Beak, Lombok Tengah. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan 101 responden, yang dipilih menggunakan teknik simple random sampling. Uji statistik yang digunakan dalam analisis data adalah chi-square. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting (p-value = 0,001). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan orang tua dengan kejadian stunting (p-value = 0,267). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi badan ayah dengan kejadian stunting (p-value = 0,584). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tinggi badan ibu dengan kejadian stunting (p-value = 0,075). Terdapat hubungan yang signifikan antara pola pemberian makan dengan kejadian stunting (p-value = 0,001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu dan pola pemberian makan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting. Namun, pendapatan orang tua, tinggi badan ayah, dan tinggi badan ibu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tanak Beak.