Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Eksistensi dan Implikasi Hukum Perda Tentang Larangan Penahanan Ijazah Karyawan dalam Sistem Hukum Tata Negara: The Existence and Legal Implications of Regional Regulations on the Prohibition of Withholding Employee Diplomas in the Constitutional Law System Mawardi; Prayudi Rahmatullah; Diana Pujiningsih; Edy Sony; Heri Budianto
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 5: Mei 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i5.7550

Abstract

Fenomena penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap karyawan masih menjadi persoalan hukum yang kerap terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Dokumen ijazah, yang merupakan bukti resmi atas kualifikasi dan hak milik pribadi seseorang, kerap dijadikan jaminan kerja oleh pihak pemberi kerja, meskipun praktik tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ketiadaan regulasi nasional yang secara eksplisit melarang tindakan ini mengakibatkan munculnya kekosongan hukum yang berpotensi merugikan hak-hak pekerja. Merespons situasi ini, sejumlah pemerintah daerah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) yang secara tegas melarang praktik penahanan ijazah oleh perusahaan. Kehadiran Perda tersebut mencerminkan kebutuhan masyarakat akan perlindungan hukum yang lebih pasti di bidang ketenagakerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kedudukan Perda tersebut dalam sistem hukum tata negara Indonesia serta menganalisis dampak hukumnya terhadap jaminan hak pekerja. Dengan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini menemukan bahwa Perda merupakan bentuk implementasi prinsip otonomi daerah yang dijamin oleh konstitusi, sekaligus alat untuk menegaskan hak konstitusional warga negara atas rasa aman dan kepemilikan dokumen pribadi. Kendati demikian, efektivitas Perda ini masih menghadapi tantangan, terutama dalam aspek pelaksanaan di lapangan dan sinkronisasi dengan peraturan nasional. Oleh karena itu, Perda ini dapat menjadi pijakan awal bagi reformasi regulasi ketenagakerjaan yang lebih adil dan berpihak pada kemanusiaan.
Kewenangan Konstitusional Presiden Dalam Pembubaran DPR: Studi Perbandingan Sistem Presidensial Dan Parlementer: The President's Constitutional Authority to Dissolve the DPR: A Comparative Study of Presidential and Parliamentary Systems Deny, Muslimah, Nining Suningrat, Muktar, Edy Sony; Muslimah; Nining Suningrat; Muktar; Edy Sony
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 9: September 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i9.8672

Abstract

Tulisan ini bertujuan mengkaji kewenangan konstitusional presiden dalam membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan melakukan studi perbandingan antara sistem presidensial dan sistem parlementer. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, UUD NRI 1945 secara tegas melarang presiden membubarkan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 7C, sehingga kedudukan antara lembaga eksekutif dan legislatif bersifat sejajar. Hal ini berbeda dengan praktik di negara-negara yang menganut sistem parlementer, seperti Inggris dan Jepang, yang memungkinkan pembubaran parlemen sebagai mekanisme konstitusional untuk mengatasi kebuntuan politik dan memperbarui mandat rakyat melalui pemilu dini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan perbandingan konstitusi (comparative constitutional study) dan analisis doktrin ketatanegaraan. Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam sistem presidensial, pembubaran parlemen oleh presiden dipandang sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip pemisahan kekuasaan dan check and balances, sedangkan dalam sistem parlementer, kewenangan tersebut justru menjadi bagian penting untuk menjaga stabilitas pemerintahan. Studi ini menegaskan pentingnya memperkuat mekanisme penyelesaian sengketa eksekutif-legislatif tanpa memberikan kewenangan pembubaran DPR kepada presiden, agar keseimbangan kekuasaan tetap terjaga dan stabilitas politik tetap terpelihara.