Claim Missing Document
Check
Articles

NSAID-Induced Adverse Drug Reaction: Mechanism and Management Katherine A.Tjenggal; Rano K. Sinuraya; Cherry Rahayu; Rizky Abdulah
Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology Vol. 15 No. 2 (2021): Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology
Publisher : Institute of Medico-legal Publications Pvt Ltd

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37506/ijfmt.v15i2.14308

Abstract

Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) are drugs to reduce pain or swelling. The use of these drugsin high doses or long-term can cause side effects or hypersensitivity problems, also known as Adverse DrugReaction (ADR). A literature review was carried out using the PubMed database by inserting the keywords‘NSAID’, ‘adverse drug reaction’, and ‘hypersensitivity’. All studies related to NSAIDs and their adversedrug reactions were included in this review, while genetic or pharmacogenomics studies and NSAIDs’effectiveness were excluded. The results showed that gastrointestinal (GI) problems such as duodenal ulcersor erosive gastritis are the most common diclofenac effects (2.05%). Cardiovascular issues, such as acutemyocardial infarction, were mostly caused by rofecoxib (2.12%). Hypersensitivity, both respiratory andskin, is commonly caused by ibuprofen with prevalence 50% and 67%, respectively. The most frequentkidney problem related to NSAIDs use is acute kidney injury. In comparison, the common hypersensitivityproblems are asthma, urticaria, and angioedema. Adverse drug reactions can be prevented or treated bylowering the dose, reducing the duration of treatment, adding companion drugs, or changing the type ofNSAID. In conclusion, it can be seen that ibuprofen severely caused kidney problems and hypersensitivity.On the other hand, diclofenac caused digestive issues, and rofecoxib caused cardiovascular problems.
DRUG UTILIZATION RESEARCH PADA WANITA HAMIL, PEDIATRI, DAN GERIATRI Ernestine Arianditha Pranasti; Rizky Abdulah
Farmaka Vol 15, No 1 (2017): Suplemen
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (67.392 KB) | DOI: 10.24198/jf.v15i1.12953

Abstract

Evaluasi peresepan obat sering dilakukan terutama berkaitan tentang Drug Utilization Research (DUR) guna mencapai kualitas terapi obat yang maksimal. Populasi khusus harus diperhatikan selama penggunaan obat terkait karena alasan fisiologi tubuh. Tujuan dari studi literatur ini untuk mengetahui DUR pada populasi khusus. Populasi khusus yang dimaksud antara lain wanita hamil, pediatri, dan geriatri. Pada wanita hamil perlu dipertimbangkan pula keselamatan janin terutama menghindari obat teratogenik dan keamanan obat herbal. Pada pediatri (anak – anak) sering digunakan obat off-label dikarenakan kurangnya penelitian mengenai obat pada anak – anak. Sedangkan pada geriatri (orang tua) polifarmasi menjadi masalah yang umum terjadi sehingga meningkatkan risiko efek obat yang tidak diinginkan. Implementasi data populasi, peningkatan penelitian klinis pada populasi spesifik, dan pedoman yang didukung dengan bukti yang kuat sangat dibutuhkan sebagai rekomendasi pada peresepan obat untuk populasi spesifik sehingga dapat meningkatkan penggunaan obat yang rasional dan memaksimalkan terapi.Kata kunci: DUR, obat, hamil, pediatri, geriatri
Survei Kepuasan Pelanggan Farmasi Poliklinik di Rumah Sakit di Indonesia SILVIA PERMATA SARI; Rizky Abdulah
Farmaka Vol 16, No 2 (2018): Farmaka (Agustus)
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.311 KB) | DOI: 10.24198/jf.v16i2.17928

Abstract

Pelayanan Rumah Sakit seyogyanya memenuhi Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Pelayanan farmasi sebagai salah satu operasional dan bagian dari pelayanan memerlukan pengukuran indikator kerja, salah satunya dengan survei kepuasan pelanggan. Survei dilakukan di pelayanan farmasi poliklinik dengan metode accidental sampling dan sampel pasien yang menggunakan jasa pelayanan farmasi poliklinik berjumlah 150 responden. Kualitas pelayanan dilihat berdasarkan dimensi keandalan, ketanggapan, jaminan, empati dan bukti fisik sesuai urutan kepentingan relatifnya. Secara umum, hasil survei kepuasan pelanggan sudah cukup baik dengan nilai rerata 2,87 namun perlu dilakukan perbaikan untuk mengurangi waktu tunggu serta perbaikan kenyamanan ruang tunggu.Kata kunci: Kepuasan pelanggan, pelayanan farmasi
Cytotoxic Assay From Stem Bark Aglaia minahassae and Aglaia simplicifolia Against HeLa Cervical Cancer Cell Lines Nunung Kurniasih; Hersa Milawati; Mohamad Fajar; Rizky Abdulah; Desi Harneti Putri Huspa; Unang Supratman
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Suppl 1, No. 1 (2018)
Publisher : Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (829.03 KB) | DOI: 10.24198/ijpst.v1i1.16116

Abstract

Cervical cancer ranks as the 2nd leading cause of female cancer in Indonesia. One of healing methods is chemotherapy, but this method still has many side e ects and also expensive treatment. Therefore, natural products discoveries need to be developed due to its important role as an alternative for anti- cancer drug. The aim of this research was to get IC50 value from methanol, n-hexane, ethyl acetate, and n-buthanol from stem bark of A. minahassae dan A. simplicifolia. Stem bark of A. minahassae (1.6 kg) and A. simplicifolia (1.1 kg) was grounded by methanol and its extract is successively extracted by n-hexane, ethyl acetate, and n-buthanol. Their extract’s cytotoxicity was then evaluated against HeLa cell lines. This research showed that A. minahassae’s most cytotoxic extract against HeLa cell lines was n-hexane (IC50 = 27.4190 μg/mL) and n-buthanol (IC50 = 4.3924 μg/mL). Meanwhile, A. sim- plicifolia most cytotoxic extract extract against HeLa cell lines was n-hexane (IC50 = 23.3098 μg/mL). Key words: A. minahassae, A. simplicifolia, cytotoxic assay, HeLa cell lines
Selenium sebagai Suplemen Terapi Kanker: Sebuah Review Eli Mirdayani; Irma M. Puspitasari; Rizky Abdulah; Anas Surbanas
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 8, No 4 (2019)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2019.8.4.301

Abstract

Selenium merupakan unsur mikronutrien yang penting bagi kesehatan manusia. Di dalam tubuh, selenium tersebar di semua organ dalam bentuk senyawa terkonjugasi protein (selenoprotein). Senyawa selenoprotein setidaknya mengandung selenosistein yang terdiri dari asam amino sistein. Senyawa selenoprotein pada umumnya bersifat antioksidan. Selenium dihubungkan dengan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia termasuk beberapa jenis penyakit kanker. Studi penggunaan suplementasi selenium pada terapi kanker dengan radiasi dan kemoterapi menunjukan  peningkatan kadar selenium pada plasma, meningkatkan efektivitas terapi, menurunkan efek samping dari terapi, dan meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Artikel review ini bertujuan untuk menggali dan mengevaluasi pemanfaatan selenium sebagai suplemen terapi pada pasien kanker yang menjalani radioterapi dan kemoterapi. Penelusuran referensi dilakukan melalui database PubMed, Science Direct dan Google Scholar dengan menggunakan kata kunci “Selenium”, “Selenoprotein”, “Selenium and cancer therapy”, “Selenium and Chemotherapy” dan “Selenium and Radiotherapy”. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa selenium merupakan unsur mikronutrien yang dapat dikembangkan sebagai komponen suplemen dalam pencegahan penyakit kanker dengan dosis umum 100–400 mikrogram per hari.Kata kunci: Selenium, selenoprotein, terapi kanker Selenium As a Cancer Therapy Supplement: A ReviewAbstractSelenium is an essential element of micronutrients for human health. In the body, selenium is spread in all organs in the form of a conjugated protein compound (selenoprotein). The compound contains at least a selenocysteine consisting of cysteine. Selenoprotein compounds are generally antioxidants. Selenium is linked to its effects on human health including some types of cancer. Studies on the use of selenium supplementation in cancer therapy with radiation and chemotherapy showed elevated plasma selenium levels, increased therapeutic efficacy, reduced side effects, and improved quality of life for cancer patients. This review aimed to investigate and evaluate the utilization of selenium as a supplement in cancer treatment for patients who undergoing radiotherapy and chemotherapy. Database searching was performed through PubMed, Science Direct and Google Scholar using the keywords “Selenium”, “Selenoprotein”, “Selenium and cancer therapy”, “Selenium and Chemotherapy” and “Selenium and Radiotherapy”. The results showed that selenium is a micronutrient that can be developed as a supplement component in the prevention of cancer with a therapeutic dose of 100–400 micrograms per day.Keywords: Cancer therapy, selenium, selenoprotein
Analisis Minimalisasi Biaya Penggunaan Antibiotik Meropenem dan Ceftazidime pada Terapi Febrile Neutropenia Rizky Abdulah; Raine D. Kumamba; Rano K. Sinuraya; Cherry Rahayu; Melisa I. Barliana
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8015.895 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.2.132

Abstract

Antibiotik dibutuhkan sebagai salah satu terapi dalam menunjang keberhasilan terapi febrile neutropenia. Beragamnya alternatif terapi antibiotik, menjadikan studi farmakoekonomi diperlukan agar didapatkan terapi yang efektif dan efisien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui antibiotik yang lebih efisien dari segi biaya, yang digunakan dalam terapi febrile neutropenia di salah satu rumah sakit rujukan di kota Bandung selama periode 2011–2013. Penelitian ini merupakan studi observasi analisis, dengan pengambilan data secara retrospektif yang dilakukan pada bulan Februari 2014, melalui data rekam medis pasien rawat inap febrile neutropenia yang mendapatkan terapi antibiotik meropenem atau ceftazidime. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan bermakna, rata-rata total biaya terapi menggunakan antibiotik meropenem adalah sebesar Rp11.094.147, sedangkan rata-rata biaya total perawatan kelompok antibiotik ceftazidime sebesar Rp7.082.523. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu tenaga profesional kesehatan dalam manajemen terapi febrile neutropenia.Kata kunci: Ceftazidime, farmakoekonomi, febrile neutropenia, meropenemCost Minimization Analysis of the Use of Meropenem and Ceftazidime in Febrile Neutropenia Therapy Use of antibiotics is required in febrile neutropenia therapy. The variety choice on the use of antibiotics has increased the role of pharmacoeconomics study to determine the most effective and efficient antibiotic in a specific area. The purpose of this study was to investigate the lowest cost antibiotic between meropenem and ceftazidime that were used as one of febrile neutropenia treatments at one of referral hospitals in West Java province during 2011–2013. This study was a retrospective, observational and analytical study that was performed on February 2014 by collecting medical record data related to febrile neutropenia inpatient who received meropenem or ceftazidime therapy. The result showed that although it was not statistically significant, the total cost for ceftazidime therapy was IDR7,082,523, which was lower than meropenem therapy (IDR11,094,147). Hopefully, this result can assist the health professionals in the management of febrile neutropenia therapy.Keywords: Ceftazidime, febrile neutropenia, meropenem, pharmacoeconomics
Monitoring Penggunaan Antibiotik dengan Metode ATC/DDD dan DU90% di RSUD Abepura Jayapura, Indonesia Hasrianna Hasrianna; Nurul Annisa; Tiana Milanda; Ivan S. Pradipta; Rizky Abdulah
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2448.733 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2015.4.3.218

Abstract

Tingginya penggunaan antibiotik akan meningkatkan potensi penggunaannya yang tidak rasional dan berdamPak pada tingkat mortalitas, biaya, dan resistensi khususnya dalam lingkungan rumah sakit. Studi observasi dengan data retrospektif telah dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik dari April 2013–Maret 2014 menggunakan metode ATC/DDD dan DU 90%. Hasil penelitian menunjukkan antibiotik yang masuk ke dalam segmen DU 90% pada periode I adalah kotrikmoksazol 480 mg tablet(40,34 DDD/kunjungan) dan amoksisilin 500 mg tablet (4,53 DDD/kunjungan), periode II adalah sefiksim sirup kering (0,68 DDD/kunjungan), amoksisilin 500 mg tablet (0,41 DDD/kunjungan), siproflokasain 500 mg tablet (0,31 DDD/kunjungan), doksisiklin 100 mg (0,26 DDD/kunjungan), sefiksim 100 mg kapsul (0,15 DDD/kunjungan), sefadroksil 500 mg kapsul (0,12 DDD/kunjungan),seftriakson 1 gr injeksi (0,08 DDD/kunjungan), dan periode III adalah kotrimoksazol 480 mg tablet (74,85 DDD/kunjungan). Tingginya penggunaan antibiotik setiap kunjungan pada penggunaan kotrimoksasol merupakan sebuah tanda ketidakrasionalan dalam penggunaan antibiotik. Diperlukan studi kualititaf untuk mengetahui pola ketidakrasionalan dalam penggunaan antibiotik pada rumah sakit tersebut danmengembangkan model intervensi yang tepat.Kata kunci: Antibiotik, ATC/DDD, DU 90%, rumah sakitMonitoring Use of Antibiotics with ATC/DDD and DU90% Method in Abepura Hospital Jayapura, IndonesiaThe high use of antibiotics will increase its irrational use, affect the mortality rates, costs and resistance, especially in a hospital. We conducted an observational study with retrospective data to evaluate the use of antibiotics from April 2013–March 2014 using the ATC/DDD and DU90% methods. The results showed the antibiotic included DU 90% segment in the first 4 months period were cotrimoxazole tablets 480 mg (40.34 DDD per encounter) and amoxicillin tablets 500 mg (4.53 DDD per encounter), in the second period were cefixime dry syrup (0.68 DDD per encounter), amoxicillin tablets 500 mg (0.41 DDD per encounter), ciprofloxacin tablets 500 mg (0.31 DDD per encounter), doxycycline tablets 100 mg (0.26 DDD per encounter), cefixime tablets 100 mg capsules (0.15 DDD per encounter), cefadroxil tablets 500 mg capsule (0.12 DDD per encounter), ceftriaxone injection 1 g (0.08 DDD per encounter), and during the third period was cotrimoxazole tablets 480 mg (74.85 DDD per encounter). The data showed that cotrimoxazole has the highest rate of utilization per visit which is a signal for irrational use. Qualitative study is needed to describe irrational use of antibiotics in the hospital and to find the appropriate intervention model.Key words: Antibiotics, ATC/DDD, DU 90%, hospital
Analisis Minimalisasi Biaya Penggunaan Antibiotik Empirik Pasien Sepsis Sumber Infeksi Pernapasan Okky S. Purwanti; Rizky Abdulah; Ivan S. Pradipta; Cherry Rahayu
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (641.947 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2014.3.1.10

Abstract

Terapi antibiotik empirik merupakan salah satu penunjang keberhasilan dalam pengobatan sepsis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi antibiotik empirik yang paling efisien secara biaya (cost minimization) di antara sefotaksim-eritromisin dan sefotaksim-metronidazol yang digunakan pada sepsis sumber infeksi pernapasan yang dirawat di salah satu rumah sakit di Kota Bandung. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pengumpulan data secara retrospektif tahun 2010–2012. Data diambil dari rekam medis pasien rawat inap sepsis sumber infeksi pernapasan yang mendapat terapi antibiotik empirik sefotaksim-metronidazol atau sefotaksim-eritromisin dan daftar biaya dari bagian akuntansi rumah sakit. Biaya dihitung dari mulai pasien masuk rumah sakit dengan diagnosis sepsis sumber infeksi pernapasan sampai pasien sembuh dari sepsis. Antibiotik efotaksimmetronidazoldan sefotaksim-eritromisin diasumsikan memiliki efek yang sebanding. Pasien dengan terapi empirik sefotaksim-metronidazol memiliki waktu tinggal di rumah sakit lebih lama (25 ibanding11) dan memiliki total biaya rata-rata terapi lebih murah (Rp16.641.112,04 dibandingkan dengan Rp21.641.678,02) daripada pasien dengan terapi empirik sefotaksim-eritromisin. Hasil ini menunjukkan bahwa kombinasi antibiotik sefotaksim-metronidazol lebih efisien secara biaya dibandingkan dengan kombinasi sefotaksim-eritromisin.Kata kunci: Antibiotik empirik, cost minimization, eritromisin, metronidazol, sefotaksim, sepsisCost Minimization Analysis of Empiric Antibiotic Used by Sepsis Patient Respiratory Infection SourceEmpirical antibiotics plays an important role in the therapy of sepsis. The aims of this study was to estimate and compare the cost of treating inpatient sepsis with respiratory infection, with cefotaximemetronidazole or cefotaxime-erythromycin antibiotics. Observational study of cost minimization analysis was conducted by retrospective data from 2010 until 2012. Data were collected from medical records of inpatients sepsis with respiratory infection and received empirical therapy cefotaximemetronidazole or cefotaxime-erythromycin and treatment’s pricelist from department of accounting. Direct medical cost was calculated from empirical antibiotic costs, costs of medical treatment, medical expenses, hospitalization costs, and administrative costs. The study considered the cost from preadmission because sepsis until the patient was fully recovered of sepsis. Cefotaxime-metronidazole and cefotaxime-erythromycin are assumed to have equivalent efficacy. Patients with empirical cefotaxime -metronidazole were found have longer length of stay (25 versus 11) and average total cost of treatmentwas cheaper (16.641.112,04 IDR versus 21.641.678,02 IDR). The findings demonstrate that combination of empirical antibiotic of cefotaxime–metronidazole is more efficient than cefotaxime-erythromycin.Key words: Cost minimizing, cefotaxime, empirical antibiotic erythromycin, metronidazole, sepsis
Dampak Self Efficacy terhadap Perilaku Inovasi Apoteker di Rumah Sakit Sri M. Wahyuningrum; Sunu Widianto; Rizky Abdulah
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 1, No 2 (2012)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (614.664 KB)

Abstract

Rumah sakit selalu dituntut agar dapat meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan standar profesi yang sesuai dengan kode etiknya. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di rumah sakit, khususnya apoteker, dituntut untuk terus meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka apoteker harus berinteraksi dan diterima oleh tenaga kesehatan professional lainnya di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh self efficacy apoteker terhadap organisasinya di rumah sakit yang menjadi dampak terhadap perilaku inovasi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu observasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Hasil penelitian diukur menggunakan angka berupa nilai, peringkat, dan frekuensi yang dianalisis dengan menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian dalam melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain. Prediksi ini dilakukan dengan menggunakan software smart PLS. Hasil penelitian secara statistik menunjukan adanya pengaruh yang signifikan antara self efficacy terhadap perilaku inovasi apoteker di rumah sakit. Seorang apoteker yang memiliki self efficacy yang tinggi akan memiliki perilaku inovasi yang tinggi dalam menjalankan pekerjaan kefarmasiannya di rumah sakit.Kata kunci: Self efficacy, perilaku inovasi, apoteker di rumah sakitImpact of Self Efficacy on Innovative Behaviour Pharmacist in HospitalAbstractHospitals are always required in order to improve the quality of service in accordance with professionalstandards in accordance with their code of ethics. Therefore, health workers in hospitals, especiallypharmacists, are required to continuously improve its service to the community. To improve health servicesto the community, then the pharmacist must interact and be accepted by other professional healthpersonnel in hospitals. The purpose of this study was to determine the effect of self-efficacy pharmacistin a hospital organization that became an impact on innovative behavior. This study used an obsevationalquantitative measurement using questionnaire instrument. The results measured by number consistof value, rank, and frequencies were analyzed using statistics software smartPLS to answer the researchquestion or hypothesis to predict a particular variable affects another variable. The results showed thateffect between self-efficacy of behavioral innovations in the hospital pharmacist significantly different.A pharmacist who has high self-efficacy will obviously have the higher innovation behavior in hospitals.Key words: Self-efficacy, innovative behavior, hospital pharmacist
Polimorfisme Gen γ-Aminobutyric Acid Type A Receptor Subunit α-6 (GABRA6) dan Gangguan Kecemasan Melisa I. Barliana; Carissa P. Purabaya; Sri A. F. Kusuma; Rizky Abdulah
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7395.2 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.2.123

Abstract

Gangguan kecemasan sering terjadi karena pengaruh lingkungan dan juga dipengaruhi oleh variasi genetik. Gamma-aminobutyric acid type A receptors Subunit α-6 (GABRA6) adalah reseptor dari Gamma-aminobutyric acid type A (GABA). Single Nucleotide Polymorphism (SNP) gen GABRA6 pada posisi rs3219151 (T1521C) mempengaruhi respon seseorang terhadap stres. Tujuan penelitian ini adalah identifikasi genotipe gen GABRA6 pada populasi di Kota Bandung serta korelasinya dengan kondisi stres. Penelitian dilakukan terhadap 112 responden yang mengisi kuesioner The Kessler Psychological Distress Scale (K10) untuk melihat kondisi stres. Sampel darah diambil untuk identifikasi variasi gen GABRA6 dan dianalisis menggunakan metode Polymerase Chain Reaction-Refractory Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dengan enzim restriksi AlwN1. Hasil identifikasi gen GABRA6 menunjukkan bahwa sebesar 84 responden (75%) memiliki genotipe CC, 14 responden (12,5%) memiliki genotipe CT, dan 14 responden (12,5%) lainnya memiliki genotipe TT. Meskipun mayoritas responden memiliki genotipe CC, namun data genotipe tidak memenuhi asas kesetimbangan Hardy-Weinberg serta tidak ada korelasi antara variasi gen GABRA6 dengan kondisi stres yang menggunakan analisis bivariate (Chi-Square).Kata Kunci: GABRA6, Gangguan Kecemasan, Indonesia, PCR-RFLP, SNPγ-Aminobutyric Acid Type A Receptor Subunit α-6 (GABRA6) Gene Polymorphism and Anxiety Disorder Anxiety disorder caused by environmental factor and individual genetic variations. Gamma-aminobutyric acid type A receptors Subunit α-6 (GABRA6) is γ-aminobutyric acid type A (GABA) receptor. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) of GABRA6 gene at rs3219151 (T1521C) affected individual response of stress. The aim of present study was to identify GABRA6 genotype variations in Bandung city population and its correlation with stress condition. Samples were collected from 112 respondents who filled The Kessler Psychological Distress Scale (K10) questionnaire for stress condition. Blood samples were collected and identification of GABRA6 gene was analyzed using Polymerase Chain Reaction‑Refractory Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) by AlwN1 restriction enzyme digestion. The result of present study showed that 84 respondents (75%) have CC genotype, 14 respondents (12.5%) have CT genotype, and other 14 respondents (12.5%) have TT genotype. Most of respondents have CC genotype but the data did not meet the Hardy-Weinberg equilibrium and showed no correlation between GABRA6 gene variations and stress condition using bivariate analysis (Chi-Square).Keywords: Anxiety disorder, GABRA6, Indonesia, PCR-RFLP, SNP
Co-Authors . Supriyatna, . Ace Tatang Hidayat Agustini, Dewi D. Ahmad Faried Aisha K. Nur Ajeng Diantini, Ajeng Akhmad Priyadi Ami A. Pratiwi Anas Surbanas Andreas Ciokan Angga Prawira Kautsar Arifah, Gina Asep Supriadin Barliana, Melisa I. Barliana, Melisa I. Carissa P. Purabaya Cherry Rahayu Cherry Rahayu Cherry Rahayu Cinthya, Sindy E. Ciokan, Andreas Desi Harneti Putri Huspa Destiani, Dika P. Desyandri Desyandri Devinna Kang Dewi D. Agustini DIANTINI, AJENG - Dika P. Destiani Dinge, Fonny Dyah A. Perwitasari Eka W. Suradji Eli Halimah Eli Halimah, Eli Eli Mirdayani Emma Surahman Emma Surahman, Emma Eni Indrawati Ernestine Arianditha Pranasti Eva S. Tarigan Fajar, Mohamad Febriyanti, Maya Febriyanti, Maya Finisanti, Ratih Fonny Dinge Fonny Dinge Furqani, Winda H. Ghassani, Salma K. Gina Arifah Haafizah Dania Hanny Hafiar Hasriana Hasriana Hasriana Hasriana, Hasriana Hasrianna Hasrianna Hasrianna, Hasrianna Henry Ng Hersa Milawati Hersa Milawati Hilmi, Indah L. Hiroshi Koyama Imam A. Wicaksono Imaniar N. Faridah Imas Maesaroh Indah L. Hilmi Indah Laily Hilmi Indrawati, Eni Insani, Widya N. Intan Barliana, Melisa Irma M. Puspitasari Irma M. Puspitasari Irma M. Puspitasari, Irma M. Ivan S. Pradipta Ivan S. Pradipta Kang, Devinna Katherine A.Tjenggal Keri Lestari Khairinnisa, Miski A. Khansa F. Rahmah Kumamba, Raine D. Kusuma, Sri A. F. Leri Septiani Marline Abdassah, Marline Maya Febriyanti Meilani Jayanti Melisa I. Barliana Melisa I. Barliana Melisa I. Barliana Melisa I. Barliana Melisa Intan Barliana Melisa Intan Barliana, Melisa Intan Milawati, Hersa Miski A. Khairinnisa Mohamad Fajar Mohamad Fajar Mohamad Nurul Azmi Mohamad Nurul Azmi bin Mohamad Taib Muhaimin Muhaimin Muhammad Rivai Mutakin Mutakin Nabilah Nadhif Nabilah Nadhif Ng, Henry Norisca A. Putri Nunung Kurniasih Nunung Kurniasih Nunung Kurniasih, Nunung Nurul Annisa Nurul Annisa NURUL ANNISA Okky S. Purwanti Pradipta, Ivan S. Pratiwi, Ami A. Priyadi, Akhmad Purabaya, Carissa P. Purwanti, Okky S. Rahayu, Cherry Raine D. Kumamba Rano K. Sinuraya Rano K. Sinuraya Rano K. Sinuraya RANO KURNIA SINURAYA Ratih Finisanti Rika Yulianti, Rika Riska F Siregar Salma K. Ghassani SILVIA PERMATA SARI Sindy E. Cinthya Sinuraya, Rano K. Siregar, Riska F Sitepu, Annisa Ayu Ningtyas Carolina Siti Saidah Siti Saidah Sofa D. Alfian Sofa D. Alfian Sofa D. Alfian Sofa D. Alfian, Sofa D. Sofa Dewi Alfian Sri A. F. Kusuma Sri A. Sumiwi Sri M. Wahyuningrum Sumiwi, Sri A. Sunu Widianto Sunu Widianto Supriyatna Supriyatna Surachman, Emma Surachman, Emma Suradji, Eka W. Tarigan, Eva S. TIANA MILANDA Tina Rostinawati Unang Supratman Wahyuningrum, Sri M. Widianto, Sunu Widya N. Insani Winda H. Furqani Yudi Mulyana Hidayat Zulfan Zazuli