Articles
Teknik Penyidik Dalam Mengungkap Kasus Tindak Pidana Korupsi Penyelewengan Investasi Oleh Mantan Direktur Utama Pt.Pertamina (Studi Kasus Di Kejaksaan Agung Jakarta)
Fadlu Rahman Fawaz;
Hibnu Nugroho;
Dwi Hapsari Retnaningrum
Soedirman Law Review Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.1.5
Dalam suatu pemberantasan korupsi, tahap penyidikan merupakan salah satu bagian terpenting dari tahap yang harus dilalui untuk menuju suatu pembuktian tindak pidana korupsi dan aan menghasilkan putusan yang mampu mendekati kebenaran materiil. Oleh sebab itu keberadaan tahap penyidikan tidak bias dilepaskan dari adanya ketentuan perundangan yang mengatur tindak pidana korupsi yang penyidikannya dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aparat penegak hukum dibebani tugas khusus untuk mengungkap suatu tindak pidana, seperti yang diketahui hal tersebut tidak mudah dilakukan oleh orang awam dan harus dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan khusus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Teknik penyidik dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi penyelewengan investasi oleh mantan direktur utama PT.Pertamina dan kendala yang dihadapi oleh penyidik dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi penyelewengan investasi oleh mantan direktur utama PT.Pertamina. Metode yang penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan informan, sedangkan data seekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan metode kualitatif dan disajikan dalam bentuk uraian yang tersistematis. Berdasarkan penelitian, kewenangan penyidikan dalam kasus korupsi ini dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Dalam proses penyidikan, penyidik bias menggunakan upaya paksa khusus terhadap tersangka untuk menemukan barang bukti dan dapat menggunakan ilmu bantu lain di tingkat pemeriksaan. Dalam penegakan hukum terkait dengan kasus korupsi oleh mantan direktur utama PT.Pertamina ini, penyidik terkendala oleh faktor hukumnya, faktor masyarakat, dan faktor budaya.Keywords: Penyidikan, Tindak Pidana Korupsi, Kejaksaan Agung
TINJAUAN YURIDIS PENJATUHAN PIDANA PENJARA LEBIH SINGKAT DARI MASA PENAHANAN DALAM TINDAK PIDANA PENYEBARAN INFORMASI KEBENCIAN (Studi Putusan Nomor: 77/Pid.Sus/2018/PN. Bnr)
Diego Zinedine;
Dwi Hapsari Retnaningrum;
Weda Kupita
Soedirman Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2022.4.2.190
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pertimbangan hukum hakim, seta implikasi yuridis dari putusan hakim mengenai tetap ditahanya seorang terpidana yang telah menjalani masa tahanan lebih lama dari putusan pidananya pada Putusan Nomor: 77/Pid.Sus/2018/PN. Bnr tentang diputusnya terdakwa Ahlidin Raharjo bersalah menyebarkan informasi kebencian yang dapat menimbulkan keresahan atas dasar suku, agama, ras, dan antar golongan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dan data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari inventarisasi bahan hukum primer, sekunder, serta tersier yang kemudian dianalisis dengan metode analis kualitatif. Data tersebut disajikan dalam bentuk teks naratif yang disusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang utuh. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan dasar pertimbangan hukum hakim adalah terpenuhinya unsur-unsur pada pasal yang didakwakan, dan terpenuhinya asas minimum pembuktian pada pasal 183 KUHAP serta oleh karena itu timbul keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Implikasi yuridis dari putusan tersebut yang pertama adalah batal demi hukumnya putusan, kedua dapat diajukanya ganti kerugian oleh terpidana, ketiga dapat diajukan sebagai alasan banding, dan keempat adalah dapat dilaporkanya Hakim ke Komisi Yudisial atas pelanggaran kode etik.Kata Kunci: Masa Penahanan; Putusan Pidana; Penyebaran Informasi Kebencian.
EFEKTIVITAS HUKUM PIDANA TUTUPAN SEBAGAI SANKSI PIDANA DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Fina Febriyanti;
Dwi Hapsari Retnaningrum;
Haryanto Dwiatmodjo
Soedirman Law Review Vol 3, No 4 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.4.158
Pidana tutupan merupakan salah satu jenis sanksi pidana yang berlaku di Indonesia. Sanksi pidana ini dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melalui pembentukan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan. Diadakanya pidana tutupan karena situasi yang terjadi pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan terhadap perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh pihak oposisi yang dikenal dengan “Peristiwa 3 Juli 1946”. Pembentuk Undang-Undang kembali mengatur sanksi pidana tutupan ini dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) sebagai salah satu pidana pokok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penjatuhan sanksi pidana tutupan dalam hukum pidana di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontibusi teoritis dalam pembaharuan hukum di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan pengaturan pidana tutupan baik dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 dengan RUU KUHP pada dasarnya sama. Berdasarkan pada tujuan pemidanaan yang dirumuskan dalam RUU KUHP maka tujuan pemidanaan tidak akan tercapai dengan menggunakan sarana pidana tutupan. Pidana tutupan juga berpotensi menimbulkan ketidak pastian karena tidak ada ukuran bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi pidana ini.Kata Kunci : Pidana Tutupan, Sanksi Pidana, Efektifitas.
SANKSI PIDANA TERHADAP AYAH KANDUNG SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK KANDUNGNYA YANG MASIH DIBAWAH UMUR (Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Bangko Nomor 10/Pid.Sus/2018/PN Bko)
Nurshoim Ramadhan Putra;
Dwi Hapsari Retnaningrum;
Haryanto Dwiatmodjo
Soedirman Law Review Vol 2, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.4.132
Tindak pidana kesusilaan terhadap anak merupakan perbuatan yang sangat memprihatinkan karena setiap anak sewajarnya haruslah mendapatkan perhatian dan perlindungan dari orang tua ataupun orang yang dianggap dituakan, karena setiap anak biasanya masih terlalu polos dan penurut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sanksi bagi ayah yang melakukan kejahatan kesusilaan terhadap anak kandungnya, yaitu antara Wardi Bin Zar’I dengan Vallerya Kimberly Binti Wardi dalam Putusan Pengadilan Negeri Bangko Nomor 10/Pid.Sus/2018 PN.Bko dan untuk mengetahui mengenai putusan majelis hakim dalam kasus ini sudahkah memenuhi unsur keadilan dalam penjatuhan sanksinya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat kualitatif dengan metode pendekatan berdasarkan putusan dan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode teks naratif. Data sekunder yang telah terkumpul disajikan secara deskriptif, serta dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil dalam penerapan sanksi dan unsur keadilan pada Putusan Pengadilan Negeri Bangko Nomor 10/Pid.Sus/2018 PN.Bko. Majelis hakim dalam putusannya menggunakan Undang-Undang 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, namun rumusan sanksi pidana dalam Undang-Undang 35 Tahun 2014 telah direvisi dalam Undang-Undang 17 Tahun 2016 yang memberikan sanksi pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, menurut teori gabungan penjatuhan sanksi selain untuk membalas kesalahan dari pelaku juga ditujukan untuk melindungi masyarakat, dan sebagai upaya prevensi, oleh karena itu majelis hakim seharunya memberikan pidana tambahan kepada pelaku. untuk melindungi masyarakat dan sebagai upaya prevensi. Unsur keadilan pada putusan majelis hakim telah terpenuhi dengan penjatuhan pidana pokok berupa penjara dan denda kepada pelaku. Pihak saksi korban dan pihak terdakwa selama proses persidangan mendapatkan haknya untuk dapat saling mengemukakan pendapatnya sesuai dengan Pasal 52 KUHAP dan Pasal 5 ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban.Kata Kunci : Tindak Pidana, Pencabulan, Perlindungan Anak
Pengungkapan Tindak Pidana Pemalsuan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) (Studi Di Polres Bogor)
Muhammad Andrian Nugraha;
Dwi Hapsari Retnaningrum;
Hibnu Nugroho
Soedirman Law Review Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.1.12
Salah satu jenis kejahatan yang terjadi saat ini yaitu pemalsuan surat tanda nomor kendaraan (STNK). Tindak pidana pemalsuan STNK biasanya dilakukan oleh lebih dari satu orang dalam suatu kelompok dan dilakukan secara terorganisir, yaitu sebagai pelaku pencurian kendaraan, penadah, dan pemalsu STNK hasil kejahatan. Dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan STNK diawali dengan proses penyelidikan lalu penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi guna menemukan tersangkanya.Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang menggunakan pendekatan yuridis sosiologis yang menggambarkan proses pengungkapan tindak pidana pemalsuan STNK di Polres Bogor. Spesifikasi dari penelitian ini adalah deskriptif. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian dengan cara mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan, sehingga pada akhirnya dapat diketahui proses pengungkapan dan hambatan tindak pidana pemalsuan STNK di Polres Bogor.Dalam penyidikan tersangka harus dianggap tidak bersalah sesuai dengan prinsip hukum atau “asas praduga tak bersalah” sampai diperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Seorang penyidik dalam hal pemeriksaan pendahuluan harus memperhatikan mengenai hak-hak tersangka di dalam pemeriksaan. Dari hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pejabat penyidik di Polres Bogor dalam pemeriksaan pendahuluan pada tingkat penyidikan sudah menerapkan atau mengedepankan asas praduga tak bersalah sesuai Penjelasan Umum butir 3c KUHAP. Keywords: Pemalsuan STNK, pemeriksaan pendahuluan, asas praduga tak bersalah.
Penundaan Eksekusi Pidana Mati Terhadap Aman Abdurrahman dalam Kasus Terorisme (Studi di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan)
Cindy Butar-butar;
Dwi Hapsari Retnaningrum;
Handri Wirastuti Sawitri
Soedirman Law Review Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.1.26
Penundaan eksekusi dengan pidana mati disebabkan beberapa alasan. Alasan penundaan eksekusi dengan pidana mati diatur dalam Undang-Undang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Militer Pasal 6 Butir 2 dan Pasal 7 mencamtumkan apabila terpidana hendak mengemukakan sesuatu, maka keterangan atau pesannya itu diterima oleh Jaksa Tinggi/Jaksa tersebut dan apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan empat puluh hari setelah anaknya dilahirkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Aman Abdurrahman sampai saat ini belum dieksekusi dengan pidana mati dan akibat hukum dari penundaan eksekusi dengan pidana mati. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan metode kualitatif dan disajikan dalam bentuk uraian yang tersistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aman Abdurrahman hingga saat ini belum dieksekusi dengan pidana mati, yaitu terpidana belum mendapatkan hak- haknya sebagai terpidana karena belum ada upaya proaktif dari jaksa untuk menanyakan terpidana apakah akan mengajukan upaya hukum dan jaksa yang menangani kasus terpidana sudah berpindah tugas. Akibat hukum terkait penundaan eksekusi dengan pidana mati terhadap Aman Abdurrahman yaitu sama sekali tidak menimbulkan akibat hukum. Kata kunci: Penundaan, Eksekusi Pidana Mati.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG TUMBUH DAN BERKEMBANG DI LINGKUNGAN LEMBAGA PEMASYARAKTAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta)
Meidico Rahmandrian;
Dwi Hapsari Retnaningrum;
Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 3, No 4 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.4.159
Tiap anak pada dasarnya memiliki hak yang sama, yaitu mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun demikian, dalam realitanya tidak semua anak pada kondisi sejahtera, sebagai contoh anak yang turut hidup, tumbuh dan berkembang di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dikarenakan sang Ibu harus menjalani pidana penjara atau kurungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan lembaga pemasyarakatan dan faktor-faktor penghambat perlindungan hukum terhadapnya di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Jenis dan sumber data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Penentuan informan penelitian menggunakan metode purposive sampling dan snowball sampling. Data yang diperoleh diolah dengan reduksi data, display data, dan kategorisasi data. Penyajian data dalam bentuk uraian naratif dan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan Lembaga Pemasayarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta cukup berjalan dengan baik di mana sebagian besar hak anak telah terpenuhi meliputi hak untuk mendapat maknan yang layak dan layanan kesehatan. Adapun faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak yang tumbuh dan berkembang di dalam LAPAS berkaitan dengan aspek komponen substnasi hukum dan struktur hukum.Kata Kunci : Perlindungan hukum, Anak, LAPAS.
Efektivitas Pemulihan Korban Kekerasan Seksual Berdasarkan di Wilayah Hukum Polresta Banyumas
Nico Yohanes Imanuel Alliandus;
Angkasa Angkasa;
Dwi Hapsari Retnaningrum
Soedirman Law Review Vol 6, No 1 (2024)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2024.6.1.16036
Kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak menempatkan korban berada pada posisi tidak aman baik di rumah maupun di luar rumah. Pasal 6 ayat 1 UU No. 31 Tahun 2014 mengatur bahwa dalam korban kekerasan seksual berhak untuk mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psikosial dan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemulihan korban kekerasan seksual berdasarkan UU No. 31 Tahun 2014 di wilayah hukum Polresta Banyumas serta mengetahui kendala yang dialami dalam memulihkan korban kekerasan seksual di wilayah hukum Polresta Banyumas walau sudah adanya undang-undang tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dengan. Lokasi penelitian yaitu di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polresta Banyumas. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, metode penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling. Pemulihan korban kekerasan seksual di wilayah hukum Polresta Banyumas masih kurang efektif akibat masih terdapatnya perbedaan antara law in action dengan law in book/theory. Kendala-kendala yang ada dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu aspek struktur hukum (legal structure) di mana kurangnya penyebaran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang menyulitkan korban yang berada di wilayah hukum Polresta Banyumas untuk memperoleh restitusi, substansi hukum (legal substance) di mana belum adanya pengaturan mengenai mekanisme tertentu untuk mempermudah korban yang berdomisili di wilayah hukum Polresta Banyumas untuk memperoleh restitusi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang berada di Semarang, dan budaya hukum (legal culture) di mana timbulnya stigma buruk di masyarakat yang beranggapan bahwa jika seorang korban kekerasan seksual merupakan aib di lingkungan masyarakat tersebut.
Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penadahan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Banyumas Nomor : 34/Pid.B/2017/Pn.Bms)
Sulistyo Adhy Nugroho;
Dwi Hapsari Retnaningrum;
Haryanto Dwiatmodjo
Soedirman Law Review Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2019.1.1.38
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana merupakan bagian yang sangat penting dalam rangkaian acara di persidangan. Hal ini sangat perlu untuk menciptakan putusan yang proporsional dan mendekati rasa keadilan, baik dari segi pelaku tindak pidana, korban tindak pidana, maupun masyarakat. Untuk itu sebelum menjatuhkan sanksi pidana, hakim melakukan tindakan untuk menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa tindak pidana dengan melihat bukti-bukti fakta dipersidangan. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui kepustakaan dan diuraikan secara sistematis. Berdasarkan hasil penelitian pada Putusan Nomor 34/Pid.B/2017PN.Bms, dasar hukum majelis hakim dalam menjatuhkan putusan perkara Nomor 34/Pid.B/2017/PN.Bms adalah telah terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana penadahan yang dirumuskan dalam Pasal 480 ayat 1 KUHP, dan 2 (dua) alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan yaitu keterangan saksi dan keterangan terdakwa sebagai alat bukti yang sah, penerapan hukum dalam putusan perkara nomor 34/Pid.B/2017/PN Bms oleh penuntut umum sudah tepat, penggunaan dakwaan tunggal dan Pasal 480 ayat 1 (satu) KUHP dinilai sudah tepat karena perbuatan terdakwa hanya merujuk kepada satu perbuatan saja yaitu penadahan dan tindak pidana penadahan yang dilakukan oleh terdakwa sesuai dengan rumusan Pasal 480 ayat 1 (satu) KUHP. Namun, penuntut umum dalam perkara ini hanya memberikan tuntutan selama 1 (satu) tahun penjara dan pidana penjara yang dijatuhkan majelis hakim relatif lebih ringan daripada tuntutan penuntut umum dinilai ringan untuk bisa memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana penadahan.Kata Kunci: Pertimbangan Hakim; Tujuan Pidana; Tindak Pidana Penadahan.
Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi Dalam Tindak Pidana Penipuan Yang Dilakukan Secara Berlanjut Dengan Modus Program Haji (Tinjauan Yuridis Putusan Perkara Nomor 49/Pid.B/2019/PN.Pwr)
Afif Ma’ruf Zainurohman;
Antonius Sidik Maryono;
Dwi Hapsari Retnaningrum
Soedirman Law Review Vol 2, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.4.107
Dalam persidangan pembuktian penuntut umum wajib mengajukan alat bukti yang sah salah satunya yaitu keterangan saksi sebagai upaya untuk membuktikan dakwaan penuntut umum, yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan oleh hakim dalam mengambil keputusan sehingga mendapatkan kebenaran materiil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam tindak pidana penipuan yang dilakukan secara berlanjut dengan modus program haji serta untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa dalam Putusan Perkara Nomor 49/Pid.B/2019/PN.Pwr. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder. Sumber data yang digunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder. Metode pendekatan berdasarkan putusan dan perundang-undangan. Analisis bahan hukum secara normatif kualitatif. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa keterangan saksi dalam tindak pidana penipuan yang dilakukan secara berlanjut dengan modus program haji mempunyai kekuatan pembuktian karena keterangan saksi tersebut merupakan salah satu alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Selain itu, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dalam Putusan Nomor 49/Pid.B/2019/PN.Pwr didasarkan atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, alat bukti yang sah, barang bukti yang diajukan dipersidangan, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, serta tidak adanya alasan pemaaf dan pembenar sehingga hakim telah memperoleh keyakinan dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Saran dari peneliti bahwa penuntut umum dalam mengajukan alat bukti harus diajukan di persidangan terutama alat bukti keterangan saksi karena apabila saksi tidak dapat dihadirkan di persidangan keterangannya itu dapat mengurangi bahkan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dan hakim harus lebih teliti dalam melihat fakta yang terungkap di persidangan sehingga menimbulkan keyakinan hakim dan tepat dalam menjatuhkan pidana terhadap bersalah atau tidaknya terdakwa.Kata Kunci : Kekuatan Pembuktian, Keterangan Saksi, Tindak Pidana Penipuan