Claim Missing Document
Check
Articles

Found 39 Documents
Search

ARANG DAN CUKA KAYU : PRODUK HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN DAN SERAPAN HARA KARBON Komarayati, Sri; Gusmailina, Gusmailina; Pari, Gustan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 31, No 1 (2013):
Publisher : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4587.22 KB)

Abstract

Arang dan cuka kayu merupakan sumber karbon yang dihasilkan dari proses karbonisasi, dan multi manfaat untuk digunakan sebagai pemacu pertumbuhan maupun meningkatkan serapan hara karbon. Tulisan ini menyajikan hasil penelitian uji coba arang dan cuka kayu terhadap media tumbuh anakan sengon, jabon dan pohon penghasil gaharu selama enam bulan di kebun penelitian. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan anakan sengon, jabon dan pohon penghasil gaharu, mengetahui kandungan karbon, nitrogen, fosfor dan kalium dalam tanah dan dalam biomasa tanaman setelah diberi arang dan cuka kayu. Penambahan arang dilakukan dengan cara mencampurkan arang dan tanah secara merata, sedangkan cuka kayu disiramkan pada tanah. Untuk pemeliharaan tanaman, dilakukan penyemprotan cuka kayu pada batang, tangkai dan daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan arang dan cuka kayu pada media tumbuh anakan sengon dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 127% dan 208%, untuk diameter 109% dan 129%. Pada tanaman jabon, penambahan arang dan cuka kayu dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi sebesar 117% dan 142%, untuk diameter 166% dan 128%. Sedangkan pada pohon penghasil gaharu belum kelihatan pengaruhnya, karena masih memerlukan waktu yang lebih lama untuk tanaman tersebut beradaptasi. Arang dan cuka kayu dapat meningkatkan serapan hara karbon dalam tanah dan biomas. Selain karbon (C), unsur hara N, P dan K juga meningkat.
SIFAT DAN MUTU ARANG AKTIF TEMPURUNG KEMIRI Lempang, Mody; Syafii, Wasrin; Pari, Gustan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 30, No 2 (2012):
Publisher : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4740.943 KB)

Abstract

Arang aktif adalah produk dari proses aktivasi arang yang kemampuan penyerapannya lebih tinggi dan memiliki kegunaan lebih banyak daripada arang biasa. Beberapa bahan yang banyak digunakan sebagai sumber bahan baku pembuatan arang aktif adalah batubara, kayu dan limbah pertanian seperti tempurung dan kulit biji. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknologi pengolahan arang tempurung kemiri menjadi arang aktif yang bermutu dengan sifat-sifat memenuhi persyaratan SNI 06-3730-1995. Tempurung kemiri dikarbonisasi menggunakan tungku drum untuk menghasilkan arang, selanjutnya arang diaktivasi di dalam retort listrik menggunakan aktivator panas dan uap H2O dalam waktu 90 dan 120 menit pada suhu 550 °C, 650 Cdan 750 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan aktivasi arang tempurung kemiri berpengaruh terhadap sifat-sifat arang aktif yang dihasilkan. Arang aktif yang memiliki sifat penyerapan tertinggi terhadap Iodium (758,70 mg/g ) didapatkan dari proses aktivasi dengan perlakuan aktivator uap H2O dalam waktu 120 menit pada suhu 750 °C. Proses aktivasi tersebut menghasilkan arang aktif dengan rendemen 56,67% dan memilikimutu yang memenuhi persyaratan SNI 06-3730-1995.
KOMPONEN KIMIA SEPULUH JENIS KAYU KURANG DIKENAL : KEMUNGKINAN PENGGUNAAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Sokanandi, Arya; Pari, Gustan; Setiawan, Dadang; Saepuloh, Saepuloh
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 32, No 3 (2014): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jenis kayu kurang dikenal andalan setempat mengacu pada kayu yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat, tetapi terbatas hanya satu atau dua penggunaan seperti sebagai kayu gergajian dan kayu perdagangan.  Upaya diversifikasi diperlukan untuk memberikan nilai tambah pada jenis kayu tersebut. Salah satu kemungkinan penggunaan tersebut adalah sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Penelitian ini dilakukan untuk menelaah kemungkinan pemanfaatan 10 spesies kayu kurang dikenal andalan setempat, yang terdiri pangsor (Ficus Callosa Willd.), Jengkol (Pithecellobium rosulatum Kosterm.), Petai (Parkia speciosa Hasak), manii (Maesopsis eminii Engl.), balsa (Ochroma grandiflora Rowlee), ki cauk (Pisonia umbellifera (Forst) Seem.), Huru manuk (Litsea monopelata Pers.), ki renghas (Buchanania arborescens Blume), ki Bonen (Crypteronia paniculata Blume) dan ki hampelas (Ficus Ampelas Burm f.), sebagai bahan baku bioetanol.  Penilaian awal terhadap bahan baku pembuatan bioethanol memerlukan data / informasi tentang sifat dasar dari setiap jenis kayu, terutama komposisi kimia, yang dilihat melalui analisis kimia kayu sesuai dengan standar, yaitu Norman Jenkin, Indonesia National Standart (SNI) dan TAPPI. Hasil analisis pada 10 jenis kayu menunjukkan bahwa kandungan selulosa bervariasi 42,03-54,95% , lignin 22,66-35,20% , pentosan 15,36-17,15% , kadar air 3,95 -10,99% , kadar abu 0,56-2,89%, kadar silika  0,12-0,84% . Kelarutan dalam air dingin 1,29-5,55% , kelarutan dalam air panas 4,41-11,19% , kelarutan dalam alkohol - benzena 2,95-4,60% dan kelarutan dalam NaOH 1% 10,35 - 22,89%. Untuk pembuatan bioetanol, diharapkan kayu memiliki kandungan selulosa, pentosan, dan kelarutan dalam NaOH 1% yang tinggi , dan secara bersamaan memiliki kandungan  lignin, abu dan silika, kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzene yang rendah. Dilihat dari kriteria tersebut dan dibantu oleh interpretasi statistik, menunjukkan bahwa 8 dari 10 jenis kayu mempunyai prospek yang bagus sebagai bahan baku bioetanol, yaitu dari yang paling berprospek adalah  berturut-turut ki rengas, manii, petai, jering, balsa, ki hampelas, ki cauk, dan hurumanuk. Sementara itu, ki bonen dan pangsor  tidak cocok untuk bioetanol sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.  
PENGGUNAAN STIMULAN DALAM PENYADAPAN PINUS Sukadaryati, Sukadaryati; Santosa, Gunawan; Pari, Gustan; Nurrochmat, Dodik Ridho; Hardjanto, Hardjanto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 32, No 4 (2014): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam rangka perumusan strategi kebijakan penggunaan stimulan ramah lingkungan dalam produksi getah pinus maka studi tentang inovasi pemanfaatan stimulan adalah suatu keniscayaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan stimulan berbahan dasar asam kuat (H2SO4), cuka kayu dan ETRAT pada penyadapan pinus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan stimulan dapat meningkatkan aliran getah dan memperpanjang periode aliran getah sehingga getah yang diperoleh per pengunduhan lebih banyak. Penggunaan stimulan H2SO4 dapat meningkatkan produksi getah per pengunduhan lebih banyak dibandingkan ETRAT dan cuka kayu, baik pada penggunaan di areal dengan ketinggian di atas 500 mdpl maupun di bawah 500 mdpl. Penggunaan stimulan H2SO4 menyebabkan kayu berubah warna menjadi coklat tua hingga kemerahan bahkan perubahan warna tersebut sampai masuk kedalam kayu sejauh ¾ bagian ke arah sumbu kayu. Di sisi lain penggunaan stimulan organik tidak menyebabkan perubahan warna kayu yang berarti. Oleh karena itu penggunaan jenis stimulan dalam penyadapan pinus perlu mempertimbangkan efek negatif yang ditimbulkan, baik terhadap kesehatan pohon, pekerja maupun lingkungan. Aspek ekonomi bukan satu-satunya faktor utama yang harus terus dikejar untuk mencapai target finansial namun perlu mempetimbangkan aspek ekologi dan sosial untuk mencapai sustainabilitas hasil dan pohon penghasilnya.
KARAKTERISASI STRUKTUR NANO KARBON DARI LIGNOSELLULOSA Pari, Gustan; Santoso, Adi; Hendra, Djeni; Buchari, Buchari; Maddu, Akhirudin; Rachmat, Mamat; Harsini, Muji; Heryanto, Teddi; Darmawan, Saptadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 31, No 1 (2013):
Publisher : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4544.229 KB)

Abstract

Perkembangan ilmu pengetahuan abad ini dan yang akan datang sudah memasuki teknologi nano. Di bidang hasil hutan, teknologi nano yang dapat dikembangkan di antaranya adalah nano karbon dari bahan berlignoselulosa. Tujuan penelitian ini adalah menyediakan informasi dan teknologi pengolahan arang sebagai bahan baku nano karbon dari bahan lignoselulosa. Bahan baku lignoselulosa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu jati, dan bambu yang dikarbonisasi pada suhu 400-500°C menggunakan kiln drum, arang yang dihasilkan dimurnikan dengan jalan dipanaskan pada suhu 800°C selama 60 menit yang sebelumnya didoping dengan logam Zn, Ni dan Cu. selanjutnya dihaluskan menggunakan high energy mechanic (HEM) selama 48 jam. Arang dengan kristalinitas tinggi disintering menggunakan spark plasma pada suhu 1.300°C. Karbon yang dihasilkan diuji sktuktur dan sifatnya menggunakan Py-GCMS, SEM-EDX, XRD,dan sifat elektrik. Hasil penelitian menunjukkan struktur karbon yang terbaik dihasilkan dari arang jati yang dikarbonisasi pada suhu 800°C yang didoping dengan atom Ni pada perbandingan 1:5 yang menghasilkan derajat kristalinitas sebesar 78,98% resistensi (R) 0,17Ω, konduktivitas 175,52 Ω-1m-1. Kualitas nano karbon setelah disintering derajat kristalinitasnya menjadi 81,87%, resistensi (R) 0,01Ω, dan konduktivitasnya sebesar 1067,26 Ω-1m-1. Nano karbon yang dihasilkan dapat dibuat sebagai biosensor, biobatere dan bioelektroda. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.
KAJIAN STRUKTUR ARANG-PIROLISIS, ARANG-HIDRO DAN KARBON AKTIF DARI KAYU Acacia mangium Willd. MENGGUNAKAN DIFRAKSI SINAR-X Darmawan, Saptadi; Syafii, Wasrin; Wistara, Nyoman J; Maddu, Akhirudin; Pari, Gustan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 33, No 2 (2015): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

KOMPONEN KIMIA SEPULUH JENIS KAYU KURANG DIKENAL : KEMUNGKINAN PENGGUNAAN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOETANOL Sokanandi, Arya; Pari, Gustan; Setiawan, Dadang; Saepuloh, Saepuloh
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 32, No 3 (2014): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jenis kayu kurang dikenal andalan setempat mengacu pada kayu yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat, tetapi terbatas hanya satu atau dua penggunaan seperti sebagai kayu gergajian dan kayu perdagangan.  Upaya diversifikasi diperlukan untuk memberikan nilai tambah pada jenis kayu tersebut. Salah satu kemungkinan penggunaan tersebut adalah sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Penelitian ini dilakukan untuk menelaah kemungkinan pemanfaatan 10 spesies kayu kurang dikenal andalan setempat, yang terdiri pangsor (Ficus Callosa Willd.), Jengkol (Pithecellobium rosulatum Kosterm.), Petai (Parkia speciosa Hasak), manii (Maesopsis eminii Engl.), balsa (Ochroma grandiflora Rowlee), ki cauk (Pisonia umbellifera (Forst) Seem.), Huru manuk (Litsea monopelata Pers.), ki renghas (Buchanania arborescens Blume), ki Bonen (Crypteronia paniculata Blume) dan ki hampelas (Ficus Ampelas Burm f.), sebagai bahan baku bioetanol.  Penilaian awal terhadap bahan baku pembuatan bioethanol memerlukan data / informasi tentang sifat dasar dari setiap jenis kayu, terutama komposisi kimia, yang dilihat melalui analisis kimia kayu sesuai dengan standar, yaitu Norman Jenkin, Indonesia National Standart (SNI) dan TAPPI. Hasil analisis pada 10 jenis kayu menunjukkan bahwa kandungan selulosa bervariasi 42,03-54,95% , lignin 22,66-35,20% , pentosan 15,36-17,15% , kadar air 3,95 -10,99% , kadar abu 0,56-2,89%, kadar silika  0,12-0,84% . Kelarutan dalam air dingin 1,29-5,55% , kelarutan dalam air panas 4,41-11,19% , kelarutan dalam alkohol - benzena 2,95-4,60% dan kelarutan dalam NaOH 1% 10,35 - 22,89%. Untuk pembuatan bioetanol, diharapkan kayu memiliki kandungan selulosa, pentosan, dan kelarutan dalam NaOH 1% yang tinggi , dan secara bersamaan memiliki kandungan  lignin, abu dan silika, kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzene yang rendah. Dilihat dari kriteria tersebut dan dibantu oleh interpretasi statistik, menunjukkan bahwa 8 dari 10 jenis kayu mempunyai prospek yang bagus sebagai bahan baku bioetanol, yaitu dari yang paling berprospek adalah  berturut-turut ki rengas, manii, petai, jering, balsa, ki hampelas, ki cauk, dan hurumanuk. Sementara itu, ki bonen dan pangsor  tidak cocok untuk bioetanol sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.  
KUALITAS ARANG 6 JENIS KAYU ASAL JAWA BARAT SEBAGAI PRODUK DESTILASI KERING Hastuti, Novitri; Pari, Gustan; Setiawan, Dadang; Mahpudin, Mahpudin; Saepuloh, Saepuloh
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 33, No 4 (2015): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2015.33.4.337-346

Abstract

Enam jenis kayu asal Jawa Barat yaitu ki hiur (Castanopsis acuminatissima A.DC.), tunggeureuk (Castanopsis tunggurut), huru pedes (Cinnamomum iners Reinw.Ex Bl.), huru koja (Litsea angulata Bl.), ki kanteh (Ficus nervosa Heyne)  dan kelapa ciung(Horsfieldia glabra Warb) di destilasi kering pada suhu 450°C -500°C selama 5 jam di retort destilasi. Destilat dari destilasi kering berupa arang, ter dan asap cair dihitung rendemennya. Hasil penelitian menunjukkan kualitas arang dari 6 jenis kayu memenuhi standar Indonesia tentang arang kayu dan briket arang kayu dengan nilai kalor berkisar 6743-6795 kal/g, kadar karbon terikat berkisar 79,42%-82,37%. Rendemen arang berkisar 27,43%-33.55%.  Hasil analisis korelasi Pearson atas kadar lignin dan berat jenis kayu terhadap nilai kalor arang menunjukkan bahwa kadar lignin memiliki korelasi yang signifikan terhadap nilai kalor arang. 
ANALYSIS OF CHEMICAL COMPOUNDS DISTINGUISHER FOR AGARWOOD QUALITIES Pasaribu, Gunawan; Waluyo, Totok K.; Pari, Gustan
Indonesian Journal of Forestry Research Vol 2, No 1 (2015): Indonesian Journal of Forestry Research
Publisher : Secretariat of Forestry Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/ijfr.2015.2.1.1-7

Abstract

Gaharu (Agarwood) is described as a fragrant-smelling wood that is usually derived from the trunk of the genus Aquilaria and Gyrinops (both of the family Thymelaeaceae), which have been infected by a particular disease.  Based on Indonesian National Standard, agarwood can be classified into various grades, i.e. gubal gaharu, kemedangan and serbuk gaharu.  The grading system is based on the color, weight and odor.  It seems that such a grading is too subjective for agarwood classification.  Therefore, to minimize the subjectivity, more objective agarwood grading is required, which incorporates its chemical composition and resin content.  This research was conducted focusing on the analysis of the particular grade of agarwood originating from West Sumatra.  The different types of agarwood qualities are: kemedangan C, teri C, kacangan C and super AB.  Initially, the obtained agarwood samples were grounded to powder, extracted on a Soxhlet extractor using various organic solvents (i.e. n-hexane, acetone, and methanol).  The agarwood-acetone extracts were analyzed using GC-MS to determine its chemical composition.  The results showed a positive, linier relationship in which the resin yield increased with the increase in agarwood quality grades. GC-MS analysis revealed that several sesquiterpene groups can be found in kemedangan C, teri C, kacangan C and super AB qualities. It is interesting that aromadendrene could be identified or found in all agarwood quality grades.  Therefore, it is presumed that the aromadendrene compounds can act as an effective chemical distinguisher for agarwood, whereby the greater the aromadendrene content, the better is the agarwood grade.
ENERGY CONVERSION FROM WOODY BIOMASS STUFF: POSSIBLE MANUFACTURE OF BRIQUETTED CHARCOAL FROM SAWMILL-GENERATED SAWDUST Roliadi, Han; Pari, Gustan
Indonesian Journal of Forestry Research Vol 3, No 2 (2006): Journal of Forestry Research
Publisher : Secretariat of Forestry Research and Development Agency

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/ijfr.2006.3.2.93-103

Abstract

There are three dominant kinds of wood industries in Indonesia which consume huge amount of  wood materials as well as generate considerable amount of  woody waste stuffs, i.e. sawmills, plywood, and pulp/paper. For the two latest industries, their wastes to great extent have been reutilized in the remanufacturing process, or burnt under controlled condition to supplement their energy needs in the corresponding factories, thereby greatly alleviating environmental negative impacts.  However, wastes from sawmills (especially sawdust) still often pose a serious environmental threat, since they as of this occasion are merely dumped on sites, discarded to the stream, or merely burnt, hence inflicting dreadful stream as well as air pollutions. One way to remedy those inconveniences is by converting the sawdust into useful product, i.e. briquetted charcoal, as has been experimentally tried. The charcoal was at first prepared by carbonizing the sawdust wastes containing a mixture of the ones altogether from the sawing of seven particular Indonesias wood species, and afterwards was shaped into the briquette employing various concentrations of starch binder at two levels (3.0 and 5.0 %) and also various hydraulic pressures (1.0, 2.5, and 5.0 kg/cm2).  Further, the effect of those variations was examined on the yield and qualities of the resulting briquetted charcoal.The results revealed that the most satisfactory yield and qualities of the briquetted sawdustcharcoal were acquired at 3 % starch binder concentration with 5.0 kg/cm2 hydraulic pressure. As such, the briquette qualities were as follows: density at 0.60 gram/cm3, tensile strength 15.27 kg/cm2, moisture content 2.58 %, volatile matter 23.35 %, ash content 4.10 %, fixed carbon 72.55 %, and calorific value 5,426 cal/gram. Those qualities revealed that the experimented briquetted sawdust charcoal could be conveniently used as biomass-derived fuel.