Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Mediasas : Media Ilmu Syari'ah dan Ahwal Al-Syakhsiyyah

Childfree In the Perspective of Islamic Law and Religious Sociology: A Study of the Fatwa of The MUI of Muara Jambi District Sibawaihi, Muhammad; Umar, Hasbi; Mukhtar, Mukhtar; Adawiyah, Robi'atul; Muhammad, Pauzi
Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syari'ah dan Ahwal Al-Syakhsiyyah Vol. 8 No. 2 (2025): Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syariah dan Ahwal Al-Syakhsiyyah
Publisher : Islamic Family Law Department, STAI Syekh Abdur Rauf Aceh Singkil, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58824/mediasas.v8i2.278

Abstract

The phenomenon of childfree, a couple's conscious decision to live a married life without having children, has sparked an in-depth discourse in the study of Islamic law and religious sociology in Indonesia. This polemic is increasingly prominent as open statements from well-known public figures such as Gita Savitri and Cinta Laura, which strengthen the conversation about the legitimacy and implications of this practice in the context of sharia and contemporary social dynamics. This study aims to analyze the views of the Indonesian Ulema Council (MUI) of Muara Jambi Regency on the childfree phenomenon, focusing on the factors behind it and its legal status in the perspective of Islamic law. Adopting a juridical-sociological approach with a descriptive-analytical paradigm, this research utilizes semi-structured interviews with the leadership of MUI Muara Jambi, documentation studies, and non-participant observation. The research findings identify four main factors that encourage childfree practices: psychological unpreparedness to become parents, economic concerns, socio-psychological environmental conditions, and physical health considerations.In the perspective of Islamic law, MUI Muara Jambi categorizes childfree as haram if it is only based on economic concerns, but permissible if it is supported by valid shar'i reasons, such as health risks, provided that it meets the conditions such as mutual agreement between couples and alignment with maqashid sharia. This study contributes to the development of contemporary Islamic legal discourse by offering a moderate perspective that integrates sharia principles with modern social dynamics. [Fenomena childfree, yakni keputusan sadar pasangan suami-istri untuk menjalani kehidupan perkawinan tanpa memiliki keturunan, telah memantik diskursus mendalam dalam kajian hukum Islam dan sosiologi keagamaan di Indonesia. Polemik ini kian mengemuka seiring pernyataan terbuka dari tokoh publik ternama seperti Gita Savitri dan Cinta Laura, yang memperkuat perbincangan mengenai legitimasi dan implikasi praktik tersebut dalam konteks syariah dan dinamika sosial kontemporer. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Muara Jambi terhadap fenomena childfree, dengan fokus pada faktor-faktor yang melatarbelakanginya serta status hukumnya dalam perspektif hukum Islam. Mengadopsi pendekatan yuridis-sosiologis berparadigma deskriptif-analitis, penelitian ini memanfaatkan wawancara semi-terstruktur dengan pimpinan MUI Muara Jambi, studi dokumentasi, dan observasi non-partisipan. Temuan penelitian mengidentifikasi empat faktor utama yang mendorong praktik childfree: ketidaksiapan psikologis untuk menjadi orang tua, kekhawatiran ekonomi, kondisi lingkungan sosial-psikologis, dan pertimbangan kesehatan fisik. Dalam perspektif hukum Islam, MUI Muara Jambi mengkategorikan childfree sebagai haram apabila hanya didasarkan pada kekhawatiran ekonomi, namun mubah jika didukung oleh alasan syar’i yang sah, seperti risiko kesehatan, dengan syarat memenuhi ketentuan seperti kesepakatan mutual antar pasangan dan keselarasan dengan maqashid syariah. Kajian ini berkontribusi pada pengembangan diskursus hukum Islam kontemporer dengan menawarkan perspektif moderat yang mengintegrasikan prinsip syariah dengan dinamika sosial modern].
Analysis of the Indonesian Banking System: A Comparison Between Conventional and Sharia Banks Hafiz, Ahsan Putra; Latif, Mukhtar; Muhammad, Pauzi; Umar, M. Hasbi; Adawiyah, Robi'atul; Husin, Midhat; Sibawaihi, Muhammad
Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syari'ah dan Ahwal Al-Syakhsiyyah Vol. 8 No. 2 (2025): Jurnal Mediasas: Media Ilmu Syariah dan Ahwal Al-Syakhsiyyah
Publisher : Islamic Family Law Department, STAI Syekh Abdur Rauf Aceh Singkil, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58824/mediasas.v8i2.300

Abstract

This article discusses the banking system, both conventional and Islamic. Conventional adopts the bank interest system, while Islamic adopts the profit-sharing system. The main findings from the literature indicate that Islamic banks, through the profit-sharing system, offer a more equitable distribution of wealth and are considered to have a better risk-sharing mechanism, especially during periods of financial instability. However, the profit-sharing system often faces challenges related to transparency and monitoring, which can potentially affect operational efficiency. In contrast, conventional banks, although benefiting from a simpler interest-based structure, may expose their customers to interest rate volatility and lack the social justice dimension emphasized in Islamic finance.  [Artikel ini membahas mengenai sistem perbankan, baik bersifat konvensional maupun syariah. Konvesional menganut sistem bunga bank, sedangkan syariah menganut system bagi hasil. Temuan utama dari literatur menunjukkan bahwa bank syariah, melalui sistem bagi hasil, menawarkan distribusi kekayaan yang lebih adil dan dianggap memiliki mekanisme pembagian risiko yang lebih baik, terutama selama periode ketidakstabilan keuangan. Namun, sistem bagi hasil seringkali menghadapi tantangan terkait transparansi dan pemantauan, yang berpotensi mempengaruhi efisiensi operasional. Sebaliknya, bank konvensional, meskipun mendapatkan keuntungan dari struktur berbasis bunga yang lebih sederhana, dapat membuat nasabahnya terkena volatilitas suku bunga dan tidak memiliki dimensi keadilan sosial yang ditekankan dalam keuangan Islam].