Abstrak: Latar belakang: Bahasa Ngapak adalah salah satu dialek bahasa Jawa yang digunakan di daerah Jawa Tengah, terutama di wilayah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen, atau yang sering disebut Barlingmascakeb. Dialek ini punya beberapa ciri khas yang bikin beda dari dialek Jawa lainnya (dialek Yogya-Solo). Salah satu ciri utamanya adalah pengucapan vokal “o” yang jadi “a”, misalnya kata “ngopo” jadi “ngapa.” Bentuk kebahasaan yang sering menyertai penggunaan bahasa lisan adalah sapaan. Sapaan menyangkut interaksi antara dua pihak, yaitu penyapa (orang yang menyapa) dan pesapa (orang yang disapa). Metode: Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan di Desa Tungkaran Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Desa Tungkaran. Sumber data yang diteliti sebanyak 20 orang penutur bahasa Jawa. Prosedur analisa data yang digunakan melalui wawancara, data diklasifikasikan berdasarkan bentuk-bentuk sapaan, pengelompokan pola tutur sapa bersasarkan bagian-bagiannya, menyimpulkan hasil penelitian dan melaporkan penelitian Kesimpulan: Sapaan ngapak yang berupa paraban yaitu suatu bentuk sapaan atau panggilan yang sering artinya disesuaikan dengan sifat, keadaan, kegemaran dari orang yang diparabai. Paraban tidak menimbulkan rasa tidak senang baik bagi orang (anak) yang diparabai maupun orang tuanya. Sedangkan sapaan ngapak yang berupa poyokan biasanya dilakukan antara kakak dan adik biasanya ketika salah satu atau keduanya dalam keadaan jengkel (marah) atau ingin menggoda. Poyokan ini menyebabkan pesapa menjadi tidak senang dan akibatnya dapat menimbulkan pertengkaran atau gantian membalas dengan sapaan yang berupa poyokan pula. Kata kunci: paraban dan poyokan, ngapak Abstract: Background: Ngapak language is one of the Javanese dialects used in Central Java, especially in the Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, and Kebumen areas, or often called Barlingmascakeb. This dialect has several characteristics that make it different from other Javanese dialects (Yogya-Solo dialect). One of the main characteristics is the pronunciation of the vowel "o" which becomes "a", for example the word "ngopo" becomes "ngapa." The linguistic form that often accompanies the use of spoken language is greetings. Greetings involve interactions between two parties, namely the greeter (the person greeting) and the pesapa (the person being greeted). Method: This research is categorized as a qualitative descriptive study. The research was conducted in Tungkaran Village, Martapura District, Banjar Regency, South Kalimantan. Tungkaran Village. The data sources studied were 20 Javanese speakers. Data analysis procedures used through interviews, data are classified based on forms of greetings, grouping greeting speech patterns based on their parts, concluding research results and reporting research Conclusion: The ngapak greeting in the form of paraban is a form of greeting or call whose meaning is often adjusted to the nature, circumstances, and hobbies of the person being parabai. Paraban does not cause displeasure for either the person (child) being parabai or their parents. While the ngapak greeting in the form of poyokan is usually done between older and younger siblings, usually when one or both are annoyed (angry) or want to tease. This poyokan causes the recipient to be unhappy and as a result can cause arguments or turn to respond with a greeting in the form of poyokan as well. Keywords: paraban and poyokan, ngapak