Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

KONTROVERSI LEGALITAS DAN PENERAPAN PERDA SYARIAH DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Abra, Emy Hajar
JURNAL DIMENSI Vol 3, No 3 (2014): JURNAL DIMENSI
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.602 KB) | DOI: 10.33373/dms.v3i3.95

Abstract

Dasar tulisan ini berkaitan dengan menguatnya kembali argumentasi bahwa perda syariah akan dihilangkan. Perbicangan perda syariah adalah perbicangan mengenai sistem hukum nasional, sekalipun aturan mengenai perda syariah sudah cukup lama sejak reformasi, namun bukan berarti permasalahan terkait perda syariah selesai, beberapa bulan terakhir yang marak menjadi perbincangan adalah akan dihapusnya ketentuan perda syariah dengan alasan ketentuan tersebut tidak bernilai pancasila dan mendeskriditkan pihak lain, hal tersebut dikuatkan dengan penafsiran undang-undang pemerintahan daerah yang mengatakan bahwa urusan agama adalah urusan pusat, sehingga menjadi salah ketika daerah dengan mudahnya membuat aturan terkait perda syariah. Maka tulisan ini akan mengkaji sekaligus memberikan argumentasi normative terkait perda syariah. 
PENEGAKKAN HUKUM ALIRAN SESAT DI INDONESIA TINJAUAN UNDANG UNDANG PNPS NO.1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA Abra, Emy Hajar
JURNAL DIMENSI Vol 3, No 1 (2014): JURNAL DIMENSI
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (577.263 KB) | DOI: 10.33373/dms.v3i1.74

Abstract

Aliran sesat menjadi problematic tersendiri dalam penegakkan hukum di Indoensia. Undang Undang PNPS No 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang sudah sekian lama hadir, nyatanya belum mampu dimaknai dengan bijak oleh banyak kalangan. Permasalahan kemudian muncul, ketika para pihak yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dan mengatakan bahwa undang undang tersebut telah melanggar Konstitusi. Sekalipun permohonan yang di ajukan oleh para pihak ditolak oleh Majelis Hakim Konstitusi, namun yang sering kali dilupakan adalah bahwa negara kita adalah negara hokum, hal tersebut dengan tegas dituangkan UUD 1945 pasal 1 ayat 3, artinya bahwa tiap individu tanpa terkecuali harus tunduk pada tiap aturan yang berlaku. Selain itu, yang menjadi dasar argument bagi mereka yang kontra terhadap undang undang aliran sesat adalah, Hak Asasi Manusia. Mereka yang tidak setuju terhadap undang undang aliran sesat, seringkali berargumen bahwa undang undang tersebut telah melanggar hak asasi seseorang, nyatanya pasal 28J UUD 1945 membatasi kebebasan tersebut dengan sangat bijak. Maka bebas itu bukan tanpa batas sebagaiman ditafsirkan, namun Undang Undang dihadirkan sebagai pagar pembatas demi terciptanya keadilan dalam bernegara.
The Constitutional Court Ultra Petita as a Protection Form of Economic Rights in Pancasila Justice Abra, Emy Hajar; Wahanisa, Rofi
JILS (Journal of Indonesian Legal Studies) Vol 5 No 1 (2020): Globalization, Law, and Crimes: The Various Aspects of Law in Broader Context
Publisher : Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jils.v5i1.35965

Abstract

Social justice concept has been clearly emphasized at Pancasila (the five fundamental values of Indonesia) as one of common values of Indonesia society. Pancasila also recognized as the philosophical grondslag which makes Pancasila as a reference of all Indonesian citizens and State Action, including in governance. The concept of social justice in Pancasila implies that any natural resource management that has the potential to prosper and affect the Indonesian people as a whole must be controlled by the State as well as used for the greatest prosperity of the people. This paper is intended to analyze, describe, and examine the Constitutional Court Decision concerning to social justice especially in terms of economic rights. This paper discusses various decisions of the Constitutional Court that are ultra petita. This paper illuminated and highlighted that in two Constitutional Court Decisions on Water Resources and the Decision on the Electricity Law and the Water Resources Law of the Constitutional Court in its decision to make an ultra petita decision by canceling the entire two laws, because that the article being tested is the heart of the law, thus seriously affecting the implementation of other articles in the law. Therefore, with the ultra petita decision, in the future, the Constitutional Court is expected to be more progressive and responsive in seeing the problems that occur, especially related to the basic economic needs of the Indonesian people. Because the Constitutional Court is the guardian of the constitution whose main function is to maintain Indonesia's highest legal order (constitution).
TINJAUAN YURIDIS LEGAL STANDING PEMBUBARAN PARTAI POLITIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONTITUSI Hulu, fransiscus; abra, emy hajar
PETITA Vol 1, No 1 (2019): PETITA Vol.1 No.1 Juli 2019
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (26.402 KB) | DOI: 10.33373/pta.v6i1.1866

Abstract

Legal standing pengajuan pembubaran partai politik di Indonesia telah menjadi bahan pembicaraan di tengah-tengah masyarakat, terutama masyarakat yang berstatus sebagai anggota partai politik. Hal ini disebabkan karna legal standing terkait pengajuan pembubaran suatu partai politik ke Mahkamah Kontitusi, hanya dimiliki atau hanya dapat dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal pengajuan pembubaran suatu partai politik yang dilakukan oleh pemerintah menimbulkan ketidakadilan bagi kelompok masyarakat Indonesia, dimana kelompok masyarakat dianggap tidak layak melakukan pengajuan pembubaran partai politik ke Mahkamah Kontitusi sehingga tidak diberi hak untuk itu. Beradasarkan uraian latar belakang, maka beberapa rumusan masalah yang peneliti angkat pada penelitian ini yaitu tentang tinjauan yuridis terhadap legal standing pembubaran partai politik di Indonesia, kemudian tentang syarat-syarat suatu partai politik dapat dibubarkan oleh Mahkamah Kontitusi. Kemudian terkait metode yang digunakan oleh peneliti,  metode penelitian yang digunakan adalah prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika ilmu hukum dari sisi normatifnya (menelaah norma hukum tertulis), artinya adalah penelitian ini menekankan pada penggunaan data sekunder atau studi kepustakaan. Kesimpulannya adalah penelitian ini berbicara tentang legal standing pembubaran partai politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Kontitusi, dimana pada Undang-Undang tersebut disebut dengan jelas bahwa yang mempunyai legal standing untuk itu adalah pemerintah. Namun peraturan tersebut dianggap tidak berpihak kepada kelompok masyarakat melaikan kepada kelompok yang sedang berkuasa. Oleh karena itu, terkait peraturan legal standing tersebut sangat perlu untuk disesuaikan kembali suapaya kelompok masyarakat atau partai politik dapat mengajukan pembubaran suatu partai politik ke Mahkamah Kontitusi, agar keadilan itu ada dan nyata. Kemudian terkait syarat pembubaran partai politik yang diatur pada peraturan Mahkamah Kontitusi Nomor 12 tahun 2008 tentang Prosedur Beracara Dalam Pembubaran Partai Politik, masih ada celah untuk melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, untuk itu perlu membenahi peraturan terkait syarat pembubaran partai politik sehingga pada peraturan Mahkamah Kontitusi tersebut tidak ditemukan celah untuk melakukan kegiatan yang sebenarnya sangat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
TINJAUAN KONSTITUSIONAL PROSEDUR PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN SEBELUM DAN SESUDAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Affandi, Muhammad; Affandi, Muhammad; abra, emy hajar
PETITA Vol 1, No 2 (2019): Vol 1 No. 2 Desember 2019
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (26.402 KB) | DOI: 10.33373/pta.v6i2.2200

Abstract

First, the procedure of dismissing the President and / or Vice President of the Republic of Indonesia Before Amendment of the 1945 Constitution.  Before the amendment of the 1945 Constitution, the procedure for dismissal of the President and / or Vice President is preceded by the opinion (allegation) made by the House of Representative and / or Vice President submitted to the MPR. The MPR will hold a court to decide the opinion which has been submitted by the House of Representative. At this time the procedure for dismissal of the President and / or Vice President is not included in the 1945 Constitution. Second, the procedure for dismissing the President and/or Vice President of the Republic of Indonesia after the Amendment of the 1945 Constitution. After the amendment of the 1945 Constitution, the procedure for dismissal of the President and/or Vice President shall be initiated by the opinion of the House of Representative. The opinion was submitted to the Constitutional Court to examine, prosecute and decide by the opinion of the House of Representative. If the Constitutional Court confirms the opinion of the House of Representative then the case file will be returned to House of Representative to proceed to the MPR. MPR will conduct a hearing to decide the opinion submitted by the House of Representative. At this time the procedure for dismissal of the President and/or Vice President is clearly stated in Article 7A and 7B of the 1945 Constitution.Not only that, in this study the author also conducted a comparison of dismissal procedure of President and/or Vice President between Republic of Indonesia, United States and Filipina. In general, the dismissal of the President and/or Vice President between the United States and the Philippines is the same, which is preceded by the House of Representative applying the indictment to the Senate. Then the Senate tried the case by chaired by the Chief of Supreme Court in each country. At the court also directly decided whether the President and/or Vice President can be dismissed or not from his position. Judging from the procedure, the dismissal of the President and/or Vice President of the United States and Philippines adopts an impeachment model.  
PEMBUBARAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA Abra, Emy Hajar; Handayani, Pristika
PETITA Vol 2, No 2 (2020): PETITA, 2 Desember 2020
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (26.402 KB) | DOI: 10.33373/pta.v2i2.2832

Abstract

Pembubaran partai politik di Indonesia memiliki problematika tersendiri. Problematika tersebut dapat dilihat dari syarat-syarat yang diminta dalamUndang-Undang Mahkamah Komstitusi dan Undang-Undang Partai Politikterkait hal-hal yang dapat membubarkan partai politik. Persyaratan tersebut dinilai belum memiliki landasan yang baik dalam membubarkan partai politik, bahkan terkesan tidak dapat menyentuh hal-hal substanstif agar partai politik dapat dibubarkan. Disamping itu terdapat problematika yang jauh lebih penting yang justru tidak tersentuh undang-undang, namun justru merusak nilai tujuan partai politik dan negara secara umum, yaitu korupsi. Oleh karena itu tulisan ini nantinya akan membahas kelemahan substantif dari persyaratan yang diajukan oleh dua undang-undang diatas. Sehingga nantinya selain menambah khasanah baru dalam ilmu hukum di Indonesia, khususnya dalam bidang hukum tata negara. Tulisan ini juga nantinya diharpakan dapat memberi gagasan baru dalam persyaratan pembubaran partai politik di Indonesia.Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah dengan yuridis normatif, dengan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian ini juga dilakukan dengan beberapa pendekatan, seperti; pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan sejarah.
KONSTRUKSI SISTEM HUKUM INDONESIA Emy Hajar Abra
JURNAL DIMENSI Vol 5, No 3 (2016): JURNAL DIMENSI (NOVEMBER 2016)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.806 KB) | DOI: 10.33373/dms.v5i3.64

Abstract

System hukum suatu negara menentukan sumber hukum pertama dalam membuat sebuah kebijakan hukum, system hukum sendiri memiliki ciri khas tertentu walaupun kemudian antara beberapa system hukum kini mengalami perbedaan yang cukup tipis. Dalam hal mengetahui system hukum sebuah negara, maka yang dilakukan untuk menguatkan system hukum adalah dengan melihat system hukum negara lain. Perbandingan system hukum inilah yang kemudian dikaji untuk melihat pengelompokkan negara dalam keluarga system hukum nantinya.System hukum sejatinya menggambarkan bentuk hukum pada suatu negara, oleh karenanya ketika sebuah system hukum lahir dari stuktur, substansi dan kultur, maka system hukum pada suatu negara haruslah mencerminkan jati diri negara tersebut. Lahirnya system hukum dipengaruhi oleh banyak factor, seperti ekonomi, politik dan social.Artinya bahwa system hukum bisa jadi lahir karena factor-faktor eksternal, bukan nilai-nilai internal dari negara itu sendiri. Maka untuk menepis tipisnya persamaan dan perbedaan sebuah system hukum, akan lebih baik mencari system hukum yang sesuai dan sejalan dengan jati diri sebuah negara. Bukankah hukum adalah sebuah aturan yang mandiri. Bebas dari campur tangan dan pemaksaan. Hal inilah kemudian yang akan dikaji, bahwa ketika sebuah system hukum bernilai terbuka, maka system hukum harus memiliki konsistensi dengan nilai yang diakui dan dijunjung oleh masyarakat pada sebuah negara. Oleh karenanya perubahan sebuah system hukum menuju jati diri sebuah negara adalah keniscayaan dan tidak bisa dielakkan.Bahwa semakin tipisnya nilai perbedaan sebuah system hukum menjadi kritikan sebagai bahan kajian kelimuan hukum tersendiri yang patut diangkat
PERUBAHAN SISTEM HUKUM MENUJU JATI DIRI SEBUAH NEGARA Emy Hajar Abra
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 3, No 2 (2016): Jurnal Pembaharuan Hukum
Publisher : UNISSULA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jph.v3i2.1451

Abstract

Legal system of a state determine the main source of law in making a legal policy,  clearly legal systems has certain characteristic although on the development differences among legal system cannot be seen clearly.To comprehend and strengthen the legal systemof a staterequired an observation toward legal system of other states as comparison. The function of legal systems comparison is the basis to grouping states into the family of legal system.Basically legal system describes legal form of a state, hence when a legal system createdfrom structure, substance and culture of certain state the legal system must reflect the state identity. Several factors influence the process to develop a legal system, such as economics, political and social. Means, legal system could be form not only by internal values but also external factorsof state. As a result to avoid legal systems with thin similarities and differences, finding a suitable legal system that in line with the identity of a country is a better way.Discussion about the thin differences between Continental European and Anglo-Saxon do not get big attention as before, impressed ignored and turn out trigger of questions. Why a stateunable to consistently espoused the legal system?, whethergrouping legal systemsinto family of legal system no longer important?. This paper will answer those question by deeply examinethe restorationof legal system so that in line with the historical value of a state.  Colonized states often apply legal system that comes from colonizer after independent which means their legal system is notthe state pure legal system that can be incompatible with the values that develop in a state. Would be inconsistent when the legal system applied is Continental European, but in fact the values, laws, institutions and legal verdict are based on the values of religious, Islam for instance.Gambia,a state in Africa with 95% of population is Muslim and the former British colonytake a big step by leave the legacy of colonial legal system, Anglo-Saxon.  Gambia. How could a state forced to follow the legal systems of other states remember law is an independent rule, free from interference and coercion. This is the focus study will explain about that when legal system with openness value must have consistency with values that recognizedand upheld by society in a state. As a result changes in a legal system toward identity of a country are necessity and inevitable. On the other hand, debates and critics on the thin differences of legal system should be an independent study to discuss. 
REFORMASI DI BIDANG BIROKRASI UNTUK MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DALAM HUKUM KEBIJAKAN PUBLIK Rabu Rabu; Emy Hajar Abra
PETITA Vol 3, No 2 (2021): PETITA Vol. 3 No. 2 Desember 2021
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.735 KB) | DOI: 10.33373/pta.v3i2.3827

Abstract

Negara merupakan organisasi tertinggi dalam kehidupan masyarakat dalam suatu wilayah. Sebagai sebuah organisasi, negara, memiliki tujuan yang dimuat dalam konstitusi negara. Guna merealisasikan apa yang menjadi tujuan negara maka perlu dibentuk sebuah susunan pemerintahan. Dalam konteks kekinian negara tidak hanya sekedar bertindak sebagai penjaga malam yakni hanya sekedar menjaga ketertiban dan melaksanakan hukum tetapi lebih dari itu negara memiliki tugas untuk mensejahterakan rakyatnya. Reformasi birokrasi telah dikenal luas di Indonesia baik dalam tataran konsep maupun praktis. Istilah reformasi birokrasi dikenal dengan sebutan reformasi administrasi negara yaitu sebuah terminologi yang mencakup domain politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya hingga pertahanan dan keamanan; legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
ULTRA PETITA DALAM PUTUSAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH PADA MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Ryan Toni Sitohang; Emy Hajar Abra
PETITA Vol 3, No 1 (2021): PETITA Vol. 3 No. 1 Juni 2021
Publisher : PETITA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (176.09 KB) | DOI: 10.33373/pta.v3i1.3420

Abstract

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung, Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Rumusan masalah pertama Problematika ultra petita mahkama konstitusi menggunakan pendekatan ilmu hukum Pidana,Perdata dah tata negara, menggunaan pendekatan historis mengenai konsep lahirnya mahkama konstitusi, pendekatan sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law), sistem hukum anglo saxon ( comman law), posisi sistem hukum Indonesia, Rumusan masalah kedua Ultra Petita Mahkamah Konstitusi terhadap putusan Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia pada dua putusan Mahkamah konstitusi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Pemohon: Khofifah Indar Prawansa dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 57/PHPU.D-VI/2008 Pemohon: H. Reskan Efendi.