Claim Missing Document
Check
Articles

PERFILMAN DI INDONESIA TAHUN 1950-1965 Melza Huzelmi; Meri Erwati; Refni Yulia
Puteri Hijau : Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 7, No 2 (2022): Puteri Hijau: Jurnal Pendidikan Sejarah
Publisher : Department of History Education, Faculty of Social Science, Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/ph.v7i2.37676

Abstract

Penelitian ini membahas tentang Perkembangan Perfilman di Indonesia dari tahun 1950-1965. Penelitian ini masuk kedalam kajian studi kepustakaan, yang bersumber dari buku-buku, baik itu buku online dan buku diperpustakaan, dan dibantu dengan jurnal dan situs internet lainnya. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu : 1).Apa yang dimaksud dengan The Long March Of Siliwangi sebagai tonggak baru film nasional dan munculnya film-film nasional lainnya, 2).Bagaimana arus film impor ke pasar film Indonesia, 3). Bagaimana kebijakan Soekarno menutup akses film impor yang mendominasi dunia film di Indonesia, dan bagaimana pengaruh kebijakan tersebut terhadap perkembangan film Indonesia. Penelitian ini termasuk kedalam penelitian sejarah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Sejarah. Metode Sejarah ini terbagi atas empat tahapan yaitu : 1). Heuristik 2). Kritik Sumber 3). Interpretasi 4). Historiografi. Hasil penelitian ini yaitu melihat perkembangan perfilman Indonesia dari tahun 1950-1965 yaitu Perfilman nasional dimulai dari tahun 1950 dengan dibuatnya film The Long March Of Siliwangi sebagai tonggak kedua film di Indonesia dan dengan ini mulai bermunculannya film-film nasional, namun film nasional ini digeser keberadaannya oleh film impor yang masuk ke Indonesia, film yang di dominasi oleh film impor dari Amerika, namun usaha untuk mengembangkan film nasional tetap ada dengan dibuatnya kebijakan untuk menutup akses film impor ke Indonesia dengan dilakukan pemulangan terhadap film impor yang masuk ke Indonesia dan dilakukan pembinaan terhadap perfilman Indonesia untuk perkembangannya.
JARI CENDIKIA INSTITUTE PELOPOR PENULISAN BIOGRAFI DI SUMATERA BARAT TAHUN 2005-2021 Silvia Silvia; Refni Yulia; Livia Ersi
Puteri Hijau : Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 7, No 2 (2022): Puteri Hijau: Jurnal Pendidikan Sejarah
Publisher : Department of History Education, Faculty of Social Science, Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/ph.v7i2.37129

Abstract

Penelitian ini membahas tentang Jari Cendikia Institute pelopor penulisan biografi di Sumatera Barat tahun 2005-2021. Lembaga ini merupakan satu-satunya lembaga pendidikan di Kota Padang yang bergerak dalam bidang penulisan biografi ataupun profil tokoh yang didirikan oleh beberapa orang mahasiswa. Adapun rumusan permasalahan dari penelitian yaitu: 1) Bagaimana latar belakang berdirinya Jari Cendikia Institute pelopor penulisan biografi di Sumatera Barat 2005-2021, 2) Bagaimana perkembangan dari Jari Cendikia Institute pelopor penulisan biografi di Sumatera Barat 2005-2021, 3) Bagaimana pandangan tokoh-tokoh terhadap Jari Cendikia Institute. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang berdirinya Jari Cendikia Institute pelopor penulisan biografi di Sumatera Barat 2005-2021, untuk mengetahui perkembangan dari Jari Cendikia Institute pelopor penulisan biografi di Sumatera Barat 2005-2021 dan mengetahui pandangan tokoh-tokoh terhadap Jari Cendikia Institute. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahap yaitu, 1) heuristik, 2) kritik sumber, 3) interpretasi, dan 4) historiografi. Hasil penelitian ini menjelaskan tentang perkembangan Jari Cendikia Institute dari awal berdiri 2005 hingga 2021. Terhitung semenjak awal berdiri dari 2005-2021 lebih kurang terdapat 18 buku yang telah diterbitkan oleh tim Jari Cendikia Institute. Menurut tokoh yang biografinya dituliskan oleh Jari Cendikia Institute mengatakan bahwa Jari Cendikia Institute bagus dan merupakan lembaga yang professional dalam bidang penulisan.           Kata Kunci: Lembaga, Biografi, Tokoh
ORGANISASI PENCAK SILAT PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE (PSHT) 1993-2015 CABANG PASAMAN BARAT RANTING KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT Sri Ambar Sari; Meri Erawati; Refni Yulia
Puteri Hijau : Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 7, No 2 (2022): Puteri Hijau: Jurnal Pendidikan Sejarah
Publisher : Department of History Education, Faculty of Social Science, Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/ph.v7i2.37893

Abstract

Sidodadi Tengah merupakan salah satu desa di Kenagarian Kinali yang masih terdapat pelestarian budaya tradisional yaitu pencak silat. Pencak silat ini telah terorganisasi ke dalam pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), organisasi “Persaudaraan” yang membentuk manusia berbudi luhur, tahu benar dan salah, serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam menjalin persaudaraan yang kekal dan abadi serta telah membawa dampak positif di lingkungan masyarakat desa Sidodadi Tengah. Tujuan dari penelitian ini untuk Mengetahui organisasi PSHT di desa Sidodadi Tengah, Mengetahui aktifitas PSHT Ranting Kinali, Mengetahui sudut pandang masyarakat Sidodadi Tengah tentang PSHT. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) masih dilestarikan sampai saat sekarang ini dan tidak terlepas dari peran individu yang berada dalam struktur organisasi PSHT, dan Aktifitas PSHT berjalan cukup baik.Kata kunci: Organisasi, Pencak Silat, PSHT
FUNGSI KOPERASI SERBA USAHA EKONOMI DESA (KSU-ED) TERHADAP MASYARAKAT NAGARI TABEK TALANG BABUNGO, KABUPATEN SOLOK Yenti Welia; Witrianto Witrianto; Refni Yulia
Jurnal Ilmu Sosial Mamangan Vol 2, No 2 (2013): Jurnal Ilmu Sosial Mamangan ( Not Accredited)
Publisher : LPPM Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.074 KB) | DOI: 10.22202/mamangan.v2i2.1375

Abstract

Many efforts to improve the economy of the community, either by building it Rural Economy Business Multipurpose Cooperative (KSU-ED). Nagari Talang Babungo to improve the economy of the community and establish cooperative KSU-ED. After the founding of KSU-ED economy and the welfare of society is increasing, because the cooperative has helped to lend capital to improve the business community, and various efforts have been developed to improve the business community. KSU-ED Tabek have increasing from year to year, as evidenced by SHU (Business Profits) increasing so does the number of its members, and co-operatives are very active role in improving the local economy. The establishment of good cooperative impact people's lives, especially the members and its own management, its impacts, among others in the social and economic spheres of society.Berbagai upaya meningkatkan perekonomian masyarakat salah satunya dengan mendirikannya Koperasi Serba Usaha Ekonomi Desa (KSU-ED). Nagari Talang Babungo untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan koperasi mendirikan KSU-ED. Setelah berdirinya KSU-ED perekonomian dan kesejahteraan hidup masyarakat semakin meningkat, karena koperasi telah membantu meminjamkan modal untuk meningkatkan usaha masyarakat, dan berbagai macam usaha telah dikembangkan untuk meningkatkan usaha masyarakat. Perkembangan KSU-ED Tabek dari tahun ketahun semakin meningkat, terbukti dengan SHU (Sisa Hasil Usaha) yang semakin meningkat begitu juga dengan jumlah anggotanya, serta koperasi sangat berperan aktif dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Berdirinya koperasi membawa dampak baik bagi kehidupan masyarakat khususnya para anggota dan pengurusnya sendiri, dampak yang ditimbulkannya antara lain dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat.
Pelestarian Budaya Lokal Dalam Media Pembelajaran Berbasis Proyek Simulasi (PBPS) Pada Generasi Milenial Zulfa Zulfa; Desri Nora; Refni Yulia; Edi Susrianto Indra Putra
Bakaba Vol 10, No 2 (2022)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22202/bakaba.2022.v10i2.6626

Abstract

The younger generation increasingly does not love local culture. This is proven by the existence of increasingly sophisticated technology. The change in learning during the Covid period from face-to-face to online has increasingly made the younger generation less interested in learning anything. Meanwhile, preserving local culture is very important for this millennial generation. Simulation project-based learning (PBPS) is a learning model that will awaken a generation's love for local cultural traditions. The purpose of this study is to reveal efforts to preserve local culture in Simulation Project Based Learning (PBPS) media. This research method is to use qualitative research methods by analyzing data with reduction, data presentation and verification. The results of this study revealed that the simulation project-based learning model was carried out in 6 steps, namely: Determining Fundamental Questions (Start with the Essential Question). Designing Project Planning (Design a Plan for the Project). Testing the Results (Assess the Outcome). Implementation of Simulation (Simulation). Interviewing Students and the Progress of the Project (Monitor the Students and the Progress of the Project). Evaluate the Experience (Evaluate the Experience). Of the six steps in this PBPS, it is carried out in every existing studio. By carrying out this PBPS for 8 meetings, efforts to preserve local culture will be realized in the millennial generation.
Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 1999-2018 Yulisa Teti; Refni Yulia; Zulfa zulfa
Bakaba Vol 8, No 2 (2020)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1094.452 KB) | DOI: 10.22202/bakaba.2020.v8i2.4364

Abstract

Sioban village has existed since 1945, when the goverment system  was still in the form of a Nagari, since 1999, Sioban village began to undergo canges, because Mentawai District had separated it self from Padang Pariaman Regency and established its own district, namely the Mentawai Island Regency. The Mentawai Island carry out governance, starting from thr division of the sub-district in 2009 in the Mentawai Islands, including the Sipora sub-district, which is the capital of the Sioban sub-district, which is divided into the North Sipora District and the South Sipora District. Based on the results of research since the establishment of the Mentawai Island District, the aim of which is to get out of its backwardness, has not been seen in Sioban Village, South Sipora Subdistrict, because it is seen from the development of the village, infrastructure and social communities that are still langging behind. You can see that in the village at this time there is no internet network, tlephone network is still difficult. Judging from the original Mentawai traditions, the village community, the village community has no longer been preserving these original traditions since the exixtence of government policies.
Nagari Adat di Minangkabau Dalam Tinjuan Sejarah Refni Yulia; Livia Ersi
Bakaba Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1001.076 KB) | DOI: 10.22202/bakaba.2021.v9i1.5866

Abstract

Nagari Adat in Minangkabau are autonomous nagari and part of the lowest nagari governance system in West Sumatra. The naming of adat nagari in West Sumatra is more for the sake of tourism, so that some nagari that have tourism potential were developed into adat nagari and promoted on a district and provincial basis. So that the first 4 traditional villages were chosen, namely, the Indudur angari, the Seribu Gadang Nagari, Pariyangan Nagari, and Jawi-Jawi villages. The four nagari have become national tourist destinations and have been visited by domestic and foreign tourists and were recorded in the tourist calendar in West Sumatra. The development of adat nagari ultimately spurred other nagari to develop their potential in their adat and tourism.
Revitalisasi Kawasan Kota Tua Padang Sebagai Salah Satu Alternatif Wisata Sejarah di Kota Padang Refni Yulia; Meri Erawati; Gusti Asnan; Nopriyasman Nopriyasman
Bakaba Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.943 KB) | DOI: 10.22202/bakaba.2017.v6i2.2419

Abstract

Peninggalan sejarah mendatangkan keuntungan besar dalam bidang pariwista sejarah dan budaya. Padang sebagai kota warisan Kolonial Belanda juga memiliki bangunan bersejarah yang sudah dikategorikan sebagai benda cagar budaya. Berdasarkan Keputusan Walikota Padang nomor 3 tahun 1998 terdapat sebanyak 74 buah bangunan yang masuk kagori benda cagar budaya. Dewasa ini jumlah bangunan bersejarah yang masih bertahan semakin berkurang, seiring dengan kurangnya kontrol pemerintah dan juga terjadinya bencana alam. Untuk itu diperlukan keseriusan dan kesadaran sejarah dari semua pihak (stakeholder), baik itu pemerintah maupun jajaran industri pariwisata, termasuk masyarakat kota Padang  untuk mengembangkan dan melesratarikan pariwisata kota tua Padang. Karena potensi wisata yang ada di kota tua Padang sangat beragam dan menjual untuk wisata budaya, agama dan sejarah. Kota tua yang multi etnis dan beragam budaya yang juga eksis menjadi bagian kecil dari potensi wisata yang dapat dijual kepada wisatawan lokal, nasional maupun internasional. Semua itu hanya diperlukan kerjasama yang baik antar semua elemen masyarakat untuk saling menjaga dan melestarikan serta mengembangkan potensi kota tua yang ada. Jika hal itu terwujud pariwisata kota tua Padang akan memberikan kontribusi yang besar bagi pemerintah kota Padang melalui Pendapatan Asli Daerah  (PAD), perbaikan ekonomi bagi masyarakat setempat dan juga bisa menjadi alternatif wisata yang berbudaya, religi dan sejarah bagi Kota Padang. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kulitatif.  
Pelestarian Budaya Lokal Dalam Media Pembelajaran Berbasis Proyek Simulasi (PBPS) Pada Generasi Milenial Zulfa Zulfa; Desri Nora; Refni Yulia; Edi Susrianto Indra Putra
Bakaba Vol 10, No 2 (2022)
Publisher : Laboratorium Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1040.029 KB) | DOI: 10.22202/bakaba.2022.v10i2.6626

Abstract

The younger generation increasingly does not love local culture. This is proven by the existence of increasingly sophisticated technology. The change in learning during the Covid period from face-to-face to online has increasingly made the younger generation less interested in learning anything. Meanwhile, preserving local culture is very important for this millennial generation. Simulation project-based learning (PBPS) is a learning model that will awaken a generation's love for local cultural traditions. The purpose of this study is to reveal efforts to preserve local culture in Simulation Project Based Learning (PBPS) media. This research method is to use qualitative research methods by analyzing data with reduction, data presentation and verification. The results of this study revealed that the simulation project-based learning model was carried out in 6 steps, namely: Determining Fundamental Questions (Start with the Essential Question). Designing Project Planning (Design a Plan for the Project). Testing the Results (Assess the Outcome). Implementation of Simulation (Simulation). Interviewing Students and the Progress of the Project (Monitor the Students and the Progress of the Project). Evaluate the Experience (Evaluate the Experience). Of the six steps in this PBPS, it is carried out in every existing studio. By carrying out this PBPS for 8 meetings, efforts to preserve local culture will be realized in the millennial generation.
Penyuluhan Nilai-nilai Perjuangan Melalui Tugu Gerilyawan Pejuang 1945 Pada Masyarakat Koto Tangah Kota Padang kaksim kaksim; meldawati meldawati; zulfa zulfa; refni yulia
RANGKIANG: Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol 5, No 1 (2023)
Publisher : Universitas PGRI Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22202/rangkiang.2023.v5i1.7127

Abstract

Koto Tangah Subdistrict is the district with the largest area among other districts in the city of Padang. As the largest subdistrict, it has various potentials in terms of territory, tourism, markets, education, healthcare facilities, and others. In addition to these potentials, based on its history, Koto Tangah Subdistrict has been considered important long before it became the city center. This can be seen from the emergence of prominent figures, especially during the physical revolution era. During this period, various movements occurred to defend Indonesia's independence, and there were numerous instances of resistance from the Koto Tangah fighters in the form of guerrilla warfare. The guerrilla resistance is evident through the existence of the "Tugu Perjuangan Grilya Pejuang 1945" (Guerrilla Struggle Monument of the 1945 Fighters), located at Keluaran Lubuk Minturun, precisely at Simpang Tiga Lubuk Minturun. In this regard, it is important to provide education and outreach to the community, especially the younger generation in the Koto Tangah area, to instill a sense of nationalism in the nation's children. Therefore, it is essential to conduct education and outreach to the public about the significance of the monument as evidence of the people's struggle in Koto Tangah.