Swamedikasi adalah praktik umum masyarakat dalam menangani keluhan kesehatan ringan tanpa resep dokter. Meskipun memberikan kemudahan dan efisiensi, praktik ini memiliki risiko tinggi jika dilakukan tanpa pemahaman yang memadai. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya prevalensi swamedikasi di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan seperti Apotek Trisna Farma yang minim edukasi kesehatan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tingkat pemahaman pasien dalam melakukan swamedikasi. Pertanyaan penelitian difokuskan pada hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, domisili, iklan, referensi orang lain, pengalaman pribadi, dan persepsi biaya terhadap tingkat pemahaman pasien. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel sebanyak 100 responden diperoleh melalui teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner tertutup, dan data dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40% responden memiliki pemahaman yang kurang tentang swamedikasi. Ditemukan bahwa faktor usia (p=0,004), jenis kelamin (p=0,001), pendidikan (p=0,003), pekerjaan (p=0,003), penghasilan (p=0,002), domisili (p=0,002), iklan (p=0,001), referensi orang lain (p=0,001), pengalaman pribadi (p=0,000), dan biaya (0,000) berhubungan signifikan terhadap tingkat pemahaman. Penelitian ini menegaskan pentingnya peran apoteker dalam memberikan edukasi swamedikasi yang tepat dan aman. Hasil studi ini dapat menjadi dasar pengembangan program intervensi edukatif di apotek, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Penelitian lanjutan disarankan untuk menggunakan pendekatan kualitatif guna mengeksplorasi lebih dalam aspek perilaku, motivasi, dan persepsi pasien dalam swamedikasi.