Claim Missing Document
Check
Articles

The Prolific Variation, Body Morphometrics, and Breeding Value of Indonesian Local Etawah Goat Based in East Java Mudawamah, Mudawamah; Ciptadi, Gatot; Retnaningtyas, Irawati Dinasari
ANIMAL PRODUCTION Vol. 23 No. 1 (2021)
Publisher : Faculty of Animal Science, Jenderal Soedirman University in associate with Animal Scientist Society of Indonesia (ISPI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jap.2021.23.1.85

Abstract

A crucial trait of a high economic value of goats is calving to more than one kid (prolificacy potency). The high prolificacy potency (> 1 kid) has a higher income compared to single kids. This study described the potential of Indonesian Local Etawah Goat (ILEG) for prolific trait and the morphometric of body and breeding values in various environments as a basis for selection. It involved smallholder farmers who breed ILEG does from 14 villages in East Java. The research was conducted on a field survey to obtain primary data about the phenotypic superior ILEG goats based on the status of the prolific trait. The study used 520 does with 1347 prolific records obtained. The results showed that the prolificacy values ranged from 2.12-1.42 heads/calving (medium to high category). The variation of prolificacy was 0.53, and the breeding values of the prolificacy trait were 1.48-1.74. The average of body morphometrics was varied with the following details. Chest circumference was 81.06 + 4.63 cm, body length was 76.64 + 4.33 cm, shoulder height was 75.34 + 5.83 cm and ear length were 27.44 + 3.02 cm. This study concluded that the prolific rate was medium to high category. The prolific variation was higher than body morphometry variation, and the prolificacy EBVs of breeding villages divided into four unique pattern boxplots. The prolific trait could be the basis for new considerations in the ILEG breeding program, either through selection or mating.
Variasi Fenotipe, Korelasi dan Regresi Morfometri Calon Induk Kelinci di Desa Nongko Sewu Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang Mudawamah Mudawamah; Deni Sartika; Oktavia Rahayu Puspita
Jurnal Ternak : Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Vol 11 No 1 (2020): Jurnal Ternak : Jurnal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30736/jy.v11i1.67

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variasi fenotipe, korelasi dan regresi fenotipe morfometri pada berbagai bangsa calon induk kelinci di Desa Nongko Sewu Tumpang Malang. Penelitian ini menggunakan ternak kelinci calon induk berumur 9 bulan yang terdiri dari kelinci New Zealand White (NZW) 14 ekor, Flamish Giant (FG) 20 ekor dan kelinci Lokal (L) 20 ekor. Peralatan penelitian terdiri dari  alat ukur dalam satuan centimeter, timbangan, keranjang tempat kelinci dan alat recording untuk menulis dan dokumentasi gambar. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu bobot badan (BB), dan ukuran tubuh (lingkar dada atau LD dan panjang badan atau PB). Data yang diperoleh ditabulasikan dalam bentuk table dan dianalisis dengan korelasi dan regresi sederhana melalui software SPSS version 16.0. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi fenotipe, korelasi dan regresi morfometri pada berbagai bangsa calon induk kelinci adalah bernilai positif. Rataan dan variasi fenotipe pada morfometri LD dari berbagai induk kelinci adalah 24,36 ± 0,82 cm dan 0,67 (NZW); 22,98 ± 0,79 cm dan 0,62 (FGL); 21,65 ± 2,26 cm dan 5,11 (L).  Rataan dan variasi fenotipe pada morfometri PB dari induk kelinci adalah 27,32 ± 0,91cm dan 0,82 (NZW); 25,00 ± 0,65 cm dan 0,42 (FGL); 22,15 ± 1,48 cm dan 2,19 (L). Rataan dan variasi fenotipe pada sifat BB dari berbagai induk kelinci adalah 2,46 ± 0,31 kg dan 0,10 (NZW); 2,40 ± 0,15 kg dan 0,02 (FGL); 1,96 ± 0,16 kg dan 0,03 (L). Korelasi dan koefisien determinasi hubungan antara BB (Y) dengan PB (X) adalah 0,053 dan -0,231 (NZW); 0,158 dan -0,398 (FGL); 0,198 dan 0,445 (L). Korelasi dan koefisien determinasi hubungan antara BB (Y) dengan LD (X) adalah 0,105 dan 0,324 (NZW); 0,007 dan -0,086 (FGL); 0,038 dan 0,196 (L). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara BB dengan PB dan BB dengan LD kecuali pada calon induk L yaitu hubungan nyata (P < 0,05) antara BB (X) dan PB (Y) dengan persamaan regresi Y=0,906+0,048X. Kesimpulan variasi fenotipe LD dan PB calon induk kelinci L paling tinggi dibandingkan dengan calon induk kelinci NZW dan FGL, sedangkan variasi fenotipe BB paling tinggi pada calon induk NZW. Nilai korelasi dan determinasi hubungan sifat morfometri pada calon induk NZW, FGL dan L kategori sangat rendah sampai rendah keeratannya. Bobot badan calon induk kelinci Lokal bisa diduga dari panjang badan dengan persamaan regresi BB=0,906 + 0,048 PB.
Ekspresi Gen Tyrosinase (TYR) Terhadap Sifat Kualitatif Dan Sifat Kuantitatif Puyuh (Cortunix cortunix japonica) Fitriyah Fitriyah; Mudawamah Mudawamah; Sumartono Sumartono
TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 22, No 2 (2021): TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production
Publisher : Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh sifat kualitatif warna bulu terhadap sifat kuantitatif serta hubungan antara gen TYR dengan sifat kualitatif dan kuantitatif puyuh Cortunix cortunix japonica. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Materi yang digunakan adalah 222 ekor puyuh Cortunix cortunix japonica yang dipelihara di Pasuruan. Pengamatan ekspresi gen TYR melalui analisa qPCR sebanyak 21 sampel dengan primer gen TYR. Analisa data menggunakan analisis ragam satu arah dan dilanjutkan dengan uji BNT. Sifat kualitatif yang diamati adalah warna bulu coklat muda (CM), coklat tua (CT) dan Hitam (H). Pengamatan sifat kuantitatif meliputi panjang tarsometatarsus (PTM), panjang tibia (PT), panjang sayap (PS), lingkar dada (LD) dan bobot badan (BB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna bulu berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap sifat kuantitatif puyuh, warna bulu H mempunyai sifat kuantitatif sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan puyuh CM dan CT. Rataan ekspresi gen TYR hasil qPCR dengan nilai tertinggi pada warna bulu H sebesar 2,44 dan diikuti oleh CM 1,73, sedangkan terendah pada CT 2,19. Semakin tinggi nilai kuantifikasi gen TYR maka semakin gelap warna bulu puyuh dan semakin tinggi nilai sifat kuantitatif ukuran tubuh.
Identifikasi Total Protein dan Fraksi Protein Induk Kambing Peranakan Ettawah Beranak Kembar dan Tunggal Gusfarisa Rafika Putri; Mudawamah Mudawamah; Sumartono Sumartono
TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 21, No 1 (2020): TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production
Publisher : Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jtapro.2020.021.01.5

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi total protein dan fraksi protein (albumin dan globulin) serum darah induk kambing Peranakan Ettawah (PE) beranak kembar dan tunggal. Penelitian ini dilakukan menggunakan serum darah induk kambing PE beranak tunggal dan kembar dengan membagi dalam 2 kelompok, setiap kelompok terdiri atas 6 ekor kambing. Sampel serum diisolasi dari whole blood. Whole blood diambil melalui vena jugularis kambing PE. Separasi serum induk kambing PE dilakukan menggunakan total protein, albumin, dan globulin menggunakan metode spektofotometri, kemudian data dianalisa menggunakan uji unpaired t-test melalui software SPSS.16 untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil total protein kelompok induk kambing beranak kembar berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi 31,68% dibanding kelompok induk kambing beranak tunggal.  Kadar albumin kelompok induk kambing beranak kembar berbeda sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi 21,43% dibandingkan dengan beranak tunggal.  Kadar globulin kelompok induk kambing beranak kembar berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi 26,89% dibandingkan dengan beranak tunggal.  Total protein dan fraksi protein (albumin dan globulin) lebih tinggi pada induk beranak kembar dapat membantu perkembangan anak dapat maksimal. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu induk kambing beranak kembar memiliki aktivitas metabolisme yang lebih tinggi dilihat dari konsentrasi total protein dan fraksi protein. Implikasi dari penelitian ini adalah pemberian pakan pada induk beranak kembar perlu ditingkatkan minimal 32 % sejak awal kebuntingan dibandingkan dengan induk beranak tunggal.
Produksi dan Berat Telur pada Ayam Strain Novogen Berdasarkan Variasi Warna Bulu dan Kuantifikasi Gen TYR (Tyrosinase) Afidhatul Masruroh; Mudawamah Mudawamah; Inggit Kentjonowaty
TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 22, No 2 (2021): TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production
Publisher : Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam petelur strain Novogen milik Bapak Hidayat dan laboratorium Biomolekuler UNISMA. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa perbedaan produksi dan berat telur pada berbagai fase produksi dilihat dari variasi warna bulu dan kuantifikasi TYR. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik melalui studi kasus di peternakan ayam petelur dan analisis laboratoium. Sampel yang digunakan untuk data produksi dan berat telur sebanyak 217 ekor ayam petelur dengan warna bulu yang berbeda (39 ekor ayam warna bulu coklat variasi putih (CVP), 58 ekor ayam warna bulu coklat muda (CM), dan 120 ekor ayam warna bulu coklat tua (CT). Kuantifikasi gen TYR menggunakan 27 sampel bulu ayam petelur (9 ulangan dari masing-masing warna bulu). Variabel yang diamati adalah produksi telur pada tiga tahap berbeda (tahap I: umur 18-28, tahap II: umur 29- 36, dan tahap III : umur 37-44 minggu), berat telur pada umur berbeda (U1 : 28, U2 : 36, dan U3 : 44 minggu). Analisis data dengan ragam satu arah dan uji beda nyata terkecil (BNT) dan qPCR dengan primer gen TYR. Hasil penelitian menunjukkan produksi dan berat telur pada berbagai warna bulu berbeda sangat nyata (P<0,01). Rataan tertinggi produksi dan berat telur pada warna bulu CT dan rataan terendah pada warna bulu CM. Di sisi lain berbagai warna bulu mempunyai nilai kuantifikasi gen TYR yang berbeda dengan nilai kuantifikasi warna bulu CT tertinggi yaitu 4,17, warna bulu CVP dan CM berturut-turut sebesar 4,02 dan 1,88. Kesimpulan penelitian ini adalah semakin tinggi nilai rataan TYR maka semakin gelap warna bulu ayam strain Novogen yang diikuti dengan semakin tinggi produksi dan berat telur yang dihasilkan dari berbagai fase produksi.
VARIASI FENOTIPE F1 CROSSBREED DARI HASIL PERSILANGAN BURUNG BLACK THROAT DENGAN BERBAGAI BURUNG KENARI LOKAL (Serinus Canaria) Mudawamah Mudawamah; Susilowati S; Trijaya Trijaya
TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 13, No 1 (2012): Ternak Tropika
Publisher : Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (80.315 KB)

Abstract

Burung kenari merupakan burung berkicau yang dipelihara bukan hanya untukhobi tetapi sudah mengarah ke komersial dengan harga jualnya ditentukan oleh warnabulu, ukuran tubuh dan suara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variasifenotipe F1 crossbreed hasil persilangan kenari lokal dengan Black throat. Metodepenelitian adalah eksperimen dan data dianalisis menggunakan Chi-square. Materipenelitian yang digunakan satu ekor pejantan burung black throat, sembilan ekorindukan burung kenari lokal warna bulu hijau, starblue dan kuning. Perkawinandilakukan dengan perkawinan alam dengan ulangan tiga kali. Variasi fenotipe yangdiamati adalah warna bulu, ukuran tubuh dan suara. Hasil penelitian menunjukkanbahwa F1 crossbreed mempunyai postur tubuh lebih besar dari Black throat dan lebihkecil dari kenari lokal dengan suara lebih tinggi dan tebal dibandingkan dengan kenarilokal serta warna bulunya merupakan kombinasi kenari lokal dengan Black throat.Dari hasil análisis dengan chi-square menunjukkan bahwa variasi fenotipe persilanganblack throat dengan berbagai kenari lokal tidak berbeda nyata (P > 0.05) denganstándar penilaian Malang Canary Club. Tetapi ada kecenderungan bahwa skor hasilpersilangan antara black throat dengan kenari kuning (26,6) menghasilkan rata-rataskor terendah dibandingkan dengan hijau (27) dan starblue (27,55).Kata Kunci : kenari, persilangan, variasi fenotipe.(PHENOTYPE VARIATION OF F1 CROSSBREED DERIVED FROM BLACKTHROAT WITH LOCAL CANARY BIRDS (Serinus Canaria))ABSTRACTBirds singing canary is maintained not just for a hobby but has already led tothe commercial and selling price determined by feather color, body size and voice. Thepurpose of this study was to determine the phenotype variation of F1 crossbreed whichwas the result of crossbreeding of local canary with Black throat. The research methodwas experimental and data were analyzed using Chi-square test. Research materialsused one tail of black throat male, nine tails of local canary female of feather color ofgreen, and yellow starblue. Mating performed by natural mating with threereplications. Phenotypic variation observed was the color of hair, body size and voice.The results showed that F1 crossbreed had a bigger body posture of Black throat andsmaller than the local canary with a voice higher and thicker than the local canary andthe feather color was a combination of local with Black throat. From the results of thechi-square analysis showed that phenotypic variation F1 crossbreed were notsignificantly different (P> 0.05) with a standard assessment of Malang Canary Club.But there is a tendency that the score from crosses between the black throat with ayellow canary (26.6) yielded the lowest average score compared with the green canary(27) and starblue canary (27.55).Key words: canary, crosses, phenotypic variation.
VARIASI FENOTIPE MORFOMETRI BURUNG KENARI DEWASA ANTARA WARNA BULU TERANG KUNING DAN PUTIH M. Auzaini; Mudawamah Mudawamah; D. Sunarto; M. Z. Fadli
TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 14, No 2 (2013): Ternak Tropika
Publisher : Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.044 KB)

Abstract

Burung kenari merupakan salah satu jenis burung berkicau yang banyak digemarimasyarakat Indonesia. Burung kenari yang menjadi favorit peternak diantarnya adalah burungkenari warna bulu kuning dan putih. Tujuan penelitian untuk melihat perbedaan ukuran tubuhburung kenari dewasa dengan warna bulu terang kuning dan putih. Metode penelitian yangdigunakan adalah metode survei di lapangan dengan pengambilan sampel secara purposivesampling yaitu sampel kenari yang sudah jadi induk dan pejantan dengan warna bulu kuning danputih. Variabel yang diamati meliputi panjang femur, panjang tibia, panjang shank, panjang jari,panjang mandibula, panjang tubuh, panjang tulang sayap, panjang tulang dada, panjang lingkarshank. Hasil penelitian menujukkan bahwa ukuran tubuh pada burung kenari kuning jantanberbeda nyata (P < 0,05) lebih panjang dibandingkan dengan kenari putih jantan dan burungkenari kuning betina dibandingkan dengan burung kenari putih betina. Sebaliknya ukuran tubuhtidak berbeda nyata (P > 0,05) antara burung kenari kuning jantan dan burung kenari putih jantandan antara burung kenari warna bulu kuning betina dengan burung kenari warna bulu putihbetina. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah rataan morfometri burung kenari warna bulukuning lebih panjang dibandingkan dengan burung kenari warna bulu putih; Variasi fenotipemorfometri (panjang tibia, jari, tubuh, sayap, dan dada) pada burung kenari jantan warna bulukuning polos nyata lebih panjang dibandingkan dengan warna bulu putih polos. Variasi fenotipemorfometri (panjang femur, tibia, shank, jari, mandibula dan dada) pada kenari betina warna bulukuning polos nyata lebih panjang dibandingkan dengan warna bulu putih polos.Kata kunci: fenotipe, morfometri, warna bulu, kenari
Perbandingan Kadar dan Variasi Fenotipe Albumin Induk Beranak Kembar dan Tunggal pada Domba Sapudi, Dormas, dan Suffas Yudi Hartoyo; Mudawamah Mudawamah; Sumartono Sumartono
TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 22, No 2 (2021): TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production
Publisher : Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kadar albumin dari plasma darah induk domba Sapudi, Dormas, dan Suffas yang beranak kembar (IBK) dan tunggal (IBT). Metode penelitian adalah studi kasus dengan pengambilan sampel dilaksanakan di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Jember Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. Sampel yang digunakan domba Sapudi dan Dormas dan Suffas. Analisa Albumin dengan menggunakan Bromcresol Green (Albumin Darah),. Analisa data dengan menggunakan SPSS16 ANOVA Single Faktor dan uji lanjut menggunakan LSD (Least Significance Different). Hasil penelitian menunjukkan nilai rataan konsentrasi albumin domba Sapudi kelahiran kembar dan tunggal mempunyai nilai rataan sama hanya pada simpangan baku yaitu 3,83±0,68 g/dL dan 3,83± 0,53 g/dL. Kadar albumin pada bangsa domba Dormas adalah IBK = 4,43±0,92 g/dL dan IBT= 3,78±0,43 g/dL. Domba Suffas mempunyai kadar albumin 5,05±0,72 g/dL (IBK) dan 4,12± 0,66 g/dL(IBT). Berdasarkan uji t tidak berpasangan kadar albumin darah antara induk domba Sapudi, Dormas dan Suffas kelahiran tunggal dan kembar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Tetapi dilihat dari nilai rataan ada kecenderungan kadar albumin induk kelahiran kembar pada domba Dormas dan Suffas lebih tinggi 17,20% dan 22,20%. Sebaliknya berdasarkan variasi fenotipe albumin induk kelahiran kembar lebih bervariasi 8,82-66,15% dibandingkan dengan induk beranak tunggal baik pada Sapudi, Dormas, maupun Suffas. Kesimpulan adalah kadar dan variasi fenotipe albumin induk kembar cenderung tertinggi adalah Suffas, diikuti dengan Dormas dan teredah pada domba Sapudi. Sebaliknya kadar dan variasi fenotipe albumin induk beranak tunggal cenderung tertinggi adalah Suffas, Sapudi dan terendah adalah Dormas. Ini berarti induk domba Sapudi mempunyai potensi fisiologis lebih baik untuk kelahiran kembar daripada domba Suffas dan Dormas. Pengembangan induk domba Sapudi kelahiran kembar harus menjadi salah satu kriteria prioritas seleksi.
Profil Stres pada Induk Kambing Peranakan Ettawah (PE) Pasca Melahirkan S. Ali; Mudawamah Mudawamah; Sumartono Sumartono
Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol 15, No 3 (2020)
Publisher : Universitas Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31186/jspi.id.15.3.237-241

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui profil stres pada induk kambing Peranakan Ettawah pasca melahirkan tunggal dan kembar berdasarkan kondisi faali (suhu rektal, denyut nadi dan respirasi) serta jumlah komponen darah yang meliputi leukosit, neutrofil dan limfosit. Metode penelitian ini adalah metode eksperimen, pengambilan data sampel 22 ekor induk kambing umur 2-3 tahun, pengamatan profile stress berupa suhu rektal, denyut nadi dan respirasi dilakukan pada induk kambing pasca melahirkan dengan rentan waktu 1-4 jam, pengambilan darah untuk mengukur kadar leukosit, neutrofil dan limfosit dilakukan setelah pengamatan kondisi faali, uji kadar Leukosit dan beberapa komponennya menggunakan alat uji darah Nihon Kohden Celltac a MEK -7222k dengan Reagen Isotonac 3 serta menggunakan metode Elektronic Impedance (Focused flow Impedance), Analisis data menggunakan Uji-t tidak berpasangan, dengan menggunakan program SPSS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan kambing kelahiran tunggal berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih rendah dibdaningkan dengan induk kelahiran kembar, Nilai rata-rata tertinggi pada induk kambing kelahiran kembar yaitu suhu rektal mencapai 43,17 ? C, denyut nadi 97,27 kali/menit dan respirasi 64,1 kali/menit. Komposisi darah (Leukosit, Neutrofil dan Limfosit) induk kelahiran tunggal berbeda sangat nyata lebih rendah (P<0,01) dibdaningkan dengan induk kambing kelahiran kembar. Hasil rata-rata tertinggi pada induk kambing kelahiran kembar yaitu leukosit 37.858 Sel/µL. Diferensiasi neutrofil dan limfosit didapat hasil 5,4 %. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa profil stress pada induk kambing pasca kelahiran tunggal lebih rendah dari pada induk kambing  pasca kelahiran kembar.
Program No Day Without Desinfectant di Daerah Padat Penduduk Sebagai Preventif Penyebaran Covid-19 Strain Delta Mudawamah Mudawamah; Hendy Mahendra
Jurnal Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (JP2M) Vol 2, No 2 (2021): Jurnal Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (JP2M)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/jp2m.v2i2.13151

Abstract

Corona Virus disease (COVID-19) ini terdeteksi pertama kali di Indonesia pada bulan Maret tahun 2020 dan tahun 2021 muncul strain baru yaitu strain Delta yang lebih berbahaya.. Hal ini menyebabkan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan  untuk mengatasi pandemi Covid-19 agar bisa menekan penyebaran virus tersebut. Untuk membantu agar kebijakan pemerintah dapat mencapai tujuannya, maka Universitas Islam Malang (UNISMA) melalui Kandidat Sarjana Mengabdi (KSM-Tematik) kelompok 101 menggulirkan program Bela negara dengan membentuk Relawan UNISMA tanggap pandemi Covid-19.   Kegiatan Bela Negara ini dilaksanakan di RT 01 RW 05 Dinoyo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang Jawa Timur melalui program No Day Without Desinfectant melalui penyemprotan disenfektan setiap pagi hari Minggu. Kegiatan ini mampu meredakan kekhawatiran masyarakat terhadap covid 19 dan menyadarkan mayarakat yang tidak percaya covid 19 atau menganggap remeh virus corona ini. Masyarakat menjadi paham mengenai perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah