I Wayan Bikin Suryawan
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar

Published : 52 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia neonatorum di ruang perinatologi dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUD Wangaya Kota Denpasar Cynthia Jodjana; I Wayan Bikin Suryawan
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 1 (2020): (Available online: 1 April 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.62 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i1.537

Abstract

Background: Newborn deaths are still a major health problem and several health efforts have been made to improve children's health. Based on the results of the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) in 2017, the Neonatal Mortality Rate (NMR) is 15 per 1000 live births. One of some cause deaths is asphyxia or  respiratory problems 36%. Neonatal asphyxia is a condition of a newborn who fails to breath spontaneously and regular immediately after birth. Based on the annual report of the Sanglah Central General Hospital (RSUP) in Denpasar, the percentage of asphyxia events has increased 11.31% in 2014. Factors that cause neonatal asphyxia including maternal factor, infant factor, placental factor and labor factor. The purpose of this study is  to determine the relationship between types of labor with asphyxia neonatorum.Method: The type of research used is observational analytic study with case-control. In this study, sampling was perfomed at Wangaya Hospital June 2018-December 2018 in the NICU and and Perinatology room until  the number of research samples fullfillig the inclusion and exclusion criteria with 45 cases and 45 samples.The samples was obtained by consecutive sampling method. The case in this research is  neonates who has neonatal asphyxia and controls in this study were neonates who did not have neonatal asphyxia. Data obtained were analyzed analytically, using SPSS 23.0 software using the Mc Nemar test with p value of <0.05 considered significant.Results: There was no relationship between types of labor with neonatal asphyxia (p = 0.481, OR = 1.429, IK95% = 0.368-5,548).Conclusion: There is no significant relationship between the type of labor asphyxia neonatorum. Latar Belakang: Kematian bayi baru lahir masih merupakan masalah kesehatan yang utama dan beberapa upaya kesehatan telah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, Angka Kematian Neonatal (AKN) sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian salah satunya adalah asfiksia atau gangguan pernapasan sebesar 36%. Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang ditandai dengan gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Berdasarkan laporan tahunan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, persentase kejadian asfiksia meningkat kembali 11,31% pada tahun 2014. Faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain faktor ibu, faktor bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jenis persalinan dengan asfiksia neonatorum.Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah studi observasional analitik dengan metode case-control. Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan di RSUD Wangaya periode Juni 2018-Desember 2018 di ruang NICU dan dan Perinatologi sampai jumlah sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan jumlah 45 kasus dan 45 sampel. Sampel diperoleh melalui metode consecutive sampling. Kasus pada penelitian ini adalah neonatus yang mengalami asfiksia neonatorum, sedangkan kontrol pada penelitian ini adalah neonatus yang tidak mengalami asfiksia neonatorum. Data yang diperoleh dianalisis secara analitik, menggunakan perangkat lunak komputer SPSS 23.0 dengan menggunakan tes Mc Nemar dengan nilai p<0,05 dianggap signifikan.Hasil: Tidak terdapat hubungan antara jenis persalinan dengan asfiksia neonatorum (p =0,481,OR=1,429, IK95% = 0,368-5,548).Simpulan: Tidak  terdapat hubungan yang signifikan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia neonatorum.
Faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Wangaya Kota Denpasar Bella Kurnia; I Wayan Bikin Suryawan; A.A. Made Sucipta
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 1 (2020): (Available online: 1 April 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.968 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i1.548

Abstract

Background: Birth asphyxia is a serious clinical problem worldwide. There are many reasons a baby may not be able to take in enough oxygen before, during, or just after birth. Birth asphyxia is the inabiity of neonates to start breathing spontaniously right after birth.Objective: This study was designed to assess the risk factors of birth asphyxia in neonates in Wangaya General Hospital.Methods: It is a case control study. The data of the newborn and mother was retrospectively collected from medical record in Wangaya Regional General Hospital between November 2018 to March 2019. It uses consecutive sampling. Bivariate analysis using chi square and multivariate analysis using logistic regresssion.Results: Bivariate analysis of risk factors of birth asphyxia that are studied are: low birth weight p value 0.000 (OR: 30.118); Number of birth p value 0,013 (OR 4,025); Prematurity p value 0.001 (OR 18.286); PROM p value 0.751 (OR 1.508); preeclampsia p value 1.000 (OR 0.804); and Cesarean Section p value 0.218 (OR 0.479). From multivariate analysis, the result was low birth weight p value 0.020; number of birth p value 0.003; prematurity p value 0.766; caesarean section p value 0,028.Conclusion: Risk factor of birth asphyxia in Wangaya General Hospital are low birth weight; number of birth (Primipara); and caesarean section. Latar Belakang: Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang serius di seluruh dunia. Ada beberapa penyebab dimana bayi tidak bisa mendapatkan oksigen yang cukup sebelum, selama, atau setelah lahir. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana neonatus tidak dapat memulai bernafas dengan spontan segera setelah lahr.Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor resiko terjadinya asfiksia neonatorum pada neonatus di RSUD Wangaya.Metode: Penelitian ini adalah penelitian case control. Data neonatus dan data ibu diambil dari data rekam medis di RSUD Wangaya sejak November 2018 hingga Maret 2019. Studi ini menggunakan consecutive sampling. Analisa bivariat menggunakan chi square dan analisa multivariat menggunakan regressi logistik.Hasil: Hasil dari analisa bivariat adalah: BBLR p value 0,000 (OR: 30.118); Paritas p value 0,013 (OR 4,025); Prematuritas p value 0.001 (OR 18.286); KPD p value 0.751 (OR 1.508); Preeklampsia p value 1.000 (OR 0.804); and Bedah Caesar p value 0.218 (OR 0.479). Dari analisa multivariat, hasilnya adalah BBLR p value 0.020; Paritas p value 0.003; prematuritas p value 0.766; bedah sesar p value 0,028. Simpulan: Fakor resiko terjadinya asfiksia neonatorum di RSUD Wangaya adalah BBLR; Paritas (Primipara); and bedah sesar.
Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada anak usia 6-59 bulan di RSUD Wangaya, Denpasar, Bali, Indonesia tahun 2019 Elien Yuwono; I Wayan Bikin Suryawan; Anak Agung Made Sucipta
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 1 (2020): (Available online: 1 April 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.421 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i1.572

Abstract

Background: Anemia is one of the four micronutrient problems in Indonesia. Based on Global Prevalence on Anemia, the Southeast Asian region is one of the areas with the highest prevalence of anemic populations, more than 53.8% of children aged 6-59 months were classified as mild anemia, and 3.6% of them are severe anemia. In the first 1000 day birth gold period, anemia was associated with delays and developmental disorders, both motor and intellectual, which may be irreversible. This study aims to analyze the risk factors for the incidence of anemia to optimize child development.Objective: To analyze the relations of the risk of age under two years old, low birth weight, underweight, short stunting, and not exclusive breastfeeding, to the incidence of anemia in children aged 6-59 months in Kaswari Room, Wangaya General Hospital, Denpasar in 2019.Methods: Observational analytic epidemiology design with case-control study. The research subjects were determined by consecutive sampling method and fulfilled the inclusion criteria with a comparison of case and control groups, namely 1: 1. Data were analyzed bivariate by chi-square statistical test and Odds Ratio (OR) at the significance limit of α=5%, and multivariate analysis was performed with logistic regression test. Data was processed using the Statistical Package for Social Science (SPSS) version 23 for Windows program.Results: The research subjects were 62 samples, consisting of 31 anemia samples, and 31 samples had no anemia. The results showed that there was no significant relationship between the risk of low birth weight and the incidence of anemia (95% CI = 0.80 - 22.29; p: 0.073), the risk of malnutrition with the incidence of anemia (95% CI = 0.81 - 63.85; p: 0.052), and the risk of not exclusive breastfeeding with the incidence of anemia (95% CI = 0.21 - 1.63; p: 0.440). However, there was a significant relationship between the risk of age <2 years with the incidence of anemia (OR 3.870; 95% CI = 1.34 - 11.17; p: 0.022) and the risk of short stature with the incidence of anemia (OR 7.686; 95% CI = 1, 92 - 30.70; p: 0.002). Logistic regression test results obtained significant results in short stature variables (sig 0.020; OR 5.379).Conclusion: age <2 years and short stature (stunting) have a significant relationship with the incidence of anemia in children aged 6-59 months in Kaswari Room, Wangaya Hospital, Denpasar in 2019. Latar belakang : Anemia merupakan salah satu dari empat masalah gizi mikro masyarakat Indonesia. Berdasarkan Global Prevalence on Anaemia, regio Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan dengan prevalensi tertinggi populasi anemia, lebih dari 53,8% anak usia 6-59 bulan diklasifikasikan anemia ringan, serta 3,6% di antaranya adalah anemia berat1. Pada periode emas 1000 HPK, anemia berhubungan dengan keterlambatan dan gangguan perkembangan baik motorik maupun intelektual yang mungkin irreversible2. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor risiko kejadian anemia sebagai langkah mengoptimalkan tumbuh kembang anak.Tujuan : Menganalisis hubungan risiko usia  < 2 tahun, berat badan lahir rendah, gizi kurang (underweight), perawakan pendek (stunting), dan tidak ASI eksklusif, terhadap kejadian anemia pada anak usia 6-59 bulan di Ruang Kaswari, RSUD Wangaya, Denpasar tahun 2019.Metode : Rancangan epidemiologi analitik observasional dengan desain studi case control. Subyek penelitian ditentukan dengan metode consecutive sampling, serta memenuhi kriteria inklusi dengan perbandingan kelompok kasus dan kontrol yaitu 1:1. Data dianalisis bivariat dengan  uji statistic chi-square dan Odds Ratio (OR) pada batas kemaknaan α 5%, serta dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistic. Data diproses menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 23 for Windows.Hasil : Subjek penelitian sejumlah 62 sampel, terdiri dari 31 sampel anemia dan 31 sampel tidak anemia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak didapatkan hubungan bermakna antara risiko berat badan lahir rendah dengan kejadian anemia (95% CI = 0,80 – 22,29; p:0,073), risiko gizi kurang dengan kejadian anemia (95% CI = 0,81 – 63,85; p:0,052),  serta risiko tidak ASI eksklusif dengan kejadian anemia (95% CI = 0,21 – 1,63; p:0,440). Namun didapatkan hubungan bermakna antara risiko usia < 2 tahun dengan kejadian anemia (OR 3,870; 95% CI = 1,34 – 11,17; p:0,022) dan risiko perawakan pendek dengan kejadian anemia (OR 7,686; 95% CI = 1,92 – 30,70; p:0,002). Hasil uji regresi logistic, didapatkan hasil bermakna pada variabel perawakan pendek (sig 0,020; OR 5,379).Kesimpulan:  usia < 2 tahun dan perawakan pendek (stunting) memiliki hubungan bermakna dengan kejadian anemia pada anak usia 6-59 bulan di Ruang Kaswari, RSUD Wangaya, Denpasar tahun 2019.
Hubungan kadar hemoglobin dengan kejang demam pada anak usia balita di RSUD Wangaya Komang Tria Anggareni; I Wayan Bikin Suryawan
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 2 (2020): (Available online: 1 August 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.53 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i2.596

Abstract

Latar Belakang: Sekitar 2-4% anak berumur 6 bulan hingga 5 tahun mengalami kejang demam dengan puncak insiden pada usia 18 bulan. Begitu pula halnya anemia, anak usia 6 hingga 30 bulan memiliki kadar hemoglobin terendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara kadar hemoglobin dengan kejang demam.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan penelitian potong lintang (cross-sectional) dilakukan di Ruang Kaswari RSUD Wangaya pada Bulan Agustus 2019. Pasien anak usia 6 bulan hingga 5 tahun dengan demam >38oC dengan kejang atau tanpa kejang yang dirawat inap yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukan ke dalam sampel dengan teknik consecutive sampling. Analisis bivariate dilakukan dengan uji Chi-square.Hasil: Dari 46 sampel yang didapat 20 pasien (43%) merupakan kejang demam, dan 26 pasien (57%) demam tanpa kejang. Pada kedua kelompok memiliki proporsi jumlah sampel laki-laki yang tidak jauh berbeda 60% dan 69% begitu pula dengan sampel perempuan. Kelompok usia terbanyak adalah kelompok usia 1-2 tahun yang mendominasi sekitar 37% dari sampel. Sebagian besar infeksi yang mendasari adalah infeksi saluran napas yaitu sekitar 35%. Hasil dari analisis uji Chi-square didapatkan hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin dan kejang demam (p<0,05).Simpulan: Ditemukan hubungan yang signifikan antara kadar hemoglobin yang rendah dengan kejang demam. Penelitian dengan rancangan prospektif perlu dilakukan untuk memastikan kadar hemoglobin sebagai faktor resiko kejang demam.
Faktor-faktor resiko kejadian pneumonia pada pasien pneumonia usia 12-59 bulan di RSUD Wangaya Susan Natalia Budihardjo; I Wayan Bikin Suryawan
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 1 (2020): (Available online: 1 April 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.915 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i1.645

Abstract

Background:  Pneumonia is the leading cause of under five children’s mortality worldwide. In Indonesia, pneumonia still the second largest cause of mortality in infants (12.3%) and under five children (13.2%) after diarrhea. However, the incidence of pneumonia didn’t receive some attention so it’s often referred as “the forgotten killer of children”. Therefore, the aim of our study is to control pneumonia in children under five by investigating the risk factors of pneumonia.Methods:  A case control study was conducted from January 2019 to May 2019 by using the consecutive sampling methods. The subjects were children aged 12-59 months old with pneumonia at Wangaya Hospital for the case and children aged 12-59 months old without pneumonia at Wangaya Hospital for the control. Subject’s characteristics such as gender, age, weight birth, immunization status, exclusive breastfeeding status, history of asthma, smoke exposure, and nutritional status. Matching was performed on exclusive breastfeeding variable. Will be done the bivariate analysis with McNemar and multivariate analysis with logistic regression.Result:  Among 96 subjects divided into 48 subjects in each group. Bivariate analysis showed that immunization status (p-value 0.009, OR 5.209) and smoke exposure (p-value 0.008, OR 2.238) were the significant risk factors of pneumonia. While gender, nutritional status, and history of asthma weren’t significant risk factors of pneumonia in children under five at Wangaya Hospital.Conclusion:  Incomplete immunization status and exposed to cigarette smoke are the risk factors of pneumonia in children aged 12-59 months old at Wangaya Hospital. Latar Belakang:  Pneumonia merupakan pembunuh nomor satu balita di dunia. Di Indonesia, Pneumonia menduduki peringkat kedua penyebab kematian bayi (12,3%) dan balita (13,2%) setelah diare. Sayangnya, kejadian pneumonia tidak begitu banyak mendapat perhatian khusus. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah mempelajari faktor-faktor resiko yang menyebabkan pneumonia.Metode:  Dengan menggunakan studi kasus-kontrol yang dilakukan pada bulan Januari 2019-Mei 2019 menggunakan metode sampel konsekutif. Subjek penelitian adalah anak berusia 12-59 bulan dengan pneumonia di RSUD Wangaya untuk kasus, dan anak berusia 12-59 bulan tidak dengan pneumonia di RSUD Wangaya untuk kontrol. Karakteristik subjek berupa jenis kelamin, usia, berat badan lahir, status ASI eksklusif, status imunisasi, riwayat asma, paparan asap, dan status gizi. Dilakukan matching pada variabel ASI eksklusif. Dan akan dilakukan analisis bivariat dengan uji McNemar dan multivariat dengan regresi logistik.Hasil: Sebanyak total 96 subjek, dengan 48 subjek untuk masing-masing kelompok penelitian. Didapatkan hasil yang signifikan pada faktor resiko status imunisasi (nilai p 0.009 dan OR 5.209) dan faktor resiko paparan asap (nilai p 0.008 dan OR 2.238). Sedangkan jenis kelamin, status gizi, dan riwayat asma tidak didapatkan hasil yang signifikan sebagai fakto resiko pneumonia di RSUD Wangaya.Simpulan: Status imunisasi yang tidak lengkap dan terpapar asap rokok merupakan faktor resiko terjadinya pneumonia pada anak usia 12-59 bulan di RSUD Wangaya.
Hubungan antara Mean Platelet Volume (MPV) dengan klinis sepsis neonatorum di RSUD Wangaya, Bali, Indonesia Stanley Haryono; I Wayan Bikin Suryawan; Anak Agung Made Widiasa
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 2 (2020): (Available online: 1 August 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.722 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i2.646

Abstract

Background: Neonatal sepsis is a disease that contributes significantly to infant morbidity and mortality, where the diagnosis is not specific to other diseases. In a state of sepsis, it is known that platelet production will increase due to the destruction of platelets so that there is a difference in platelet size or Mean Platelet Volume (MPV). This study aims to determine the relationship between MPV and clinical neonatal sepsis at Wangaya Hospital, Bali, Indonesia.Methods: This study used a cross-sectional study design with 47 patients at Wangaya Hospital, Denpasar, in June-September 2019. The inclusion criteria were neonates with suspicion of sepsis, and the exclusion criteria were neonates who received previous antibiotic therapy, neonates who had previously received blood transfusions. , neonates with severe congenital anomalies were selected using a consecutive sampling technique. The sample was divided into 2 groups: clinical sepsis and non-clinical sepsis, MPV used a limit value of 10.2 fl, and data were analyzed by SPSS version 23 for Windows.Results Most of the patients were male (66.7%), underwent section labor (77.8%), preterm birth (66.7%), birth weight (BBL) <2,500 grams (62.9%), and asphyxia (62.9%) in the non-septic group. Meanwhile, most of the sepsis group underwent labor (85%), preterm birth (70.0%), and asphyxia (75.0%). The results showed that there was a significant relationship between the MPV value and the risk of neonatal sepsis (RR: 8.16; 95% CI: 2.1-30.5; p = 0.003).Conclusion: The results of this study concluded that there was a significant difference between the MPV value and the incidence of neonatal sepsis. Latar Belakang: Sepsis neonatorum merupakan penyakit yang berkontribusi besar terhadap angka morbiditas dan mortalitas bayi dimana diagnosisnya bersifat tidak spesifik dengan penyakit lain. Pada keadaan sepsis, produksi trombosit diketahui akan meningkat akibat penghancuran trombosit sehingga adanya perbedaan ukuran trombosit atau Mean Platelet Volume (MPV). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara MPV dengan  klinis sepsis neonatorum di RSUD Wangaya, Bali, Indonesia.Metode: Penelitian menggunakan rancangan penelitian potong lintang terhadap 47 pasien yang bertempat di RSUD Wangaya, Denpasar pada bulan Juni-September 2019. Kriteria inklusi adalah neonatus dengan kecurigaan sepsis dan kriteria ekslusi adalah neonatus yang mendapat terapi antibiotik sebelumnya, neonatus yang pernah menerima transfusi darah sebelumnya, neonatus dengan anomali kongenital berat yang dipilih menggunakan teknik consecutive sampling. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu klinis sepsis dan bukan klinis sepsis, MPV menggunakan nilai batas 10,2 fl, dan data dianalisis dengan SPSS versi 23 untuk Windows.Hasil Sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki (66,7), menjalani persalinan seksio (77,8%), lahir preterm (66,7%), berat badan lahir (BBL) < 2.500 gram (62,9%), dan asfiksia (62,9%) pada kelompok tidak sepsis. Sedangkan pada kelompok sepsis sebagian besar menjalani persalinan seksio (85,%), lahir preterm (70,0%), dan asfiksia (75,0%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nilai MPV terhadap resiko terjadinya sepsis neonataroum (RR: 8,16; 95%IK: 2,1-30,5; p=0,003).Kesimpulan: Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai MPV dengan kejadian sepsis neonatarum. 
Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan kejadian hiperbilirubinemia pada neonatus di RSUD Wangaya, Bali, Indonesia Conchita Christal Yasadipura; I Wayan Bikin Suryawan; Anak Agung Made Sucipta
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 3 (2020): (Available online: 1 December 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.144 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i3.706

Abstract

Background: Hyperbilirubinemia is one of the clinical phenomena most often found in newborns and occurs in 60% of > 35 weeks neonates and 80% of < 35 weeks neonates.  Hyperbilirubinemia is one of the most common causes of infant death (2012, SDKI).  Prevalence and severity of hyperbilirubinemia are found to be higher in newborns with low birth weight (LBW). This study aims to determine the relationship between LBW and incidence of hyperbilirubinemia in neonates at Wangaya hospital.Methods: This study was an observational analytic study with cross sectional approach conducted in August – September 2019 at Wangaya hospital.  The study subjects were 98 infants aged 0-28 days admitted to Wangaya hospital from August-September 2019 and met the inclusion and exclusion criteria. The subjects were taken by consecutive sampling. Bivariate analysis was performed using the Chi-Square test and calculation of prevalence ratio. Data were analyzed by SPSS version 17 for Windows.Results: In this study, 98 samples were obtained, and from all of them, as much as 24.5% were found to be LBW, and 9 of them were experiencing hyperbilirubinemia. The result of hypothesis testing with the Chi-Square test obtained p-value=0.042 and PR-value=2.13.Conclusions: A significant correlation between LBW and incidence of hyperbilirubinemia in neonates at Wangaya hospital and LBW is a risk factor for the incidence of hyperbilirubinemia in neonates.  Latar Belakang: Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir dimana hiperbilirubinemia terjadi pada 60% dari neonatus > 35 minggu dan 80% dari neonatus < 35 minggu. Berdasarkan SDKI tahun 2012, hiperbilirubinemia merupakan salah satu penyebab kematian bayi tersering. Pravelensi dan tingkat keparahan hiperbilirubinemia ditemukan lebih tinggi pada bayi berat lahir rendah (BBLR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan BBLR dengan kejadian hiperbilirubinemia pada neonatus di RSUD Wangaya.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2019 di RSUD Wangaya. Subjek penelitian adalah bayi usia 0-28 hari yang dirawat di RSUD Wangaya selama bulan Agustus – September 2019 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling. Dilakukan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dan menggunakan perhitungan rasio prevalensi. Data dianalisis dengan SPSS versi 17 untuk Windows.Hasil: Pada penelitian ini didapatkan sampel sebanyak 98 sampel, dimana didapatkan sampel BBLR sebesar 24,5% dan 9 sampel diantaranya mengalami hiperbilirubinemia. Hasil uji hipotesis dengan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,042 dan nilai RP=2,13.Simpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara BBLR dengan hiperbilirubinemia pada nenonatus di RSUD Wangaya dan BBLR merupakan faktor resiko terhadap kejadian hiperbilirubinemia pada neonatus.
Nilai diagnostik dari mean platelet volume (MPV) pada sepsis neonatorum di RSUD Wangaya, Denpasar, Bali, Indonesia Jeven Reggie Santoso; I Wayan Bikin Suryawan; Made Ratna Dewi
Intisari Sains Medis Vol. 12 No. 1 (2021): (Available online : 1 April 2021)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.06 KB) | DOI: 10.15562/ism.v12i1.862

Abstract

Background: Neonatal sepsis is a clinical syndrome of systemic disease with high morbidity and mortality. Early diagnosis of neonatal sepsis is still difficult to be done. A cheap, fast, and accurate septic marker is needed. Several studies of mean platelet volume have been done and are considered as one of the markers that can help diagnose neonatal sepsis early and accurately. The objective of this study is to assess the diagnostic value of MPV in neonatal sepsis.Methods: This analytic observational study with the diagnostic test was done by collecting secondary data from medical records of neonates with suspicion of neonatal sepsis in Wangaya Hospital, Denpasar, from January 2019 to June 2020.  MPV cut-off point was determined with receiver-operating characteristic (ROC) curve. Sensitivity, specificity, positive predictive value (PPV), negative predictive value (NPV), and accuracy of MPV in neonatal sepsis were determined using a 2x2 table.Results: Of 104 sample subjects, 16 subjects (15.4%) were diagnosed with neonatal sepsis. MPV with a cut-off point of 9.95 fl had 62.5% sensitivity, 61.4% specificity, 22% PPV, 90% NPV, and 61% accuracy.Conclusion: MPV with a cut-off point of 9.95 fl can be used to diagnose neonatal sepsis with a 62.5% sensitivity and a 61.4% specificity.  Latar Belakang: Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinik penyakit sistemik yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada neonatus. Diagnosis sepsis neonatorum masih sulit dilakukan dengan cepat. Diperlukannya alat penanda sepsis yang murah, cepat, dan akurat. Beberapa penelitian mengenai mean platelet volume (MPV) telah dilakukan dan salah satu pilihan pemeriksaan yang diharapkan dapat membantu penegakan diagnosis sepsis neonatorum dengan cepat dan akurat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai diagnostik dari MPV pada sepsis neonatorum.Metode: Studi observasional analitik dengan uji diagnostik ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dari rekam medis neonatus yang dirawat di RSUD Wangaya, Denpasar dengan kecurigaan sepsis neonatorum dari Januari 2019 hingga Juni 2020. Titik potong nilai MPV akan ditentukan menggunakan kurva receiver-operating characteristic (ROC). Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), nilai duga negatif (NDN), dan akurasi dari nilai MPV pada sepsis neonatorum akan ditentukan menggunakan tabel 2x2.Hasil: Dari 104 subjek sampel, didapatkan subjek dengan diagnosis sepsis neonatorum sebesar 16 subjek (15.4%). Dengan titik potong MPV sebesar 9,95 fl, didapatkan nilai sensitifitas 62,5%, spesifisitas 61,4%, NDP 22%, NDN 90%, dan akurasi 61%.Kesimpulan: MPV dengan titik potong 9,95 fl dapat mendiagnosis sepsis neonatorum dengan sensitifitas 62,5% dan spesifisitas 61,4%.
Hubungan indeks platelet dengan derajat keparahan penyakit demam berdarah dengue pada anak di RSUD Wangaya Valerie Michaela Wilhelmina; I Wayan Bikin Suryawan; Kadek Suarca
Intisari Sains Medis Vol. 12 No. 2 (2021): (Available Online: 1 August 2021)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.029 KB) | DOI: 10.15562/ism.v12i2.992

Abstract

Background: Indonesia is an endemic country for Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Over 80% of children at age ?10 in Indonesia have been infected with dengue at least once. Dengue shock syndrome (DSS), as a severe clinical manifestation of DHF, has a high risk of mortality. The wide spectrum of dengue clinical manifestations poses a challenge to predict the progression of dengue infection into severe symptoms. Platelet indices (PI) are readily available laboratory parameters that mark the activity and quality of platelets. The purpose of this study is to investigate PI profile on pediatric DHF and the association with disease severity.Methods: This is an analytical observational study with a cross-sectional design. Samples are obtained consecutively from secondary data of children diagnosed with DHF in Wangaya Regional Hospital. Chi-square analysis was used to assess the association between groups of platelet indices; mean platelet volume (MPV), platelet distribution width (PDW), platelet large cell ratio (P-LCR), and plateletcrit (PCT) with severity parameter, namely; DHF grade, length of hospitalization, shock, and bleeding. Results: 150 subjects were included in the study. Bivariate analysis shows that MPV, PDW, and P-LCR does not correlate with any of the severity parameters. There is a significant correlation between PCT with the length of hospitalization (p=<0.001), shock (p=<0.001), and DHF grade (p=<0.001). PCT does not correlate with bleeding.Conclusion: There is a significant association between PCT PI and several parameters of DHF severity. PCT can be considered to predict DHF grade, length of hospitalization, and shock. Latar belakang: Indonesia merupakan negara endemis Demam Berdarah Dengue (DBD). Lebih dari 80% anak usia ?10 tahun di Indonesia telah terinfeksi dengue setidaknya satu kali. Sindrom syok dengue (SSD) sebagai manifestasi klinis berat dari DBD memiliki resiko kematian yang tinggi. Spektrum manifestasi klinis yang luas menjadi tantangan untuk memprediksi DBD yang akan berujung menjadi gejala berat. Indeks platelet (IP) merupakan parameter laboratorium yang mudah didapat dan menggambarkan aktivitas dan kualitas platelet. Tujuan dari studi ini adalah untuk mempelajari profil IP pada penyakit DBD anak dan hubungannya terhadap derajat keparahan penyakit.Metode: Studi penelitian merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Sampel diambil dari data sekunder pasien anak terdiagnosa DBD di unit rawat inap RSUD Wangaya dengan metode consecutive sampling. Analisis chi-square digunakan untuk menilai hubungan kelompok Indeks Platelet; mean platelet volume (MPV), platelet distribution width (PDW), platelet large cell ratio (P-LCR), dan plateletcrit (PCT) dengan parameter derajat keparahan yaitu grade DBD, lama rawat, syok, dan perdarahan.Hasil: Sebanyak 150 subjek masuk dalam kriteria inklusi. Analisis bivariat menunjukkan MPV, PDW, dan PLCR tidak berhubungan dengan parameter derajat keparahan. Terdapat hasil signifikan PCT dengan lama rawat (p=<0,001), syok  (p=<0,001), dan grade DBD (p=<0,001). PCT tidak berhubungan dengan perdarahan.Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara IP PCT dengan beberapa parameter derajat keparahan DBD. PCT dapat dipertimbangkan untuk memprediksi derajat keparahan penyakit yaitu grade DBD, lama rawat, dan syok.
Hubungan ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada anak usia 6 – 24 bulan di RSUD Wangaya Andrew Permana Suliarta; I Wayan Bikin Suryawan; Anak Agung Made Sucipta
Intisari Sains Medis Vol. 12 No. 2 (2021): (Available Online: 1 August 2021)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.74 KB) | DOI: 10.15562/ism.v12i2.1032

Abstract

Background: Diarrhea is a gastrointestinal tract disease with the highest incidence rate and the most common cause of death in children under five years old. Based on Riskesdas 2013, the prevalence of diarrhoea in Indonesia is between 1 – 4 years old. Diarrhea is particularly common in developing countries due to inadequate sanitation and hygiene, including a lack of safe, clean water for drinking and a lack of concern for nutrition and overall health. The risk of diarrhoea in children is also influenced by the pattern of breastfeeding. Exclusive breastfeeding in infants is known to protect the babies against diarrhea.Methods: This is an observational study where the data was collected from inpatient medical records between January – December 2019. This study was conducted analytically using a retrospective cross-sectional design. For sampling, a systematic random sampling technique was used. In this study, univariate analysis was used to get the distribution and the proportion of each variable. The relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of diarrhea was analyzed using chi-square. Statistical analysis was performed in a 95% coefficient interval (alpha = 0.05).Results: Fifty-six patients were enrolled after meeting the inclusion criteria; 58.3% are male. The number of children who had diarrhea was 36 (64.3%), from that number 38.9% are aged 6 to 12 months, and 61.1% are aged 13 to 24 months. Children who have received exclusive breastfeeding were 22 children (39.3%).  There is a relationship between exclusive breastfeeding to the incidence rate of diarrhea in children aged 6-24 months (p= 0.003). To determine the relative risk estimation using prevalence ratio (RP), with the study calculation obtained 0.51 (< 1).Conclusion: There is a significant relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of diarrhea in children aged 6-24 months. The prevalence ratio results in 0.51 it tells that exclusive breastfeeding is a protective factor against diarrhea.  Latar Belakang: Diare adalah salah satu penyakit sistem pencernaan yang memiliki angka kejadian tertinggi dan paling sering menyebabkan kematian pada anak berusia dibawah lima tahun. Faktor risiko diare pada anak juga dipengaruhi oleh pola pemberian ASI eksklusif. ASI eksklusif diketahui memiliki efek perlindungan pada bayi terhadap diare. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada anak usia 6 – 24 bulan.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang mengambil data dari rekam medis pasien anak berusia 6 – 24 bulan yang rawat inap bulan Januari – Desember 2019 di ruang Kaswari RSUD Wangaya. Penelitian ini dilakukan secara analitik menggunakan desain cross-sectional retrospektif. Untuk pengambilan sampel menggunakan cara systematic random sampling. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara bertahap yaitu dengan melakukan analisis univariat untuk memperoleh distribusi dan proporsi dari variabel-variabel yang diteliti serta analisis bivariat dengan uji statistik chi-square. Analitik yang dilakukan menggunakan interval kepercayaan 95% (alpha = 0,05).Hasil: Terdapat lima puluh enam sampel yang memenuhi kriteria inklusi, 58,3% diantaranya adalah laki-laki. Angka kejadian diare yang terjadi pada anak sebanyak 36 (64,3%), dari angka tersebut 38,9% berusia 6 – 12 bulan dan 61,1% berusia 13 – 24 bulan. Anak yang mendapat ASI eksklusif sebanyak 22 anak (39,3%). Dari hasil penelitian ini didapatkan hubungan antara ASI Eksklusif dengan angka kejadian diare pada anak usia 6 – 24 bulan (p = 0,003). Rasio prevalensi pada penelitian ini didapatkan sebesar 0,51 (< 1).Kesimpulan: Terdapat hubungan yg signifikan antara ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada anak usia 6 – 24 bulan. Dari hasil rasio prevalensi 0,51, menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko mengalami diare lebih rendah yaitu 0,51 kali apabila dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat ASI eksklusif.
Co-Authors A.A Made Sucipta A.A Made Widiasa A.A. Made Sucipta A.A. Made Widiasa Adi Wirawan Alberto Afrian Alice Indradjaja, Alice Aman B Pulungan Anak Agung Made Sucipta Anak Agung Made Sucipta Anak Agung Made Sucipta Anak Agung Made Sucipta Anak Agung Made Sucipta Anak Agung Made Sucipta, Anak Agung Made Anak Agung Made Widiasa Anak Agung Made Widiasa Anak Agung Made Widiasa Andreas Eric Andrew Permana Suliarta Arimbawa * Ayu Setyorini Mestika Mayangsari Bambang Tridjaja AAP, Bambang Tridjaja Bella Kurnia Bella Kurnia Bella Kurnia Cahaiantari, Ni Putu Elis Callista Beatrice Christina, Jessica Chyntia Conchita Christal Yasadipura Cynthia Cynthia Cynthia Cynthia Cynthia Cynthia Cynthia Jodjana Dewi, Made Ratna Doddy Kurnia Indrawan Edbert Wielim Elien Yuwono Erica Lidya Yanti Gosal, Jessica H Salim I Dewa Gede Ugrasena I Gde Doddy Kurnia Indrawan, I Gde Doddy Kurnia I Gusti Amanda Jaya I Gusti Lanang Sidiartha I Kadek Serisana Wasita I Kadek Suarca I Kadek Suarca I Made Arimbawa IB Mahendra Ida Bagus Ramajaya Sutawan, Ida Bagus Ramajaya Ida Bagus Wiadnyana IKG Suandi IM Widiaskara Imanuel Yulius Malino Jeven Reggie Santoso Jose RL Batubara Kadek Suarca Kadek Suarca Ketut Ariawati Komang Tria Anggareni Lukman, Leni Made Cynthia Mahardika Putri Made Dwi Purnami Made Ratna Dewi Made Ratna Dewi Made Widiasa Mayland Margaretha Sunata Melisa Anggraeni Mustika, Putu Pradnyanita PT Pramitha Putri Widyastiti, Ni Nyoman Putu Andrie Setiawan Putu Pramitha Rahayu Regina Suriadi Ruby Kurniawan Soetjiningsih Soetjiningsih Soetjiningsih Soetjiningsih Sriwaningsi, Lina Stanley Haryono Suarca, I Kadek Sukarno, Theodora Sunartini Sunartini Suriadi, Regina Susan Natalia Budihardjo sutanti sutanti Valerie Michaela Wilhelmina Widiasa - Wielim, Edbert William Grandinata Soeseno