Trisniartami Setyaningrum
Departemen/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSU Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia

Published : 49 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Sensitivity Difussion Test of Cefixime against Neisseria gonorrhoeae from Female Sex Worker with Cervicitis Gonorrhea without Complication who Follow Periodic Presumptive Treatment (PPT) Trisniartami Setyaningrum; Astindari Astindari; Hans Lumintang
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 29 No. 1 (2017): APRIL
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.745 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V29.1.2017.65-72

Abstract

Background: Neisseria gonorrhoeae as etiology of gonorrhoeae infection is considered to be most concerned because of emerging antibiotic resistant strains that compromise the effectiveness of treatment. The emergence of antibiotic resistance has remained a challenge for a few decades. The third generation cephalosporins such as cefixime and ceftriaxone are now the first-line therapy in many region, however, the reduction of the susceptibility to cephalosporins is likely to emerge and spread. Purpose: To evaluate susceptibility of cefixime to Neisseria gonorrhoeae with diffusion test in uncomplicated cervicitis gonorrheae of female sex worker who following Periodic Presumptive Treatment’s program. Methods: The study design was descriptive observational cross sectional for 3.5 months from November 2012-February 2013 in Putat Jaya Public Health Center Surabaya. Results: There were 21 isolates of N. gonorrhoeae from 86 cervical secretions which were performed cefixime diffusion susceptibility test. Based on in vitro cefixime diffusion susceptibility test against N. gonorrhoeae isolates obtained 7 isolates (33.3%) were resistant to cefixime and 14 isolates (66.7%) sensitive to cefixime. From sensitive isolates, 5 of 14 isolates (35.7%) had inhibition zone with a diameter of 31 mm which is the minimum limit of cefixime ability to inhibit the growth rate of N. gonorrhoeae. Conclusions: There were found N. gonorrhoeae isolates that resistant to cefixime and some isolates with near of concentration maximal inhibition of cefixime with diffusion test. Thus it’s necessary to perform sentivity test of cefixime to N. gonorrhoeae using dilution test to obtain the resistance of N. gonorrhoeae to cefixime.
Negative Response of Lymphocyte Transformation Test (LTT) in a Patient Diagnosed as Stevens-Johnson Syndrome: A Case Report Ryski Meilia Novarina; Trisniartami Setyaningrum
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 27 No. 2 (2015): BIKKK AGUSTUS 2015
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (890.252 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V27.2.2015.150-155

Abstract

Background: Evidences for the key role of T-lymphocytes in the pathophysiology of Stevens-Johnson syndrome (SJS) may be evaluated by drug patch test (DPT) and lymphocyte transformation test (LTT). Purpose: This LTT technology may reveal the role and function of T-lymphocytes for both diagnostic and research purposes. Case: A 33 year-old woman was admited in Dermatology and Venereology Ward at Dr. Soetomo General Hospital with skin and mucous membrane lesions after taking oral medication. Clinical and laboratory examination were performed, establishing the diagnosis of SJS caused by suspect amoxycillin and paracetamol. Case management: The suspected drug was discontinued immediately. Patient was given appropriate supportive treatment, systemic antibiotic, and intravenous dexamethasone with initial adjusted dose of 0.1-0.2 mg/kg/day daily according to clinical improvement. The DPT and LTT were performed 6 months after the lesions healed completely. Both DPT and LTT revealed negative results. LTT is based on the principle that T-cells proliferate in the presence of a specific-antigen, with sensitivity and specificity of 60-70% and 85%, respectively. The LTT revealed negative response, stimulation index (SI<2). Patients with SJS often show weak positive or even negative LTT response. Conclusions: Negative result of DPT in SJS does not exclude suspected drug. LTT is more objective and specific than DPT, however the clinical severity is not associated with high SI values.
Profil Ekspresi p16ink4a dan Tipe Human papillomavirus (HPV) pada Pasien Kondilomata Akuminata Wanita Afria Arista; Dwi Murtiastutik; Trisniartami Setyaningrum; Gondo Mastutik
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 2 (2018): AGUSTUS
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.09 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.2.2018.138-144

Abstract

Latar Belakang: Kondilomata akuminata (KA) merupakan penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human papillomavirus (HPV) dengan gejala berupa pertumbuhan tunggal atau multipel pada daerah anogenital. HPV risiko tinggi mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi keganasan, sedangkan HPV risiko rendah sangat jarang menimbulkan keganasan. Pemeriksaan p16ink4a digunakan untuk mendeteksi HPV yang berpotensi kearah keganasan. Deteksi genotipe HPV dengan menggunakan PCR memiliki sensitivitas yang sangat tinggi. Tujuan: Mengevaluasi profil ekspresi p16INK4a  pada lesi KA pada wanita dengan infeksi HPV tipe risiko rendah, risiko tinggi, dan infeksi multipel HPV. Metode: Penelitian deskriptif, observasional, cross sectional dengan melakukan pemeriksaan p16INK4a  dan genotyping HPV dengan teknik PCR lesi KA pada wanita. Hasil: Satu pasien dengan HPV risiko rendah (HPV 6 dan 11) memiliki gambaran p16ink4a negatif,  4 pasien memiliki gambaran p16ink4a sporadis, dan 2 pasien memiliki gambaran p16ink4a fokal, 1 pasien dengan HPV 18 memiliki gambaran p16ink4a difus, 1 pasien dengan infeksi multipel HPV 6,81,82,89 memiliki gambaran p16ink4a fokal, 4 pasien dengan infeksi multipel HPV memiliki gambaran p16ink4a difus. Simpulan: Terdapat 5  pasien dengan gambaran  p16INK4a  yang difus.  p16ink4a yang difus menunjukkan bahwa pada pasien tersebut memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi keganasan.
Perbandingan Kadar 8-Hydroxydeoxyguanosine (8-OhdG) Urin pada Dermatitis Atopik Anak dan Non-Dermatitis Atopik Anak Shinta Dewi Rahmadhani Soetojo; Iskandar Zulkarnain; Trisniartami Setyaningrum
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 3 (2018): DESEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.681 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.3.2018.216-223

Abstract

Latar belakang: Etiologi dan patogenesis dermatitis atopik (DA) masih belum jelas hingga saat ini. Banyak faktor diduga dapat memengaruhi terjadinya DA, salah satunya adalah peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat dinilai dengan mengukur konsentrasi 8-hydroksi-2’-deoksiguanosine (8-OHdG) urin.Penelitian analitik mengenai hubungan 8-OHdG urin pasien DA dan non-DA masih jarang ditemukan dan sampai saat ini belum ada publikasi yang serupa di Indonesia. Tujuan: Membandingkan kadar 8-OHdG urin pada pasien DA anak yang sedang eksaserbasi dan non-DA anak. Metode: Desain penelitian adalah analitik observasional dengan  membandingkan kadar 8-OHdG sebagai penanda urin pada pasien DA dan  non-DA anak sebagai kontrol. Populasi penelitian adalah semua pasien anak (£12 tahun) dengan diagnosis DA yang sedang mengalami eksaserbasi dan non-DA yang dikonfirmasi melalui anamnesis, manifestasi klinis, dan kriteria diagnosis Hanfin Rajka di Divisi Dermatologi Anak Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada November 2017 sampai Februari 2017. Hasil: Nilai rerata kadar 8-OHdG urin pada pasien DA adalah 79,77 ± 31,79 ng/mg kreatinin. Nilai rerata kadar 8-OHdG urin pada pasien kontrol adalah 16,92 ± 11,18 ng/mg kreatinin. Kadar 8-OHdG urin pada pasien DA lebih besar daripada kelompok kontrol. Simpulan: Pasien DA mengalami stress oksidatif. 8-OHdG merupakan produk yang banyak ditemukan di dalam tubuh dan mudah terdeteksi akibat kerusakan DNA oksidatif, karena itu dianggap sebagai penanda yang berguna dan relevan untuk stress oksidatif.
Studi Retrospektif: Alopesia Areata Agatha Anindhita Ayu Ardhaninggar; Trisniartami Setyaningrum
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 30 No. 3 (2018): DESEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.161 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V30.3.2018.255-263

Abstract

Latar Belakang: Alopesia areata (AA) adalah penyakit yang ditandai dengan kerontokan rambut pada kulit kepala secara tiba-tiba. Penegakan diagnosis AA dengan pemeriksaan fisik dan dermoskopi cukup mudah, namun penatalaksanaan pasien AA cenderung sulit.Terapi hanya merangsang pertumbuhan rambut yang baru, tetapi tidak memengaruhi perjalanan penyakit. Tujuan: Mengevaluasi gambaran umum dan penatalaksanaan pasien AA. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dalam kurun waktu 5 tahun yaitu tahun 2012-2016 di Divisi Kosmetik URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Hasil:  Jumlah pasien baru AA di Divisi Kosmetik Medik URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2012-2016 sebesar 0,6% dari 4875 pasien Divisi Kosmetik Medik. Sebesar 70% pasien baru AA adalah pria dan didominasi oleh kelompok usia 25-44 tahun (40%). Keluhan pasien AA terbanyak berupa kerontokan atau kebotakan rambut setempat pada 27 pasien (90%). Lama sakit terbanyak pasien baru AA adalah 0-6 bulan, yaitu sebanyak 20% pasien dengan riwayat tanpa pengobatan sebelumnya sebanyak 76,7%, kriteria diagnosis terbanyak adalah area kecil tidak berambut yang didapatkan pada 90% pasien. Subtipe AA yang paling banyak ditemukan adalah subtipe klasik sebanyak 90% pasien. Terapi AA yang banyak digunakan adalah pemberian topikal minoxidil (96,7%) dan suplemen kombinasi. Sebanyak 46,7% pasien melakukan kontrol ulang. Simpulan: AA banyak menyerang pria pada usia produktif. Terapi pertama yang diberikan adalah topikal minoxidil. Hasil terapi pada pasien yg melakukan kontrol ulang 50% menunjukkan perbaikan yaitu pertumbuhan rambut baru pada lesi AA.
Profil Pasien Urtikaria Aulia Rafikasari; Deasy Fetarayani; Trisniartami Setyaningrum
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 31 No. 3 (2019): DESEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (363.607 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V31.3.2019.122-127

Abstract

Latar Belakang: Sebanyak 15-20% manusia pernah mengalami episode urtikaria satu kali selama hidupnya. Urtikaria adalah erupsi pada kulit, berwarna merah, berbatas tegas, dan memutih bila ditekan. Prevalensi urtikaria di dunia berkisar antara 0,3%-11,3% tergantung besar populasi yang diteliti. Tujuan: Mengevaluasi profil dan gambaran umum pasien baru urtikaria. Metode: Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2015-2017. Metode yang digunakan adalah deskriptif retrospektif dengan mengevaluasi rekam medis pasien berupa umur, jenis kelamin, klasifikasi International Classification of Diseases (ICD) urtikaria, durasi urtikaria, dan pengobatan. Hasil: Didapatkan 463 pasien urtikaria. Pasien didominasi oleh rentang umur antara 12-25 tahun. Diagnosis terbanyak adalah urtikaria alergi sebanyak 36% pada tahun 2015, 34% tahun 2016, dan meningkat menjadi 40% pada tahun 2017. Pengobatan yang paling sering dilakukan adalah golongan obat antihistamin H1 generasi kedua. Kombinasi antihistamin H1 dan H2 juga masih banyak digunakan untuk terapi urtikaria. Simpulan: Pasien urtikaria di RSUD Dr. Soetomo tidak mengalami banyak perubahan bila dibandingkan dengan data profil urtikaria yang dilakukan tahun sebelumnya. Pengobatan urtikaria yang dilakukan kurang sesuai dengan guideline urtikaria terbaru tahun 2014.
Pengaruh Vitamin D3 pada Dermatitis Atopik Anak di Indonesia Yuli Wahyu Rahmawati; Iskandar Zulkarnain; M Yulianto Listiawan; Trisniartami Setyaningrum; Irmadita Citrashanty; Lisa Aditama; Christina Avanti
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 31 No. 2 (2019): AGUSTUS
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.837 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V31.2.2019.123-129

Abstract

Latar Belakang: Vitamin D berperan pada homeostasis dan metabolisme kalsium. Selain fungsi tersebut, vitamin D juga berperan penting pada sistem kekebalan tubuh. Peran vitamin D terhadap sistem kekebalan tubuh telah diteliti akhir–akhir ini dengan penemuan reseptor vitamin D (VDR) pada jenis sel yang berbeda. Reseptor vitamin D telah diidentifikasi pada hampir semua sel sistem kekebalan termasuk sel T, sel B, neutrofil, makrofag, dan dendritic cell (DC). Penelitian yang menghubungkan kekurangan vitamin D dengan peningkatan risiko keganasan (terutama kolorektal), dermatitis atopik (DA), autoimun, infeksi, dan kardiovaskular banyak dilakukan pada dekade terakhir ini. Di antara faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis DA, kekurangan vitamin D pada pasien DA  menjadi topik yang penting saat ini. Tujuan: Mengetahui pengaruh vitamin D3 pada pasien DA anak. Metode: Penelitian cohort pada pasien DA anak yang memenuhi kriteria inklusi yang diberikan sirup vitamin D3 selama 28 hari, kemudian dilakukan pengukuran kolonisasi Staphylococcus aureus sebelum dan sesudah pemberian vitamin D3. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan penurunan kolonisasi Staphylococcus aureus sebelum dan setelah pemberian vitamin D3 pada pasien DA anak, dengan nilai p=0,0001. Simpulan: Vitamin D3 dapat menurunkan kolonisasi Staphylococcus aureus pada pasien DA anak.
The Analysis of Serum Vitamin D (25[OH]D) Level in Psoriasis Patients Comparing with Control Subjects Ade Fernandes; Muhammad Yulianto Listiawan; Evy Ervianti; Trisniartami Setyaningrum
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 32 No. 2 (2020): AUGUST
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/bikk.V32.2.2020.111-118

Abstract

Background: Vitamin D has been shown to have an immunomodulatory effect, and previous studies have proven that vitamin D deficiency contributed to several autoimmune diseases, including psoriasis. Purpose: The purpose of this study was to determine serum vitamin D levels in psoriasis vulgaris patients and compare them with control subjects. Methods: The research samples were sixteen adults with psoriasis vulgaris and 16 control subjects. Blood samples were taken, and the serum 25 (OH) D levels were measured using the Chemiluminescent Microparticle Immunoassay method. Result: The mean serum vitamin D in psoriasis vulgaris patients and controls were 14.36 ± 6.36 and 19.92 ± 7.59 ng/mL, respectively. No psoriasis vulgaris were observed in patients with normal 25(OH)D levels, and only 3 control subjects with normal serum 25(OH)D levels. These results were not statistically significant (p = 0.09). Conclusion: Most patients with psoriasis vulgaris were observed having vitamin D deficiency. However, the prevalence of vitamin D deficiency in the control subjects was high as well. Therefore, there were no differences in serum 25(OH)D levels between psoriasis vulgaris and control patients.
Efek Pemberian Lactobacillus plantarum IS-10506 terhadap Indeks Scoring Atopic Dermatitis (SCORAD) Pasien Dermatitis Atopik Dewasa Derajat Ringan-Sedang: Uji Klinis Acak Terkontrol, Tersamar Ganda Abdul Karim; Trisniartami Setyaningrum; Cita Rosita Sigit Prakoeswa
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 31 No. 3 (2019): DESEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.415 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V31.3.2019.85-92

Abstract

Latar belakang: Efek terapi probiotik pada dermatitis atopik (DA) telah dibuktikan, namun hanya beberapa studi pada populasi dewasa dan hasilnya masih tidak konsisten. Ketidakseimbangan sel T-helper (Th)1 dan Th2 diduga memengaruhi kadar imunoglobulin (Ig) E, yang juga memengaruhi indeks Scoring Atopic Dermatitis (SCORAD). Penatalaksanaan standar yang telah ada hanya mengurangi gejala DA. Lactobacillus plantarum (LP) IS-10506 merupakan probiotik yang diisolasi dari dadih, suatu fermentasi susu kerbau tradisional asli Indonesia yang diharapkan akan memperbaiki gejala DA karena efek imunomodulator. Tujuan: Mengevaluasi perbaikan indeks SCORAD setelah pemberian LP IS-10506 pada DA dewasa derajat ringan-sedang. Metode: Uji klinis acak terkontrol tersamar ganda terhadap 30 pasien DA dewasa derajat ringan-sedang dirandomisasi untuk mendapatkan LP (dosis: 2x1010 cfu/hari) atau plasebo selama 8 minggu di Divisi Alergi Imunologi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Indeks SCORAD dievaluasi sebelum, minggu ke-4, dan sesudah intervensi (minggu ke-8). Hasil: Sebesar 15 sampel pada kelompok LP dan 15 sampel pada kelompok plasebo dapat menyelesaikan studi. Nilai SCORAD pada kelompok LP lebih rendah dibanding plasebo dengan rerata selisih yang berbeda bermakna pada minggu ke-4 (p = 0,040) dan minggu ke-8 (p = 0,022). Simpulan: Pemberian LP IS-10506 dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada DA dewasa derajat ringan-sedang karena memiliki efek imunomodulator.
Kualitas Hidup Pasien Dewasa Muda dengan Akne Vulgaris Derajat Sedang di Indonesia Diah Mira Indramaya; Menul Ayu Umborowati; Amanda Gracia Manuputty; Ridha Ramadina Widiatma; Eva Lydiawati; Trisniartami Setyaningrum; Rahmadewi Rahmadewi
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Vol. 31 No. 3 (2019): DESEMBER
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.802 KB) | DOI: 10.20473/bikk.V31.3.2019.110-115

Abstract

Latar Belakang: Akne vulgaris (AV) adalah penyakit inflamasi kronik yang menyerang unit pilosebasea yang paling banyak menyerang pasien dewasa muda di hampir seluruh negara. Pasien dengan akne vulgaris dapat mengalami tekanan psikologis sehingga memengaruhi kualitas hidup pasien. Tujuan: Mengevaluasi kualitas hidup pasien akne vulgaris derajat sedang. Metode: Merupakan penelitian potong lintang observasional dengan menggunakan kuesioner yang melibatkan pasien AV derajat sedang yang mendapatkan terapi AV standar dan penambahan fototerapi sinar biru pada periode Desember 2017 hingga Februari 2018 di Divisi Kosmetik Medik Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Hasil: Sejumlah 40 pasien berusia 16 – 25 tahun dengan rata-rata 19,22 ± 2,76 tahun. Subjek merasakan AV berefek berat terhadap kualitas hidupnya (65%), diikuti dengan yang merasakan berefek sedang (20%), berefek ringan (10%), berefek sangat berat (2,5%), dan tidak ada efek terhadap kualitas hidup (2,5%). Skor total kuesioner Dermatology Life Quality Index (DLQI) dianalisis korelasi dengan variabel lama sakit dan usia subjek menggunakan uji Spearman’s rho. Analisis tersebut menunjukkan adanya korelasi yang bermakna antara skor DLQI total dengan lamanya subjek menderita AV (p = 0,037; CI 95%). Kekuatan korelasi antar kedua variabel (r) negatif lemah. Hal tersebut berarti semakin lama durasi menderita AV maka semakin kecil skor DLQI total. Skor DLQI total dikatakan tidak berkorelasi dengan usia subjek (p = 0,318; CI 95%). Simpulan: Penelitian ini menunjukkan penurunan kualitas hidup pada pasien akne derajat sedang, dan kualitas hidup berkorelasi dengan lama durasi menderita AV.
Co-Authors Abdul Karim Ade Fernandes Afif Nurul Hidayati, Afif Nurul Afria Arista Afria Arista Afria Arista, Afria Agatha Anindhita Ayu Ardhaninggar Alarik L., Albertus Alphania Rahniayu Amanda Gracia Manuputty Amira Suryani Rahmatika Anggraeni, Sylvia Arifa Mustika Artaria Tjempakasari, Artaria Asrianti, Nur Ilma Astindari Astindari Astindari Astindari Astindari Astindari, Astindari Aulia Rafikasari Axelia, Presstisa Gifta Bagus Haryo Kusumaputra, Bagus Haryo Budiono Budiono Christina Avanti Cita Rosita Sigit Prakoeswa Cita Rosita SP Damayanti Damayanti - Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Damayanti Deasy Fetarayani Diah Mira Indramaya Dinar Witasari Dwi Murtiastutik Dyah Ratri Anggarini Dyah Ratri Anggarini, Dyah Ratri Eden Leonita Eva Lydiawati Evy Ervianti Febrina Dewi Pratiwi Gondo Mastutik Hadiwidjaja, Farsha Naufal Hans Lumintang Hans Lumintang, Hans Lumintang,, Hans Hari Sukanto Hening Laswati Indiastuti, Danti Nur Irmadita Citrashanty Irmadita Citrashanty, Irmadita Irwadi, Irfiansyah Iskandar Zulkarnain Kathrin Kezia Henry Koesandrini, Kinanthi KUSUMASTUTI, ETTY HARY Linda Astari, Linda LINGGA, FEBRINA DEWI PRATIWI Lisa Aditama, Lisa Lutfia Ariska Ramadhani M. Yulianto Listiawan Mappamasing, Hasnikmah Marsudi Hutomo Marsudi Hutomo, Marsudi Maylita Sari Maylita Sari, Maylita Medhi Denisa Alinda, Medhi Denisa Menul Ayu Umborowati Menul Ayu Umborowati Menul Ayu Umborowati, Menul Ayu Nabiha Missaoui Ngesti Kumalasari, Diah Pramitha, Riezky Januar Puspowati, Erindah Putri Brillian Betrista Viorizka Qurnianingsih, Ema Rahmadewi Rahmadewi Rahmadewi Ramadhina, Anasya Putri Renata Mayangsari Ridha Ramadina Widiatma Rozita Maharani, Dinda Ryski Meilia Novarina Ryski Meilia Novarina Ryski Meilia Novarina, Ryski Meilia Samsriyaningsih Handayani Sawitri Sawitri Shakti Indraprasta Shakti Indraprasta, Shakti Shelma Maharani Shinta Dewi Rahmadhani Soetojo Suhartono Taat Putra Sulaksanaswastho Suyoso Sunarto, Olivia Awwalin Susanto, Ester Chateline Tasya Wikassa Tengku Riza Zarzani N Widyantari, Septiana Willy Sandhika Yasmin Adzra Nabila Yosi Charly Yuani Setiawati Yuli Wahyu Rahmawati Yuri Widia, Yuri Zada Febrial Effendy Zada Febrial Effendy, Zada Febrial