Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

PROBLEMATIKA KEPATUHAN DAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DALAM PEMILIHAN UMUM INDONESIA TAHUN 2024 Abra, Emy Hajar; Rahmayani, Nuzul
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 17, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31602/al-adl.v17i1.14131

Abstract

Ada beberapa Peraturan KPU (PKPU) yang sangat problemtik dalam perjalanan demokrasi pemilihan umum Indonesia. Problematika yang akan di kaji tersebut diantaranya adalah syarat presentase 30% Perempuan partai politik dalam pemilihan umum (pemilu), syarat laporan harta kekayaan, dan laporan sumbangan dana kampanye. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana problematika PKKPU dalam pemilihan umum tahun 2024. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal atau normatif dengan sumber data sekunder dari berbagai bahan hukum yang relevan yang kemudian dianalisis dengan cara deskriptif kualitatif. Beberapa persoalan diatas menyebabkan hilangnya penegakkan hukum dan sangat berpotensi pada bermasalahnya integritas peserta pemilihan umum. Problematika tersebut semakin tidak berkesudahan ketika PKPU terkait presentase perempuan dan syarat mantan narapidana diajukan uji materi ke Mahkamah Agung dan dikabulkan. Namun KPU tetap tidak melaksanakan putusan Mahkamah Agung tersebut. Hal tersebut tidak hanya mencederai penegakkan hukum semata, namun juga menjadi salah satu akar persoalan demokrasi dalam pemilihan umum 2024 di Indonesia. Jika KPU adalah satu-satunya pelaksana konstitusional pesta demokrasi pemilu, namun beragam persoalan ketaatan hukum dan problematika regulasi tidak memiliki penyelesaian persoalan yang baik, maka KPU menjadi preseden buruk perjalanan demokrasi, sekaligus mencederai nilai-nilai konstitusi itu sendiri.
Hukum Perjanjian dalam Integrasi Kecerdasan Buatan Dan Perlindungan Data di Era Bisnis Digital Niksen Manalu; Pristika Handayani; Emy Hajar Abra
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 2 (2025): AUGUST
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i2.11999

Abstract

This study aims to analyze the application of fundamental principles of contract law in the context of artificial intelligence (AI) usage and personal data management within the digital business ecosystem, and to formulate a concept of contract law reform responsive to technological advancement. The urgency lies in the growing use of AI in contract formation and data processing in digital agreements, which current Indonesian law does not adequately address. This study applies a normative juridical method with statutory and conceptual approaches. The results indicate that the principles of consensualism, freedom of contract, good faith, and legal certainty as stipulated in the Civil Code require reinterpretation to remain relevant in contracts involving automated systems. The novelty of this study lies in the integration of personal data protection, as regulated by Law No. 27 of 2022, as a substantive element within digital contract clauses. The conclusion is that without responsive legal reform, digital agreements risk creating imbalances in legal protection and eroding public trust. The study recommends new regulations and the development of soft law instruments such as standardized digital contract guidelines and personal data protection clauses. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip dasar hukum perjanjian dalam konteks penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan pengelolaan data pribadi dalam ekosistem bisnis digital, serta merumuskan konsep pembaruan hukum perjanjian yang adaptif terhadap perkembangan teknologi informasi. Urgensi penelitian ini terletak pada meningkatnya penggunaan AI dalam proses pembuatan kontrak dan pemrosesan data dalam perjanjian digital yang belum sepenuhnya diakomodasi oleh sistem hukum Indonesia. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip konsensualisme, kebebasan berkontrak, iktikad baik, dan kepastian hukum dalam KUHPerdata perlu direinterpretasi ulang agar relevan dalam perjanjian yang melibatkan sistem otomatis. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada integrasi perlindungan data pribadi, sesuai dengan UU No. 27 Tahun 2022, sebagai bagian substantif dalam klausul kontrak digital. Kesimpulannya, tanpa pembaruan hukum yang responsif, perjanjian digital berpotensi menimbulkan ketimpangan perlindungan hukum dan kepercayaan publik yang rendah. Penelitian merekomendasikan perlunya regulasi baru dan pengembangan soft law berupa pedoman standar kontrak digital dan perlindungan data pribadi.  
Tipu Muslihat dalam Perspektif Hukum Pidana: Analisis Penalaran Yuridis Hakim dalam Menentukan Unsur Penipuan Alwan Hadiyanto; Emy Hajar Abra; Linayati Lestari
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 2 (2025): AUGUST
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i2.12062

Abstract

This research aims to analyse the interpretation and application of the element of deception by judges in cases of criminal fraud based on juridical considerations in court decisions, especially in the context of the legal relationship of agreements. In judicial practice, there is often an overlap between the realms of civil and criminal law, especially when a default is qualified as fraud. This raises legal issues that require consistent and rational juridical reasoning from judges. The urgency of this research lies in the need to understand how judges assess and interpret the elements of deceit that are often in a grey area, as well as how judges' discretion is used to integrate legal norms with a sense of substantive justice. The method used is a normative legal research method, with a statute approach, which examines the provisions in the old and new Criminal Code (KUHP) that are relevant to the element of deception. This research also uses a literature study and analysis of court decisions to strengthen the theoretical and practical basis. The novelty of this research lies in its focus on aspects of judges' juridical reasoning in interpreting the elements of deceit, not merely on procedural aspects or sociological phenomena, so that it is expected to contribute to strengthening the quality of legal considerations in criminal justice practice. This study recommends that law enforcement authorities adopt a more rigorous juridical reasoning approach in distinguishing between breach of contract and criminal fraud to prevent the criminalization of civil cases.   Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penafsiran dan penerapan unsur tipu muslihat oleh hakim dalam perkara tindak pidana penipuan berdasarkan pertimbangan yuridis dalam putusan pengadilan, khususnya dalam konteks hubungan hukum perjanjian. Dalam praktik peradilan, sering kali ditemukan tumpang tindih antara ranah hukum perdata dan pidana, terutama ketika suatu wanprestasi dikualifikasikan sebagai penipuan. Hal ini menimbulkan persoalan hukum yang memerlukan penalaran yuridis yang konsisten dan rasional dari hakim. Urgensi penelitian ini terletak pada kebutuhan untuk memahami bagaimana hakim menilai dan menafsirkan unsur tipu muslihat yang kerap berada di wilayah abu-abu, serta bagaimana diskresi hakim digunakan untuk mengintegrasikan norma hukum dengan rasa keadilan substantif. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yang menelaah ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan baru yang relevan dengan unsur penipuan. Penelitian ini juga menggunakan studi pustaka dan analisis terhadap putusan pengadilan untuk memperkuat landasan teoritik dan praktis. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada fokusnya terhadap aspek penalaran yuridis hakim dalam menafsirkan unsur tipu muslihat, tidak sekadar pada aspek prosedural atau fenomena sosiologis, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penguatan kualitas pertimbangan hukum dalam praktik peradilan pidana. Penelitian ini merekomendasikan agar aparat penegak hukum agar lebih mengedepankan penalaran yuridis yang mendalam dalam membedakan antara wanprestasi dan tindak pidana penipuan, guna mencegah terjadinya kriminalisasi terhadap perkara perdata.
Problematika Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Kepala Daerah Walikota Batam Tahun 2024 di Mahkamah Konsitusi Indonesia Sabar Sabar; Emy Hajar Abra; Alwan Hadiyanto
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 3 (2025): DECEMBER (Article in Press)
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i3.12624

Abstract

This study aims to analyze the problems in resolving the 2024 Batam Regional Head Election (Pilkada) disputes at the Constitutional Court of Indonesia. The background of this research lies in the increasing number of electoral disputes that burden the Court, with an urgency to assess whether the existing mechanism can ensure electoral justice. The findings reveal novelty in two critical aspects: first, the identification of inconsistencies between posita and petitum in the petition, which undermines the principle of legal certainty; and second, the urgency of establishing a special electoral court as a structural solution to the Constitutional Court’s heavy caseload. The study concludes that the practice of dispute resolution in the Court still faces a gap between constitutional norms and factual realities. Practical recommendations include revising the Constitutional Court Regulation (PMK) to set stricter standards for petitions and providing continuous electoral legal education for candidates and their legal counsels to strengthen legal certainty and substantive justice. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis problematika penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Batam tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi. Latar belakang penelitian didasarkan pada tingginya eskalasi sengketa hasil Pilkada di Indonesia yang membebani MK, dengan urgensi menilai sejauh mana mekanisme penyelesaian sengketa mampu mewujudkan keadilan elektoral. Hasil penelitian menunjukkan adanya kebaruan pada dua aspek penting: pertama, identifikasi inkonsistensi antara posita dan petitum dalam permohonan yang berimplikasi pada asas kepastian hukum; kedua, perlunya pembentukan peradilan khusus pemilu sebagai solusi struktural terhadap beban perkara yang terus meningkat di MK. Penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik penyelesaian sengketa di MK masih menghadapi kesenjangan antara norma konstitusi dan realitas faktual. Rekomendasi yang diberikan adalah perlunya revisi Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) agar lebih tegas mengatur standar permohonan, serta penyelenggaraan pendidikan hukum elektoral bagi peserta Pilkada dan kuasa hukumnya guna memperkuat kepastian hukum dan keadilan substantif.
Kewenangan Badan Pengusahaan Batam Dalam Eksekusi Lahan di Kota Batam Hanafi Hanafi; Emy Hajar Abra; Parningotan Malau
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 3 (2025): DECEMBER (Article in Press)
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i3.12625

Abstract

The purpose of this study is to analyse the extent of juridical authority of Batam Management Agency in the process of land execution, and to review the extent to which such authority is exercised in accordance with the principles of law and justice. The authority possessed by BP Batam often causes polemics in the community, especially when there is a land vacancy or execution that is allegedly not accompanied by adequate juridical and social approaches. This research is important because it aims to understand the actual extent of BP Batam's authority in managing an area that falls within its jurisdiction. This research uses a normative research method, which examines the authority of BP Batam and the issues arising from such authority, especially in the community of Batam Island and its surroundings. Although BP Batam has the authority based on laws and regulations, the implementation of land executions often leads to social conflicts, such as those in Rempang and Galang Islands. There is a need for regulatory reform, separation of authority between the Mayor of Batam and the Head of BP Batam to avoid overlapping authority, and strengthening inter-institutional coordination through the establishment of local regulations or policies that favour the interests of the community. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauh mana kewenangan Badan Pengelola Batam secara yuridis dalam proses eksekusi lahan, serta meninjau sejauh mana kewenangan tersebut dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan keadilan. Kewenangan yang dimiliki BP Batam kerap menimbulkan polemik di tengah masyarakat, terutama ketika terjadi pengosongan atau eksekusi lahan yang diduga tidak disertai pendekatan yuridis dan sosial yang memadai. Penelitian ini sangat penting karena untuk memahami sampai mana sebenarnya kewenangan yang dimiliki oleh BP Batam dalam mengelola suatu wilayah yang termasuk otoritasnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yaitu meneliti mengenai kewenangan BP Batam dan hal-hal yang ditimbulkan dari kewenangan tersebut terutama di masyarakat pulau batam dan sekitarnya. Meskipun BP Batam memiliki otoritas berdasarkan peraturan perundang-undangan, pelaksanaan eksekusi lahan kerap kali menimbulkan konflik sosial, seperti yang terjadi di Pulau Rempang dan Galang. Perlu adanya pembaruan regulasi, pemisahan otoritas antara Wali Kota Batam dan Kepala BP Batam untuk menghindari tumpang tindih kewenangan, serta penguatan koordinasi antar lembaga melalui pembentukan perda atau kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat.
Pelaksanaan Mediasi Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung  Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Sonia Nahda; Emy Hajar Abra; Pristika Handayani
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 3 (2025): DECEMBER (Article in Press)
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i2.12696

Abstract

This study aims to analyze the implementation of mediation at the Batam Religious Court based on Supreme Court Regulation Number 1 of 2016 on Mediation Procedures. The research is motivated by the fact that although mediation is mandated as a preliminary stage in every civil case, its effectiveness remains limited due to structural and cultural challenges, particularly the shortage of judges and the low level of public legal awareness. The urgency of this study lies in providing an empirical perspective that complements previous research, which has generally been normative, broad, or limited to specific types of cases. This study uses a normative juridical research method. Using Lawrence M. Friedman’s legal system theory, the analysis reveals an imbalance between the legal structure, which lacks adequate institutional support, the legal substance, which is often treated as a mere formality, and the legal culture, which shows weak societal commitment to mediation as a path to peaceful settlement. The novelty of this research lies in its contextual findings on the concrete implementation of mediation in Batam, filling a gap left by previous studies. The study concludes that strengthening the number and capacity of judges and external mediators, optimizing the substantive application of mediation rules, and enhancing public legal literacy through sustained outreach are essential. These recommendations are expected to reinforce mediation as an effective, fair, and accessible dispute resolution mechanism in line with the principles of simple, speedy, and low-cost justice.   Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Batam berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi. Latar belakang penelitian ini berangkat dari kenyataan bahwa meskipun mediasi diwajibkan sebagai tahapan awal dalam setiap perkara perdata, efektivitasnya masih menghadapi berbagai kendala, terutama keterbatasan jumlah hakim dan rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Urgensi penelitian ini terletak pada kebutuhan untuk menghadirkan kajian empiris yang mampu melengkapi penelitian terdahulu yang cenderung bersifat normatif, umum, atau terbatas pada satu jenis perkara. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan mediasi secara normatif telah sesuai prosedur, tetapi belum sepenuhnya berjalan efektif. Analisis menggunakan teori sistem hukum Lawrence M. Friedman memperlihatkan adanya ketidakseimbangan antara struktur hukum yang belum didukung kelembagaan memadai, substansi hukum yang sering dipersepsi sekadar formalitas, dan budaya hukum masyarakat yang belum sepenuhnya mendukung penyelesaian sengketa secara damai. Kebaruan penelitian ini terletak pada penjelasan implementasi konkret mediasi di Batam yang mengisi kekosongan penelitian sebelumnya. Kesimpulan penelitian ini menegaskan perlunya penguatan jumlah dan kapasitas hakim maupun mediator eksternal, optimalisasi penerapan substansi hukum agar lebih implementatif, serta peningkatan literasi hukum masyarakat melalui sosialisasi yang berkesinambungan. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat mendorong mediasi sebagai instrumen penyelesaian sengketa yang lebih efektif, cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.
Dinamika Politik Identitas Dalam Pemilu 2024: Tantangan Bagi Konsolidasi Demokrasi Di Indonesia Susanto Susanto; Emy Hajar Abra; Alwan Hadiyanto
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 3 (2025): DECEMBER (Article in Press)
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i3.12697

Abstract

This study aims to analyze the forms of identity politics in the 2024 elections and the extent to which these practices challenge the consolidation of democracy in Indonesia. The research is motivated by concerns over the widespread use of SARA issues, religious symbols, and digital narratives spread by buzzers and influencers, which have triggered social polarization, disinformation, and political character assassination. The study employs a normative legal method with statutory, conceptual, and case approaches, using a literature review of regulations, doctrines, and academic works. The findings reveal that identity politics in the 2024 elections manifested in various forms, including religion, gender, age, lineage, and digital politics, which negatively affected social integration and the quality of democracy. However, identity politics may also play a positive role as a means of empowering marginalized groups in promoting equality and human rights. The novelty of this research lies in its critical analysis of digital identity politics, which has become increasingly massive, thus offering a new perspective on the challenges of democracy consolidation in the digital era. The study recommends strengthening political education, enforcing campaign ethics, regulating digital media, and fostering cross-identity dialogue to promote an inclusive and civilized democracy.   Penelitian ini bertujuan menganalisis bentuk-bentuk politik identitas dalam Pemilu 2024 dan sejauh mana praktik tersebut menjadi tantangan bagi konsolidasi demokrasi di Indonesia. Latar belakang penelitian didasari oleh kekhawatiran atas maraknya penggunaan isu SARA, simbol keagamaan, serta narasi digital melalui buzzer dan influencer yang memicu polarisasi sosial, disinformasi, hingga pembunuhan karakter politik. Metode yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus, melalui studi kepustakaan atas regulasi, doktrin, serta literatur akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa politik identitas dalam Pemilu 2024 hadir dalam beragam bentuk, mulai dari isu agama, gender, usia, garis keturunan, hingga politik digital, yang berdampak negatif terhadap integrasi sosial dan kualitas demokrasi. Namun, politik identitas juga dapat berfungsi positif sebagai sarana perjuangan kelompok marginal dalam memperjuangkan kesetaraan dan hak asasi manusia. Kebaruan penelitian ini terletak pada analisis kritis terhadap politik identitas di ruang digital yang semakin masif, sehingga memberikan perspektif baru mengenai tantangan konsolidasi demokrasi di era digital. Rekomendasi penelitian menekankan pentingnya pendidikan politik, penegakan etika kampanye, penguatan regulasi media digital, serta dialog lintas identitas guna mendorong demokrasi yang inklusif dan berkeadaban.
TEACHER'S STRATEGIES IN OVERCOMING LEARNING BARRIERS IN EFL CLASSROOM Pakpahan, Sirintin; Azeva, Dian Zahira; Simanjuntak, Azzura Annisa; Herlina, Herlina; Bahri, Dwi Ichwanul; Deswandra, Ilham; Dewi, Desi Surlitasari; Sugiharti, Sri; Abra, Emy Hajar; Perwira, Andika
JURNAL DIMENSI Vol 13, No 3 (2024): JURNAL DIMENSI (NOVEMBER 2024)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/dms.v13i3.8193

Abstract

The purpose of this study is to identify the strategies that EFL teachers use to overcome learning barriers in the classroom. A mixed methods approach was used to collect data through a Likert-scale questionnaire with 30 teachers and interviews with three teachers from various regions in Indonesia. Quantitative findings revealed that teachers frequently employed strategies such as differentiated instruction, motivational support, and digital media integration. Through thematic coding, the qualitative analysis further revealed specific techniques, including simplifying materials, employing collaborative learning, managing student focus, and encouraging passive learners through praise and rapport building. These results underscore the importance of adaptive, student-centered teaching practices for addressing the diverse challenges in EFL classrooms. The study suggests that a combination of cognitive, emotional, and technological strategies is essential for improving learning outcomes.