cover
Contact Name
Rahmat Sewa Suraya
Contact Email
mhat_suraya@yahoo.co.id
Phone
+6285395828765
Journal Mail Official
lisani.tradisilisan@uho.ac.id
Editorial Address
Kampus Hijau Bumi Tridharma Universitas Halu Oleo, Gedung Fakultas Ilmu Budaya Lantai II, Jl. H.E.A. Mokodompit, Kelurahan Kambu, Kecamatan Kambu, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Location
Kota kendari,
Sulawesi tenggara
INDONESIA
LISANI : Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya
Published by Universitas Halu Oleo
ISSN : 26139006     EISSN : 26224909     DOI : https://doi.org/10.33772/lisani
Jurnal ini berisi tentang hasil penelitian, artikel ilmiah, makalah ilmiah dalam bidang kelisanan dalam bidang sastra dan budaya di Indonesia. Jurnal ini terbuka untuk para peneliti dan para penulis yang berminat dalam kajian tradisi lisan khususnya kelisanan dalam budaya dan sastra di Indonesia.
Articles 126 Documents
INTERAKSI SIMBOLIK BAHASA DAERAH BALI DI TENGAH MULTIKULTURALISME: PERSPEKTIF HABITUS PIERRE BOURDIEU Komang Wahyu Rustiani; I Gusti Made Swastya Dharma Pradnyan; Nurtikawati Nurtikawati; Salniwati Salniwati; Rahmat Sewa Suraya
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 2 No 2 (2019): Volume 2 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v2i2.756

Abstract

Bahasa merupakan media yang mendasar untuk melakukan pola pewarisan kebudayaan dari generasi ke generasi. Masyarakat Suku Bali di Kota Kendari memiliki beragam kebudayaan untuk diwariskan sehingga diharapkan mampu memahami Bahasa Daerah Bali di tengah multikulturalisme agar budaya yang diwariskan tidak mengalami salah penafsiran. Untuk mengkaji hal tersebut perlu diterapkan teori Habitus Pierre Bourdieu dalam menganalisis hasil observasi dan wawancara dari informan sehingga dapat diketahui faktor penghambat dalam penggunaan bahasa Daerah Bali di Kota Kendari. Minimnya penggunaan Bahasa Daerah Bali di Kota Kendari dipengaruhi oleh kebiasaan atau habit, minimnya pemanfaatan modal serta ranah yang mempengaruhi pelestarian Bahasa Daerah Bali. Praktik yang dilakukan oleh masyarakat Suku Bali di Kota Kendari dipengaruhi oleh rasa toleransi, pemersatuan Bangsa sehingga dalam berkomunikasi selalu menggunakan Bahasa Indonesia, terhimpit oleh masyarakat yang multikultural, dan kurangnya pendidikan Bahasa Daerah Bali di kalangan anak-anak hingga remaja. Hal tersebut dapat diatasi dengan melaksanakan pembelajaran Bahasa, Sastra dan Aksara kepada generasi muda sejak usia dini melalui pasraman yang dilaksanakan di wilayah Sulawesi Tenggara khususnya Kota Kendari
TRADISI ANTAMA BALLA PADA SUKU BUGIS MAKASSAR DI KECAMATAN BAROMBONG KABUPATEN GOWA Suci Ayu Anggraeni; La Niampe; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 2 (2018): Volume 1 Nomor 2, Juli-Desember 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i2.766

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi antama balla dan dapat mendeskripsikan makna simbolik yang terkandung dalam tradisi antama balla.Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa. Penentuan informan menggunakan purposive sampling. Cara pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada saat tradisi antama balla dilakukan, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif melalui tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa tahapan pada proses pelaksanaan tradisi antama balla, tahapan yang pertama, tahap awal yaitu accini allo (pemilihan hari yang baik) berdasarkan bulan-bulan yang telah dipilih oleh panrita balla, buritta (mengundang sanak keluarga), menyiapkan alat dan bahan yang terdiri dari kain putih dan baki sedangkan bahannya yaitu jajjakkang dan pasa’bi. Tahapan yang kedua, pelaksanaan appasili balla (mensucikan rumah) yang dilakukan oleh panrita balla yang mendoakan dan mensucikan rumah dengan tujuan mengusir roh halus, dilanjutkan dengan akkaliling balla (berkeliling rumahsetelah itu acaranganre-nganre (makan bersama), tahapan ketiga tahap akhir yaitu barazanjimerupakan puji-pujian terhadap Allah SWT dan NabiMuhammad SAW. Makna pada setiap prosesi tradisi antama balla adalah sebagai bentuk rasa syukur terhadapAllah SWT dan Nabi Muhammad SAW karena tuan rumah mengharapkan kebaikan, keberkahan, kesehatan, rezeki,agar dapat menjadi perantara untuk tujuan yang mereka inginkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua prosesitradisi antama balla yang dilakukan oleh panrita balla pada setiap prosesnya mengandung makna agar mendapatkanpertolongan dan terhindar dari hal-hal yang negatif, yang tidak baik untuk keluarga yang akan menempati rumahbaru tersebut.Kata
TARI REJANG DEWA: BENTUK GERAK, MAKNA DAN POLA PEWARISANNYA PADA MASYARAKAT BALI DI DESA PUUROE KECAMATAN ANGATA Niluh Putu Ayu Wardani; La Ode Ali Basri; Ajeng Kusuma Wardani
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 2 (2018): Volume 1 Nomor 2, Juli-Desember 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i2.770

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk gerak, makna dan pola pewarisan tari rejang dewa pada masyarakat Bali di Desa Puuroe Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi partisipatif dan wawancara mendalam (indepth interview) yang didukung dengan dokumentasi dan perekaman/video. Informan ditentukan secara purposive. Informan dalam penelitian ini adalah penari, guru tari, tokoh adat dan masyarakat. Teknik analisisdata dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk gerak tari rejang dewa pada masyarakat Bali di Desa Puuroe sekarang ini ada enam gerakan yaitu (1) gerak pembuka diawali dengan sekelompok penari berbaris sejajar kebelakang membentuk satu baris sambil berjalan setengah jinjit kedepan dengan seorang penari yang berada didepan meletakkan kedua tangan di depan dada dan penari lainnya yang berada di baris belakang memegang selendang penari lainnya. Lalu para penari berpencar sambil melepas selendang dan membentuk dua baris yang setiap barisnya terdapat tiga orang penari, (2) gerak ngagem adalah sikap dasar tari Bali yang artinya bersiap, dalam tari rejang dewa artinya bersiap untuk menyambut datangnya para Dewa yang turun ke bumi dan berstana di pralingga atau bangunan suci seperti pura terdiri atas dua gerak yaitu ngagem kanan yaitu gerakan tari yang dimulai dari sebelah kanan dan ngagem kiri yaitu gerakan yang dimulai dari sebelah kiri, (3) gerak nedunan dalam tari rejang dewa artinya menyambut, jadi gerakan nedunan mengambarkan sikap sedang menyambut datangnya para Dewa yang turun ke bumi. (4) gerak ngayab artinya mempersembahkan atau mempersilahkan, gerakan ini berarti mempersembahkan sesajen yang telah disiapkan oleh krama desa atau masyarakat setempat. (5) gerak ngewaliang artinya mengembalikan, jadi gerak ngewaliang dalam tari ini artinya mengembalikan sifat-sifat adharma (tidak baik) menjadi dharma (baik) atau menyebarkan aura positif agar sebelum melakukan persembahyangan atau upacara inti suasana telah menjadi jalan dharma (kebaikan), dan (6) gerak penutup yang menandai pertunjukan tari telah selesai. Makna tari rejang dewa adalah sebagai makna edukasi, makna religi, makna estetika, dan bermaknahiburan.
PENGETAHUAN TRADISIONAL KAFOERENO LAMBU DI DESA LAPODIDI KECAMATAN KONTUNAGA KABUPATEN MUNA Ine Sarline; La Ode Dirman; Samsul Samsul
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 2 (2018): Volume 1 Nomor 2, Juli-Desember 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i2.771

Abstract

Tradisi kafoereno lambu merupakan tradisi suku Muna yang menjadi pengalaman suatu masyarakat dalam membangun rumah baru yang berasal dari nilai luhur orang tua terdahulu yang bertujuan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Tujuan dalampenelitianadalah untukmenggambarkan bentuk, fungsi, dan nilai pengetahuanlokal yang ada dalam tradisi kafoereno lambu pada masyarakat Desa Lapodidi,Kecamatan Kontunaga, Kabupaten Muna. Metodepenelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.Pengumpulan data dilakukanmelaluiobservasi (pengamatan) secarapasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Analisisdilakukanmelaluitigatahapyaitureduksi data, display data, dan menarik kesimpulan/verifikasi.Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling yaitumenetapkaninformankunci.Informanpenelitianterdiriatas imam (kepaladesa), tokoh masyarakat yang mengetahui tentang tradisi kafoerenolambu, dan warga desa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi kafoereno lambu ini merupakan salah satu tradisi suku Muna yang masih dilakukan dari dulu sampai sekarang. Dalam tradisi ini memiliki beberapa tahap yang memilikifungsi dan nilai dalam kehidupan warga/masyarakat etnis Muna, adapun tahap-tahap dalam prosespelaksanaan tradisi ini anatara lain: tahap pertama kasolonowite(memeriksa atau mengecek keadaan tanah), tahap kedua kaghondonogholeometaa (mencariatau melihat haribaik),tahap ketiga kafoereno katumbulao(mendirikantiang-tiangrumah), tahap keempat, tahap penutupan, tuan rumah menyiapkan makanan (nasi, ikan, sayur, dan yang lainnya) sebanyak mungkin untuk dimakan oleh warga/masyarakat yang datang turut membantu dalam mendirikan rumaht ersebut. Sebagai bentuk rasa syukur pemilik rumah atas bantuan dari warga masyarakat. Selain itu, dalam tradisi ini terdapat beberapa nilai yang terkandung di dalamnya yaitu: nilai religi, nilai gotong-royong, dan nilai budaya.
RITUAL MOTASU PADA SUKU TOLAKI DESA AMBOLOLI KECAMATAN KONDA KABUPATEN KONAWE SELATAN Desi Permata Sari; Wa Kuasa Baka; Sitti Hermina
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 2 (2018): Volume 1 Nomor 2, Juli-Desember 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i2.772

Abstract

Desi Permata Sari. N1A614060. “Ritual Motasu Pada Suku Tolaki Desa Ambololi Kecamatan Konda KabupatenKonawe Selatan”. Dibimbing Oleh Dr. Hj. Wa Kuasa Baka, M.Hum. Sitti Hermina, SST.Par., M.Hum.Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan proses pelaksanaan ritual motasu pada suku Tolakidengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memperkaya wawasan danpengetahuan (2) Menjelaskan makna simbolik yang terkandung dalam ritual motasu.Penelitian dilakukan di Desa Ambololi Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan pada bulan Aprilsampai Mei 2018 dengan menggunakan pendekatan kualitatif.Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasilangsung di lokasi penelitian, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik penentuan informan menggunakanpurposive sampling.Teknik analisis data terdiri atas tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikankesimpulan.Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa proses ritual motasu melalui tiga tahapan yaitu tahap persiapan,tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Tahap persiapan yaitu petani akan berdiskusi dengan sando untuk memintasando agar menentukan beberapa tahap persiapan seperti penentuan hari baik dan penyiapan alat dan bahan. Tahapproses pelaksanaan meliputi sando membuat lubang tugalan sebanyak empat lubang yang berbentuk persegi empat,dilanjutkan dengan pembacaan mantra dan membawa bahan sesajen ke batas lahan ladang. Tahap akhir dilanjutkandengan penanaman padi ladang. Selain itu, pada setiap proses yang dilakukan dalan ritual motasu terdapat simbolsimbolyang mengandung makna tertentu. Makna yang terdapat dalam ritual motasu merupakan bentuk interpretasidalam meminta perlindungan kepada penghuni alam ghaib.Sebagaimana yang terlihat sampai saat ini, ritual motasumasih tetap bertahan dan terus dilakukan dalam kehidupan masyarakat Tolaki
RITUAL PENGOBATAN MONGGEHA SINALAKI PADA SUKU TOLAKI DI DESA MATABUBU JAYA KECAMATAN LAINEA KABUPATEN KONAWE SELATAN Nurliasarii Nurliasariiii
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 3 No 1 (2020): Volume 3 Nomor 1, Januari-Juni 2020
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v3i1.802

Abstract

Ritual pengobatan Monggeha Sinalaki memiliki makna dan harus diwariskan, namun hal tersebut tidak terjadi di desa Matabubu Jaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan, makna simbolik dan bentuk pola pewarisan yang terkandung dalam Ritual Pengobatan Monggeha Sinalaki pada suku Tolaki di Desa Matabubu Jaya Kecamatan Lainea Kabupaten Konawe Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan (observasi), wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling, Informan dalam penelitian ini yakni Haswati (tokoh masyarakat), Ruhaena (masyarakat biasa), Mida (dukun), Nasir (tokoh adat), Sadina (masyarakat biasa) karena memiliki kedudukan dan pengetahuan terkait pengobatan Monggeha Sinalaki. Teknik analisis data penelitian ini terdiri dari tiga tahap, reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Ritual pengobatan Monggeha Sinalaki, yaitu suatu bentuk proses pengobatan untuk membuang sial/kesalahan.Yang disebabkan oleh gangguan mahkluk halus (onitu). Proses pelaksanaan Monggeha Sinalaki memiliki beberapa tahap yaitu (1) tahap awal persiapan, (penentuan waktu, dan perlengkapan alat dan bahan) (piring putih (pingga mowila), Uang logam (odoi), air (iwoi) serta Mantra). (2) tahap pelaksanaan, terlebih dahulu dukun akan menyentuh perut dan jidat si pasien kemudian diusap menggunakan tangan sebanyak empat kali bersamaan dengan membaca mantra oleh dukun (Mbu’owai). (3) tahap akhir, pasien bangun dan duduk lalu dukun akan membacakan mantra ke dalam gelas yang telah berisikan air lalu diminum. Makna simbolik yaitu makna alat dan bahan berupa piring, uang logam, dan air. Secara umum makna pengobatan tradisional Monggeha Sinalaki yaitu meminta pertolongan kepada Allah SWT, agar disembuhkan dari penyakit yang di sebabkan oleh gangguan mahkluk halus (onitu). Pola pewarisan dalam Ritual pengobatan Monggeha Sinalaki yaitu dengan cara nonformal, yakni melalui keturunan dan dengan cara berguru.
TUTURAN DALAM RITUAL KAGHOGHONIWI TERHADAP ORANG YANG TELAH MENINGGAL PADA MASYARAKAT MUNA DI DESA Wa Ode Natasya Pratiwi
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 3 No 1 (2020): Volume 3 Nomor 1, Januari-Juni 2020
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v3i1.803

Abstract

Ritual kaghoghoniwi adalah ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Muna di Desa Bangkali pada saat upacara kematian dan hajatan lainnya. ritual ini tidak begitu diketahui masyarakat desa Bangkali khususnya generasi milineal yang dapat menyebabkan ritual ini bisa punah, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tuturan dalam Ritual Kaghoghoniwi Terhadap Orang yang Telah Meninggal pada Masyarakat Muna di Desa Bangkali”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses pelaksanaan dan memahami makna yang terkandung dalam tuturan ritual kaghoghoniwi pada masyarakat Muna di Desa Bangkali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan), wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini perpaduan antara purposive sampling dan snowball. Teknik analisis data terdiri pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan proses pelaksanaan ritual kaghoghoniwi dan tuturan yang diucapkan saat memanggil arwah leluhur telah berubah, dimana proses ritual kaghoghoniwi yang dilakukan masyarakat desa Bangkali sekarang digabungkan dengan tradisi haroa. Adapun makna tuturan yang diungkapkan pada pelaksanaan ritual kaghoghoniwi dahulu bermakna untuk memanggil arwah leluhur atau keluarga yang telah meninggal makan, sedangkan tuturan yang sekarang bermakna agar doa yang kita panjatkan kepada almarhum/almarhumah bisa tersampaikan.
TRADISI PENGOBATAN KABHITI PADA SUKU MUNA DESA WANTIWORO KECAMATAN KABAWO KABUPATEN MUNA Sitti Sarnida
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 3 No 1 (2020): Volume 3 Nomor 1, Januari-Juni 2020
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v3i1.818

Abstract

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk pemanfaatan pengetahuan metode pengobatan tradisional kabhiti dan bagaimana proses pengobatan tradisional kabhiti, serta bagaimana pola pewarisan tradisi pengobatan kabhiti pada etnik Muna di Desa Wantiworo Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna. Tujuan dari penelitian ini Untuk mendeskripsikan bentuk pengetahuan metode pengobatan tradisional penyakit kabhiti Desa Wantiworo Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna. Untuk mendeskripsikan proses pengobatan tradisional penyakit kabhiti di Desa Wantiworo Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna. Untuk mendeskripsikan pola pewarisan tradisi pengobatan tradisional kabhiti di Desa Wantiworo Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskripsi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yaitu dengan mengumpulkan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa bentuk pengetahuan pengobatan tradisional kabhiti ada banyak macam pengobatan ada yang dari batang kemiri dan ada yang dari daun stawberi hutan. Proses dalam pengobatan tradisional kabhiti ada yang langsung diminum tanpa direbus kulit batangnya dan ada yang direbus daun strawberi hutan. Sedangkan pola pewarisannya dapat dikembangkan di masyarakat secara turun temurun.
TRADISI METANDA PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT KELURAHAN BONE LIPU KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA Ayu Rohana
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 3 No 1 (2020): Volume 3 Nomor 1, Januari-Juni 2020
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v3i1.819

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Bone Lipu Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara dengan tujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi metanda, makna simbolik material yang digunakan saat Metanda, dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi metanda Pada Pernikahan Masyarakat Kelurahan Bone Lipu Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi partisipan, dan wawancara mendalam (indepth interview) yang didukung dengan dokumentasi dan perekaman/video. Informan ditentukan secara purposive. Informan dalam penelitian ini adalah tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemerinta dan masyarakat. Teknik analisis data dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) proses pelaksanan tradisi Metanda memiliki beberapa tahapan, yakni tahap awal persiapan material yaitu tahap mengumpulkan bahan-bahan ritual Metanda baik bahan-bahan utama yang digunakan maupun bahan-bahan pendukung, tahap kedua Mebaho Mperonga (mandi bersama) yaitu adalah tahap pensucian, yang bertujuan untuk membersihkan kotoran yang ada pada tubuh calon pengantin, dan juga simbol pembersihan diri dari dosa dan kesahan yang pernah dilakukan sebelum menikah, tahap ketiga Mompaajo yaitu tahapa meraias mempelai wanitan, tahap terakhir Metanda yaitu pemberian tanda pada dahi, pipi kanan, pipi kiri dan dagu calon pengantin wanita. (2) Makna simbolik material metanda ada tiga yakni makna simbolik pempangana yaitu sebuah sarana upacara metanda yang berbentuk segi empat, berisi kapur, daun sirih, kunyit dan pisau, kedua makna simbolik pelako yaitu wadah sejenis piring yang digunakan sebagai tempat menyimpan paata dan pokoroso sebagai bahan kelengkapan dalam ritual metanda, ketiga makna dula yakni suatu wadah segi empat yang digunakan untuk menyimpan berbagai jenis makanan tradisional. (3) Nilai-nilai dalam tradisi metanda meliputi nilai religi kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang ditandai dengan adanya ritual mandi bersama oleh pasangan calon pengantin dan dual sebagai kelengkapan dalam pembacaan doa yang dipimpin oleh moji (imam), nilai etika yang terdapat dalam prosesi upacara metanda dapat dilihat pada symbol tanda kuning atu merah yang melekat pada dahi, pipi dan dagu pengantin wanita, dan nilai tangung jawab yang dimana setelah menikah seluruh tanggung jawab harus dipikul dan dijujung bersama.
RITUAL MANGGILO PADA SUKU TOLAKI DI KECAMATAN WAWOTOBI KABUPATEN KONAWE Ardila Pradita; La Ode Syukur; Nurtikawati Nurtikawati
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra, dan Budaya Vol 1 No 1 (2018): Volume 1 Nomor 1, Januari - Juni 2018
Publisher : Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, Univeritas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/lisani.v1i1.835

Abstract

Ritual manggilo adalah ritual pengislaman oleh suku tolaki. Ritual manggilo sebagai tradisi budaya lama suku Tolaki yang disakralkan. Tujuan dari penelitain bertujuan untuk mengetahui proses serta fungsi dan makna yang terkandung dari ritual manggilo. Metode Penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan metode pengumpulan data melalui pra-lapangan, pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ritual manggilo memiliki fungsi sosial yaitu menunjukkan perubahan tingkah laku kepada anak yang telah melaksanakan manggilo. Makna dari bahan-bahan yang ada dalam ritual manggilo yaitu beras merah dan beras putih sebagai darah yang ada pada manusia, ayam kampung yang diambil isi dalamnya bermakna bahwa ritual manggilo bukan hanya sekedar diluar saja melainkan benar-benar dari dalam diri manusia dan seperti layaknya kelapa yang berguna mulai dari akar, batang, daun dan buah, kelapa/kaluku dalam ritual manggilo bermakna bahwa anak yang telah melewati manggilo berguna dalam masyarakat sosial.

Page 3 of 13 | Total Record : 126