Articles
PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KSU.TUMBUH KEMBANG, PEMOGAN, DENPASAR SELATAN
Gde Dianta Yudi Pratama;
I Ketut Westra;
Ni Putu Purwanti
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 5 No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (30.588 KB)
Kredit macet sering terjadi dalam suatu perjanjian kredit, dimana merupakan suatu keadaan wanprestasi pihak debitur untuk membayar suatu kewajiban yang telah disepakati bersama oleh pihak kreditur sehingga kerugian pada pihak kreditur seperti yang terjadi pada KSU. Tumbuh Kembang, Pemogan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya kredit macet serta upaya penyelesaian kredit macet yang terjadi pada KSU. Tumbuh Kembang, Pemogan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis empiris yang menggunakan pendekatan dari aspek yang timbul dilapangan, yang memiliki sifat hukum yang nyata/sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dari penelitian ini dapat menghasilkan faktor eksternal yang menjadi penyebab kredit macet adalah debitur mengalami hambatan/kesulitan dalam kebutuhan ekonomi karena adanya suatu hal/ musibah sehingga menyebabkan terlambatnya pembayaran dalam melunasi angsuran. Sedangkan faktor internal adalah lemahnya informasi dan pengawasan dalam perputaran kredit sehingga menyebabkan pengawasan menjadi tidak maksimal. Dan upaya yang dilakukan dalam penyelesaian kredit macet di KSU. Tumbuh Kembang adalah melalui penyelesaian diluar pengadilan/non litigasi.
Peredaran Produk Rokok Elektronik Yang Tidak Mencantumkan Label Komposisi Zat Adiktif Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen
Putu Gracia Hacinka Batan;
I Ketut Westra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 5 No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (452.676 KB)
Mesin penggerak produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan jasa yang dihasilkannya untuk mencapai sasaran usaha adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat, maka dari itu perlindungan konsumen dipandang semakin penting. Penelitian hukum ini akan berdasarkan pada fakta di lapangan atau dikenal dengan sebutan hukum empiris. Ruang lingkup permasalahannya meliputi pola pengawasan yuang dilakukan BPOM terhadap peredaran rokok elektronik yang tidak mencantumkan label komposisi zat adiktif pada setiap kemasannya serta upaya penyelesaiannya. Skripsi ini menggunakan penelitian hukum empiris yang berarti bahwa penelitian hukum ini akan berdasarkan pada fakta di lapangan. Upaya BPOM dalam melindungi konsumen rokok elektronik dengan pemberian berita kepada masyarakat akan kandungan apa saja yang terdapat dalam rokok elektronik. Informasi yang jelas merupakan bentuk perlindungan preventif dari pelaku usaha terhadap konsumen serta perlindungan reprsif dari BPOM dengan cara mengkaji mengenai rokok elektronik trersebut.Kata kunci: Perlindungan Konsumen, Pengawasan BPOM, Rokok Elektronik.
TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN SEKURITAS TERHADAP INVESTOR DALAM PERDAGANGAN SAHAM SECARA ELEKTRONIK
Gusti Ayu Putu Leonita Agustini;
I Ketut Westra;
Desak Putu Dewi Kasih
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 03, No. 03, Mei 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (186.348 KB)
Perusahaan Efek yang dapat melakukan kegiatan usaha menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal adalah perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasal 31 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menjelaskan bahwa “Perusahaan efek bertanggungjawab terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan efek yang dilakukan oleh direksi, pegawai dan pihak lain yang bekerja untuk perusahaan tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya adalah Bagaimanakah tanggung jawab dari perusahaan sekuritas dalam perdagangan saham secara elektronik apabila terjadi wanprestasi dan bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh perusahaan sekuritas terhadap investor dalam perdagangan saham secara media elektronik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode normatif karena penelitian mempelajari bahan hukum dan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan yang diperoleh, tanggung jawab dari pemegang saham, komisaris dan direksi perseroan dari semula terbatas menjadi ikut bertanggung jawab sampai kepada harta pribadinya. Perlindungan hukum yang diberikan kepada investor yaitu dengan memberikan kepastian hukum melalui peraturan perundangan-undangan dan penegakan hukum.
PERJANJIAN NOMINEE BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA
A.A. Ratih Saraswati;
I Ketut Westra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 4 No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (205.97 KB)
Terbatasnya hak milik atas tanah terhadap warga negara asing di Indonesia membuat warga negara asing mencari celah untuk memperoleh hak tersebut yaitu dengan perjanjian nominee. Perjanjian nominee dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 787/Pdt.G/2014/PN. DPS ini melibatkan warga negara asing dan warga negara Indonesia yang bertujuan untuk memindahkan hak milik atas tanah dengan menjadikan warga negara Indonesia sebagai tameng, maka dari itu perjanjian nominee dalam perkara tersebut dikatakan sebagai bentuk dari penyelundupan hukum. Hal ini akan berakibat pada keabsahan dari perjanjian tersebut, karena berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata akibat perjanjian nominee dalam perkara ini adalah batal demi hukum. Untuk mengetahui penulis mengumpulkan data dengan metode penelitian secara normatif dengan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan. Kata kunci : Perjanjian Nominee, Warga Negara Asing dan Akibat Hukum.
PENGATURAN KEBIJAKAN KREDIT TANPA AGUNAN DI INDONESIA
Putu Vista Viani;
I Ketut Westra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (394.381 KB)
|
DOI: 10.24843/KS.2021.v10.i01.p01
Tujuan dari penelitian ini untuk melakukan analisis pengaturan prinsip pemberian kredit di Indonesia dan mengetahui pengaturan kebijakan kredit tanpa agunan di Indonesia. Metode yang digunakan pada penelitian terkait Pengaturan Kebijakan Kredit Tanpa Agunan di Indonesia ini mempergunakan penelitian hukum dengan jenis yuridis normatif, dengan mempergunakan pendekatan perundang-undangan untuk melakukan analisis isu hukum dalam penelitian ini. Hasil dari studi ini menjelaskan bahwa pada dasarnya prinsip pemberian kredit di Indonesia terdiri atas lima hal yakni, prinsip kepercayaan; prinsip sinkronisasi; prinsip kesamaan valuta; prinsip perbandingan antara pinjaman dengan asset serta prinsip 5C. Selanjutnya terkait pengaturan kebijakan Kredit Tanpa Agunan di Indonesia belum ada pengaturan secara khusus. Sehingga tiap bank tidak memiliki acuan yang pasti dalam melakukan pemberian kredit tanpa agunan. Penawaran kredit tanpa agunan perlu dilakukan penyeragaman yang mana dibutuhkan aturan dari Bank Indonesia, maksudnya yakni perbankan tidak boleh asal-asalan dalam melakukan penawaran kredit tanpa agunan, hal ini dikarenakan dengan tidak adanya agunan, resiko kredit ini meningkat serta bisa menimbulkan rasio kredit macet. This study aims to analyze the principles for providing credit in Indonesia and find out about the regulation of credit policies without collateral in Indonesia. The method used in research related to Regulation of Unsecured Credit Policy in Indonesia uses legal research with a normative juridical type, using a statutory approach to analyze legal issues in this study. The results of this study found that basically the principles of providing credit in Indonesia consist of five things, namely, the principle of trust; synchronization principle; the principle of equal currency; the principle of comparison between loans and assets and the 5C principles. Furthermore, regarding the regulation of Unsecured Credit policy in Indonesia, there is no specific regulation. So that each bank does not have a definite reference in providing unsecured credit. Unsecured credit offers need to be uniform, where Bank Indonesia rules are needed, meaning that banks should not only offer unsecured credit, because without collateral, this credit risk is large and can cause a bad credit ratio.
PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
I Wayan Adrian Rainartha Nugraha;
I Ketut Westra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (191.362 KB)
|
DOI: 10.24843/KS.2021.v09.i03.p04
Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan terkait dengan kewajiban penyesuaian anggaran dasar perseroan terbatas serta untuk mengetahu akibat hukum yang ditimbulkan bagi perseroan terbatas yang tidak melaksanakan penyesuaian anggaran dasar sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Studi ini didasarkan dengan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan. Hasil studi menunjukkan bahwa kewajiban penyesuaian anggaran dasar perseroan terbatas diatur dalam ketentuan pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, namun terdapat kekaburan norma dalam ketentuan pasal 157 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang mengakibatkan status badan hukum, harta kekayaan, serta mekanisme pembubaran akibat tidak dilakukannya penyesuaian anggaran dasar Perseroan Terbatas tersebut menjadi tidak jelas, serta akibat hukum bagi perseroan terbatas yang belum melaksanakan penyesuaian anggaran dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas adalah dapat dibubarkannya Perseroan Terbatas tersebut berdasarkan penetapan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaaan atau pihak yang berkepentingan, serta harta kekayaan Perseroan Terbatas tersebut dilikuidasi, dan berakhir pada pencabutan status badan hukum Perseroan Terbatas. This study aims to determine the regulations related to the obligation to adjust the articles of association of a limited liability company and to find out the legal consequences for a limited liability company that does not carry out the adjustment of the articles of association in accordance with the provisions stipulated in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies. This study is based on a normative legal research method through a statutory approach. The results of the study show that the obligation to adjust the articles of association of a limited liability company is regulated in the provisions of article 157 paragraph (3) of Law Number 40 of 2007, however there is a confusion of norms in the provisions of article 157 paragraph (4) of Law Number 40 of 2007 which results in the dissolution mechanism. The Limited Liability Company becomes unclear, and the legal consequence for a limited liability company that has not implemented the adjustment of the articles of association as stipulated in the provisions of Article 157 paragraph (3) of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies is that the Limited Liability Company can be dissolved based on a court order, and the assets of the Limited Liability Company are liquidated, and will end at the revocation of the Limited Liability Company legal status
Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual-Beli Menggunakan Jasa E-Commerce
Ida Ayu Eka Pradnyaswari;
I Ketut Westra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 5 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (204.153 KB)
Semakin maraknya praktek transaksi perdagangan online (e-commerce) di Indonesia membuat masyarakat yang ingin berbelanja barang dan jasa yang dibutuhkan lebih mudah, namun banyak terdapat perlanggaran terhadap hak-hak konsumen yang tidak dapat dihindari mengingat jual-beli online mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi konvensional sehingga membuka kesempatan adanya kecurangan dari pelaku usaha ataupun pihak ketiga terkait kemanan data pribadi yang dijaminkan oleh pemilik toko online sehingga berimplikasi pada perlindungan konsumen yang mana bilamana terjadinya kerugian bagi Konsumen terkait data pribadi baik identitas pibadi, password , dan kemanan nomor kartu kredit atau pembayaran lainnya yang mana apakah dapat pemilik toko online dapat dimintai pertanggung jawabannya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perlindungan terhadap pengguna jasa jual-beli online (e-commerce) terkait kerahasiaan data pribadi dan bagaimana cara Pemilik toko menyelesaikan sengketa terkait kerugian konsumen. Metode penelitian hokum normative digunakan sebagai metode penulisan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan bahan kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan perlindungan konsumen dalam jual dan beli online menggunakan e-commerce tidak jelas karena peraturan mengenai perjanjian jual-beli online belum terperinci dan belum memperhatikan perlindungan terhadap konsumen. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Konsumen, E-Commerce
POLA PENYELESAIAN CESSIE DALAM KEGIATAN PERBANKAN PADA BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) CABANG UBUD
Ida Ayu Brahmantari Manik Utama;
I Made Sarjana;
I Ketut Westra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 03, Juni 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (142.117 KB)
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berperan penting dalam hal modal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun salah satu carauntuk meminjam uang dibank adalah membuat suatu perjanjian kredit. Salah satu bentuk perjanjian kredit adalah perjanjian cessie. Dalam suatu perjanjian tidakmenutup kemungkinan ada kelalaian dalam memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan atau yang biasa disebut wanprestasi.Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bentuk tanggung jawab apabila pihak debitur melakukan wanprestasi dan pola penyelesaian apabila pihakdebitur melakukan wanprestasi dalam kegiatan perbankan pada Bank RakyatIndonesia (BRI) cabang Ubud. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum empiris dengan mempergunakanteknik pengumpulan data studi dokumen dan wawancara. Hasil yang diperoleh dari penulisan ini adalah bentuk tanggung jawab yang harus dipenuhi apabilawanprestasi dalam perjanjian cessie ialah melunasi hutang tersebut sampai dinyatakan lunas oleh pihak bank selaku kreditur.Pola penyelesaian yang dipergunakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Ubud apabila debitur wanprestasi terhadap perjanjian cessie ialah polapenyelesaian negosiasi, dengan 3 tahap yaitu surat penagihan yang disertaikunjungan ke tempat usaha debitur, surat peringatan, dan eksekusi.Kata Kunci : Perjanjian Kredit, Perjanjian Cessie, Wanprestasi, Pola PenyelesaianI. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPerjanjian Kredit merupakan salah satu cara untuk memberikan danakepada nasabah yang memerlukan dengan memenuhi syarat-syarat yang telahditentukan. Piutang yang timbul berdasarkan dari pemberian kredit yangdilakukan merupakan suatu tagihan atas nama. Tagihan tersebut melibatkan duapihak, yaitu kreditur dan debitur. Adanya suatu tagihan yang disebabkan karenadebitur tertentu mempunyai hutang terhadap kreditur tertentu, yang kemudiandialihkan kepada kreditur lainnya atau bisa disebut kreditur baru, menyebabkanadanya peralihan hak dan kewajiban dari kreditur lama ke kreditur baru. Carapengalihan atau penyerahan piutang atas nama tersebut dapat disebut denganCessie.1 Istilah Cessie tidak terdapat didalam Kitab Undang-Undang debitur wanprestasi dalam perjanjian cessie ialah melunasi hutang tersebut sampai dinyatakan lunas oleh pihak bank selaku kreditur.Pola penyelesaian yang dipergunakan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Ubud apabila debitur wanprestasi terhadap perjanjian cessie ialah polapenyelesaian negosiasi, dengan 3 tahap yaitu surat penagihan yang disertaikunjungan ke tempat usaha debitur, surat peringatan, dan eksekusi.
TANGGUNG JAWAB HUKUM NOTARIS TERHADAP AKTA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH YANG DIBUATNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
I Made Erwan Kemara;
A. A. Gede Agung Dharma Kusuma;
I Ketut Westra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 09, September 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (163.839 KB)
Article titled Responsibility Notary / PPAT In Creating Deed Sale Freehold Land is written using normative research methods. The purpose of this paper is to determine the responsibility of Notary / PPAT if the deed of sale of land titles which made turned out to cause a dispute. Of searches conducted, it was found that the responsibility Notary / PPAT the deed of sale is made is limited to the early part of the deed / deed of head and tail deed or closing certificates, the certificate content section, a position Notary / PPAT can be equated as a witness against a legal act. Notary / PPAT not responsible for any inaccuracy materially advanced by the parties.
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK RAKYAT INDONESIA (PT PERSERO)Tbk CABANG DENPASAR
Mia Wijayanti Ekalandika;
I Ketut Westra;
Dewa Gede Rudy
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 08, September 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (32.805 KB)
The titled of this papers is completion of default in credit agreement on Bank Rakyat Indonesia branch office at Denpasar. As for the writing of this papers uses empirical methods in order to develop knowledge within the banking and knowing the result of defaulting credit agreement. The Bank can do execution with debtor to sell collateral on the debtor's consent or otherwise, legal consequences arising debtor borrower defaults are required to pay for damages that have been awarded by the creditor; meet the agreement is accompanied by compensation payments.