Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL)

KEADILAN BAGI PETANI PEMULIA: ANALISIS PERLINDUNGAN HAK ATAS VARIETAS TANAMAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 29 TAHUN 2000 Rusdi, Awan A.; Satory, Agus; Sihombing, Alfies L.
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 6, No 1 (2025): Volume 6, Nomor 1 Januari-Juni 2025
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/pajoul.v6i1.11573

Abstract

ABSTRAK Undang-Undang PVT dibentuk sebagai konsekuensi dari kewajiban internasional Indonesia yang meratifikasi WTO dan perjanjian TRIPS. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah untuk mendorong pemuliaan tanaman agar menghasilkan varietas unggul baru dengan memberikan hak ekonomi dan moral kepada para pemulia atas karya mereka. Namun, Undang-Undang PVT belum mengatur hak petani pemulia dan hak petani lainnya dengan jelas dan seimbang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak petani pemulia dalam kerangka Undang-Undang PVT menggunakan teori keadilan dari John Rawls, khususnya prinsip perbedaan yang menekankan bahwa ketidaksetaraan sosial dan ekonomi dapat diterima asalkan memberikan keuntungan bagi pihak yang paling tidak mampu. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif, yang didukung oleh data empiris dan menempatkan hukum sebagai sistem norma. Pengaturan hak PVT dalam undang-undang ini cenderung hanya melindungi pemulia tanaman, mengabaikan kepentingan petani pemulia. Banyak pasal yang membatasi kemampuan petani pemulia untuk mengembangkan benih baru melalui metode pemuliaan tradisional, dengan persyaratan kriteria Baru, Unik, Seragam, dan Stabil (BUSS), serta pendaftaran yang melibatkan banyak dokumen elektronik dan biaya yang beragam. Sayangnya, Undang-Undang PVT lebih banyak menguntungkan pemulia tanaman dan perusahaan benih, sementara hak-hak petani pemulia masih terpinggirkan. Penelitian ini menggarisbawahi pentingnya penguatan regulasi yang lebih adil dan seimbang bagi semua pihak terkait. Kata Kunci: PetaniPemulia, Hak PVT, Teori Keadilan John Rawls ABSTRACT Plant Variety Protection (PVP) Act was established as a consequence of Indonesia's international obligations stemming from its ratification of the WTO and the TRIPS Agreement. The primary objective of this law is to encourage plant breeding to produce new superior varieties by granting economic and moral rights to breeders for their creations. However, the PVP act has not clearly and equitably defined the rights of breeders and the rights of other farmers. This research aims to analyze the protection of farmers plant breeder rights within the framework of the PVP act, utilizing John Rawls' theory of justice, particularly the difference principle, which emphasizes that social and economic inequalities are permissible only if they benefit the least advantaged parties. The methodology used is a normative juridical research approach supported by empirical data, which views law as a system of norms. The regulation of PVP rights in this law tends to predominantly protect plant breeders, neglecting the interests of plant breeders among farmers. Numerous provisions restrict the ability of plant breeders to develop new seeds through traditional breeding methods, enforcing the criteria of New, Unique, Uniform, and Stable (DUS), as well as registration requirements involving substantial electronic documentation and varying fees. Unfortunately, the PVP act largely favors plant breeders and seed companies, while the rights of plant breeders remain marginalized. This study underscores the importance of strengthening regulations that are more equitable and balanced for all stakeholders involved. Keyword: BreederFamers, PVTRight, Theory of Justice John Rawls
Implikasi Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/Puu-XI/2013 Terhadap Penyelesaian Tunggakan Iuran Jkn Bpjs Kesehatan Oleh Perseroan Terbatas Dalam Proses Hukum PKPU/Pailit As, Lili Riyanti; Sobar, Fidji Muhammad; Satory, Agus
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 6, No 1 (2025): Volume 6, Nomor 1 Januari-Juni 2025
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/pajoul.v6i1.11572

Abstract

AbstrakPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 menegaskan kedudukan tunggakan iuran JKN BPJS Kesehatan sebagai kewajiban prioritas dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan kepailitan. Penelitian ini bertujuan menganalisis implikasi hukum putusan tersebut, kendala teknis dan interpretasi yang dihadapi dalam pelaksanaannya, serta memberikan rekomendasi untuk mengoptimalkan implementasi di lapangan. Berdasarkan metode yuridis normatif, penelitian ini menemukan bahwa meskipun Putusan MK memberikan dasar hukum yang kuat, implementasinya menghadapi berbagai hambatan, seperti tidak adanya regulasi teknis yang jelas, interpretasi yang tidak seragam di kalangan pelaku hukum, dan kurangnya keterlibatan aktif BPJS Kesehatan dalam proses hukum. Dalam beberapa kasus, hak BPJS Kesehatan untuk menerima pembayaran tunggakan iuran kerap diabaikan karena kurangnya pemahaman dan prioritas yang diberikan oleh kurator atau hakim. Kesimpulan penelitian ini menegaskan perlunya penguatan regulasi teknis, peningkatan peran aktif BPJS Kesehatan, dan harmonisasi pemahaman di antara para pelaku hukum untuk memastikan implementasi Putusan MK berjalan efektif. Langkah-langkah ini penting untuk mendukung keberlanjutan program JKN dan perlindungan hak pekerja atas jaminan Kesehatan.Kata Kunci: Putusan Mahkamah Konstitusi, BPJS Kesehatan, tunggakan iuran JKN, PKPU, kepailitan. AbstractThe Constitutional Court Decision Number 67/PUU-XI/2013 affirms the status of overdue JKN BPJS Health contributions as a priority obligation in the process of Debt Payment Obligation Postponement (PKPU) and bankruptcy. This research aims to analyze the legal implications of this decision, the technical challenges and interpretations faced during its implementation, and to provide recommendations for optimizing its practical application. Based on a normative juridical method, this study finds that while the MK Decision provides a strong legal basis, its implementation encounters various obstacles, such as the lack of clear technical regulations, inconsistent interpretations among legal practitioners, and insufficient active involvement of BPJS Health in the legal process. In some cases, BPJS Health's rights to receive overdue contribution payments are often overlooked due to a lack of understanding and priority given by curators or judges. The research concludes that there is a need for strengthening technical regulations, enhancing the active role of BPJS Health, and harmonizing understanding among legal actors to ensure the effective implementation of the MK Decision. These steps are crucial for supporting the sustainability of the JKN program and protecting workers' rights to health insurance.  Keywords: Constitutional Court Decision, BPJS Health, JKN contribution arrears, PKPU, bankruptcy.
Menggagas Constitutional Review TAP MPR: Solusi Atas Potens Konflik dengan UUD NRI Tahun 1945 Nugraha, Iman; Putra, Bagus Candra; Satory, Agus
Pakuan Justice Journal of Law (PAJOUL) Vol 6, No 1 (2025): Volume 6, Nomor 1 Januari-Juni 2025
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/pajoul.v6i1.11578

Abstract

 ABSTRAK Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) memiliki peran penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, namun setelah amandemen UUD 1945, kedudukannya berubah signifikan. Tap MPR tidak lagi memiliki kekuatan hukum tertinggi dan dikeluarkan dari hierarki peraturan perundang-undangan. Perubahan ini memunculkan kontroversi, terutama terkait potensi pertentangan antara Tap MPR dan UUD 1945. Tanpa mekanisme pengujian yang jelas, sulit untuk menilai konstitusionalitas Tap MPR yang dihasilkan sebelum reformasi. Penelitian ini mengusulkan pengujian konstitusionalitas Tap MPR melalui Mahkamah Konstitusi atau melalui mekanisme yang melibatkan MPR dengan mencerminkan kehendak rakyat. Studi ini juga membandingkan mekanisme judicial review di negara lain, seperti Amerika Serikat dan Jerman, untuk memberi solusi bagi penguatan supremasi konstitusi dan kepastian hukum di Indonesia. Kata Kunci: TAP MPR, Constitutional Review, UUD NRI Tahun 1945, Hirarki Perundang-undangan, Amandemen.ABSTRACT The Decrees of the People's Consultative Assembly (Tap MPR) have played a significant role in the constitutional history of Indonesia. However, following the amendments to the 1945 Constitution, their status has undergone a substantial shift, with Tap MPR no longer holding the highest legal authority and being removed from the hierarchy of legislation. This change has sparked controversy, particularly regarding the potential conflicts between pre-reform Tap MPR and the 1945 Constitution. Without a clear review mechanism, assessing the constitutionality of pre-reform Tap MPR remains challenging. This study proposes a constitutional review mechanism for Tap MPR, either through the Constitutional Court or a special process involving the MPR that reflects the people's will. The study also examines judicial review practices in other countries, such as the United States and Germany, to offer solutions for strengthening constitutional supremacy and ensuring legal certainty in Indonesia. Keywords: Tap MPR, Constitutional Review, UUD NRI Tahun 1945, Legislative Hierarchy, Amendments.