Ni Putu Purwanti
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 85 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP SATUAN KODOMINIUM HOTEL (KONDOTEL) Desak Putu Dewi Kasih; Ni Putu Purwanti
Acta Comitas Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2017.v02.i01.p01

Abstract

Kondotel merupakan apartemen non hunian yang dikelola dengan managemen hotel lahirnya konsep kondotel sebagai sarana penunjang pariwisata disebabkan kareana keterbatasan lahan-lahan strategis/lokasi yang strategis sedangkan kebutuhan akan sarana penunjang pariwisata semakin meningkat. Keterbatasan lahan ini juga menyebabkan meningkatnya harga tanah pada daerah-daerah tujuan wisata, sehingga para investor berupaya dalam mengembangkan kebutuhan sarana pariwisata dengan membangun apartemen non hunian dengan managemen hotel atau kondotel. Di Indonesia kondotel mulai berkembang lima tahun belakangan ini, dimana produk properti ini muncul sebagai salah satu strategi pengembang untuk mencari alternatif pembangunan akibat keterbatasan lahan untuk pembangunan sarana pariwisata disamping karena tingginya harga tanah di daerah-daerah pariwisata. Dewasa ini konsep penginapan (hotel) bagi wisatawan telah mengalami pergeseran bentuk dan model pengelolaan dari yang bersifat konvensional menjadi bersifat modern akibat pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat salah satunya adalah model pengelolaan kondominium hotel. Pengaturan kondominium hotel sebagai obyek hak tanggungan dalam perjanjian kredit bank dapat diklasifikasikan kedalam tiga stuktur norma pengaturan yang terdiri dari: a) Norma pengaturan yang bersifat umum, yang mendasarkan pengaturan pada ketentuan-ketentuan hukum peraturan perundang-undangan terkait dengan perbankan, pengadaan rumah susun dan hak tanggungan;b) Norma pengaturan yang bersifat khusus yang meliputi ketentuan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, ketentuan mengenai analisa mendalam terhadap karakter, kapital, kolateral dan kapasitas debitur serta ketentuan batas maksimum pemberian kredit dari bank selaku kreditur; c) Norma pengaturan konstruktif berupa model kontrak yang disepakati oleh pihak-pihak dalam pemberian kredit dengan obyek kondominium hotel melalui hak tanggungan, yang berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Perlindungan hukum terhadap pemilik satuan kondominium hotel apabila terjadi wan prestasi dalam perjanjian kredit bank adalah dengan mengupayakan prinsip itikad baik (good faith) baik pada awal perjanjian, pelaksanaan perjanjian hingga berakhirnya perjanjian dengan menegaskan pada substansi perjanjian tentang konstruksi hukum kondominium hotel dengan adanya karakteristik yang melekat pada kondominium hotel yaitu adanya tanah bersama dan benda bersama.
Obligasi Daerah Dalam Kerangka Hukum Keuangan Negara Desak Putu Dewi Kasih; Ni Putu Purwanti
Acta Comitas Vol 3 No 2 (2018)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i02.p14

Abstract

Bonds are long-term debt securities issued by companies or governments with a nominal value and a certain maturity period and are a type of long-term investment for investors, but for the government as the issuer of bonds is a debt that must be returned. The obligation to return the said debt creates uncertainty for investors if it considers the provisions of Article 49 Paragraph (4) of Law Number 1 of 2004 concerning State Treasury which stipulates that state / regional property is prohibited from being handed over to other parties as payment for bills to the central government /area. The purpose of this paper is to analyze and harmonize the provisions governing Municipal Bonds to achieve legal certainty. The discussion of this article uses a type of normative research, given the inconsistencies in the regulation of the issuance of municipal bonds which creates legal uncertainty in the community. The results obtained include the construction of regulation of regional bonds within the regional financial framework, both internally and externally. Furthermore, the regulation can provide legal protection to investors with a regulation that confirms the obligation of regional governments to settle obligations towards regional bond investors. Thus it can be concluded, the Normative Construction of regulation of regional bonds consists of general laws and regulations that are specific in nature, general arrangements are constructed as provisions that provide the basis for the legality of regulating regional bonds and the norms for regulating special regional bonds containing the technical requirements for issuing bonds in the form of provisions concerning requirements and procedures and legal protection for regional bond investors, law enforcement can be applied in the case of claims for compensation and the government's obligation to repay bonds issued, special provisions governing bonds.
Perbandingan Hukum Negara Indonesia Dengan Hukum Negara Belanda Dalam Penyelesaian Perkara Sisa Hutang Debitor Pailit Ketut Gde Swara Siddhi Yatna; Ni Putu Purwanti
Acta Comitas Vol 5 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2020.v05.i02.p14

Abstract

Pengaturan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum peninggalan Belanda. Kemajuan yang terjadi menyebabkan produk hukum lama tidak lagi mampu mengakomodir kebutuhan hukum masyarakat. Sehingga hal ini merupakan salah satu alasan untuk diadakannya pembaharuan hukum, khususnya hukum kepailitan. Seperti halnya hukum kepailitan Belanda yang telah mengalami perkembangan mengenai penyelesaian sisa utang debitor. Untuk mengetahui perbedaan penyelesaian sisa utang debitor yang berlaku di Indonesia dengan di Belanda, maka dilakukan suatu penelitian perbandingan. Maka dalam penelitian ini akan meneliti mengenai bagaimana perbandingan hukum negara Indonesia dengan hukum negara Belanda dalam penyelesaian perkara sisa hutang debitor? Penelitian ini akan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan komparatif, pendekatan konseptual, dan pendekatan historis. Perbedaan penyelesaian sisa utang yang diterapkan di Indonesia dan di Belanda dipengaruhi dari perbedaan prinsip yang dinormakan dalam hukum kepailitan di masing-masing negara. Dapat disimpulkan bahwa Belanda telah menerapkan prinsip debt forgiveness, yang mana prinsip ini bertolak belakang dengan prinsip Indonesia yang hutang akan terus mengikuti debitor.
PERLINDUNGAN HAK PENGGUNA PINJAMAN ONLINE DARI BOCORNYA DATA PRIBADI AKIBAT PENAGIHAN HUTANG PINJAMAN ONLINE ILEGAL Desak Putu Noviyanti; Ni Putu Purwanti
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 8 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.583 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i08.p15

Abstract

Penelitian ini bertujuan memberikan penyelesaian masalah berupa perlindungan hak konsumen dari penyalahgunaan data pribadi debitur yang akibat dari gagal bayar pinjaman online. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa penelitian normative dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan fakta. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pengawasan dan pengaturan tentang pinjaman online telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/PJOK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, namun upaya transaksi pinjaman online masih terdapat penagihan hutang berupa ancaman dan terror yang diikuti penyebarluasan data pribadi ke public.Banyaknya perusahaan pinjaman online illegal serta masyarakat yang mengambil jalan pintas secara instan mengakibatkan masih banyak korban akan penyebaran data pribadi tidak dapat dilindungi. This research aims to provide a solution to problems in the form of protecting consumer rights from misuse of debtor's personal data as a result of online loan defaults. The research method used in this research is normative research using a statutory approach, conceptual approach and a fact approach. This study concludes that the supervision and regulation of online loans has been regulated in the Financial Services Authority Regulation Number 77/PJOK.01/2016 concerning Information Technology-Based Borrowing and Borrowing Services, but online loan transaction efforts are still subject to debt collection in the form of threats. and terror followed by the dissemination of personal data to the public. The large number of illegal online loan companies and people who take shortcuts instantly result in many victims of the spread of personal data that cannot be protected.
Hak Anak Luar Kawin Terhadap Harta Ayahnya Pada Masyarakat Patrilineal di Bali (Studi di Kota Denpasar) Ni Nyoman Sukerti; Ni Putu Purwanti; I Gusti Ngurah Dharma Laksana
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 11 No 4 (2022)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2022.v11.i04.p16

Abstract

This study aims to find and examine the rights of children outside of marriage to their father's property in the patrilineal community in Bali. Related to this, the problem is: are children outside of marriage who are cared for by their biological father entitled to their property without adoption and, what is the legal status in the patrilineal society in Bali? This research is an emipirical legal research by using field data as primary data. The research found that out-of-wedlock children who were not adopted by the father did not have a legal relationship with the father, because there was no legal action.In the absence of a legal relationship, legally the out-of-wedlock child, even though it is properly cared for economically at the father's house because there is no adoption act, does not have the status of an adopted child. As a result, the child in question is not entitled to his father's property and everything related to his father. The absence of legal action means that there is no legal consequence so that the legal status is unclear in the home and family of the father. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengkaji hak anak luar kawin terhadap harta ayahnya pada masyarakat patrilineal di Bali. Terkait hal itu, permasalahannya: apakah anak luar kawin yang dipelihara oleh ayah biologisnya berhak atas hartanya tanpa ada pengangkatan anak dan, bagaimana status hukumnya pada masyarakat patrilineal di Bali? Ini merupakan penelitian hukum emipiris dengan menekankan pada data lapangan sebagai data primer. Penelitian menemukan bahwa anak luar kawin yang tidak diangkat anak oleh ayahnya, tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya, karena tidak ada perbuatan hukum. Dengan tidak adanya hubungan hukum maka secara hukum anak luar kawin tersebut walaupun dipelihara dengan layak secara ekonomi di rumah sang ayah karena tidak ada perbuatan pengangkatan anak maka tidak berstatus sebagai anak angkat. Akibatnya, anak yang bersangkutan tidak berhak atas harta ayahnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan sang ayah. Tidak adanya perbuatan hukum maka tidak ada akibat hukum sehingga status hukumnya tidak jelas di rumah dan keluarga sang ayah.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN YANG BELUM CAKAP HUKUM DALAM MELAKUKAN PERJANJIAN JUAL BELI SECARA ONLINE Putu Mas Divania Yogasari; Ni Putu Purwanti
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2022.v11.i01.p05

Abstract

Tujuan studi ini untuk mengkaji keabsahan perjanjian jual beli secara online yang dilakukan oleh orang yang belum cakap hukum serta mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen yang belum cakap hukum dalam melakukan perjanjian jual beli secara online. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil studi menunjukkan bahwa syarat kecakapan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan syarat subjektif, jadi apabila tidak ada pihak yang mengajukan keberatan atau permintaan pembatalan, perjanjian tersebut tetap dianggap sah. Dianggap sah selama para pihak dapat bertanggung jawab terhadap isi perjanjian serta objek dalam perjanjian itu tidak bertentangan dengan norma dan peraturan perundang-undangan. Jadi, apabila pelaku usaha melakukan wanprestasi terhadap konsumen yang belum cakap hukum, maka konsumen tersebut tetap berhak untuk mendapatkan perlindungan secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam melakukan transaksi elektronik, konsumen mendapat perlindungan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi ELektronik, serta Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Dengan demikian, konsumen yang belum cakap hukum berhak untuk memperoleh ganti rugi apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian jual beli online. Permasalahan hukum dalam perjanjian jual beli online dapat diselesaikan di pengadilan ataupun di luar pengadilan. The purpose of this study is to examine the validity of the sale and purchase agreements online which is conducted by person who are not legally capable and to examine the legal protection for consumers who are not legally capable in doing sale and purchase agreements online. This study uses a normative legal method with a statute approach. The study shows that capability requirements in Article 1320 of the Civil Code are subjective requirements, so if there are no parties that submit an objection or request for cancellation, the agreements still considered valid. Considered valid as long as the parties could be responsible to the body of the agreement and the agreements object does not contrary to the norms and statute regulations. So if the businessman default against the consumer who are not legally capable, then the consumer still has rights to get legal protection regarded to Law Number 8 Year 1999 Concerning Consumer Protection. In order to do an electronic transaction, consumer got protection through Law Number 11 Year 2008 Concerning Information and Electronic Transactions as amended by Law Number 19 Year 2016 Concerning Information and Electronic Transactions, also Government Regulations Number 71 Year 2019 Concerning System Maintenance and Electronic Transactions. Therefore, consumer who are not legally capable has rights to obtain compensation in case of default in sale and purchase agreements online. Legal issues in sale and purchase agreements online can be resolved in court or out of court.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA ANIME YANG DIPERJUALBELIKAN DALAM BENTUK FANART DI INDONESIA I Kadek Agus Wijaya Kusuma; Ni Putu Purwanti
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 3 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i03.p02

Abstract

Penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk mengetahui apa saja bentuk perlindungan hukum yang diberikan atas anime yang merupakan ciptaan yang berbentuk karya seni dan mengetahui bagaimana sanksi hukum yang bisa menjerat para penjual fanart tanpa izin author anime di Indonesia. Metode penulisan artikel ini menggunakan metode pendekatan hukum normatif yang dalam hal ini menggunakan asas-asas hukum, sinkronisasi hukum dan perbandingan hukum. Artikel ini memiliki hasil yang menunjukkan bahwa penjualan fanart di Indonesia harus dengan seijin pemilik hak cipta, karena hal tersebut telah diatur jelas sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) UUHC yang menyatakan bahwa: “Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.” Bagi para penjual fanart yang diketahui menjual karya nya tanpa seizing pemilik hak cipta dapat dikenai hukuman sesuai dengan Pasal 113 ayat (2) UUHC yaitu: “Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan /atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” The purpose of writing this article is to knowing what forms of legal protection are given to anime which is a work of art and knowing how legal sanctions can ensnare fanart sellers without the permission of anime creators in Indonesia. The method of writing this article uses a normative legal approach which in this case uses legal principles, legal synchronization and legal comparisons. This article has results showing that the sale of fanart in Indonesia must be with the permission of the copyright owner, because this has been clearly regulated in accordance with Article 9 paragraph (2) of the UUHC which states that: “Everyone who exercises economic rights as referred to in paragraph (1) must obtain permission from the Author or Copyright Holder.” Fanart sellers who are known to sell their works without the permission of the copyright owner may be subject to punishment in accordance with Article 113 paragraph (2) UUHC, namely: "Anyone who without rights and/or without permission of the Author or Copyright Holder violates the economic rights of the Creator. as referred to in Article 9 paragraph (1) letter c, letter d, letter f, and/or letter h for commercial use shall be sentenced to a maximum imprisonment of 3 (three) years and/or a maximum fine of Rp. 500,000,000.00 (five hundred million rupiah).
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KERUGIAN PRAKTIK INVESTASI ILEGAL DENGAN SKEMA PONZI Gusti Ayu Deandra Wardiani; Ni Putu Purwanti
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 4 (2023)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Advances in technology create a new order of life in society. People become more creative by trying online to improve welfare. Along with this new pattern, many businesses have implemented Ponzi schemes in their business activities so that, of course, people are tempted by the offer of large profits in a short time from investment. This raises a problem where there is no legal regulation that regulates matters related to illegal investment practices with the Ponzi scheme which causes people to freely offer illegal investments with the Ponzi scheme. With this background, the writing of this journal is done to find out how the legal protection for the loss of illegal investment practices with the Ponzi scheme and the legal consequences of illegal investments with the Ponzi scheme. The method used in this paper is a normative legal research method using a conceptual legislation approach with legal material collection techniques and using primary, secondary, and tertiary legal materials as a source of legal material. The legal material analysis technique used is descriptive qualitative. The results of this study indicate that OJK has carried out various supervisions on illegal investments with the Ponzi scheme by establishing an investment alert task force and preventive and repressive strategies against illegal investments with the Ponzi scheme. However, the supervision carried out has not been able to handle illegal investment cases with the Ponzi scheme as a whole, because the term Ponzi scheme is not yet known and regulated in laws and regulations. OJK should be able to take concrete action by adding additional articles related to the prohibition of Ponzi schemes in Indonesia. The legal consequences of contracts and subjects of illegal investment agreements with the pinzi scheme are null and void. Keywords: Legal Protection, Illegal Investment, Ponzi Scheme
Pola Hubungan Desa Adat dan Desa Dinas dalam Penanganan Penduduk Pendatang di Bali Ni Putu Purwanti; Ni Nyoman Sukerti
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 12 No 4 (2023)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2023.v12.i04.p10

Abstract

This study aims to find and analyze the relationship patterns of traditional villages and official villages in handling migrants in Bali. The research method is empirical legal research, relying on field data as primary data. The results of the study show that the pattern of the relationship between the traditional village and the official village in handling the immigrant population is synergized so that a harmonious relationship is established in carrying out their respective functions. Regarding the immigrant population, they are divided into immigrants who are Hindu and those who are not, living permanently or temporarily. The Hindu immigrant population is closely related to the local traditional village and the official village, while the non-Hindu are limited to the official village. The attitude of the immigrant population to the policies taken by the traditional village and the official village, the results of the study show that, those who are Hindus in relation to traditional villages, vary widely, some participate as indigenous people and some do not. In relation to the official village, both Hindu and non-Hindu there is no difference. The policies taken, such as security and cleaning fees, are collected every month, the amount of which varies greatly from village to village. The handling of the immigrant population is going in harmony. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menganalisis tentang pola hubungan desa adat dan desa dinas dalam penanganan penduduk pendatang di Bali. Metode penelitiannya adalah penelitian hukum empiris, bertumpu pada data lapangan sebagai data primer. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola hubungan desa adat dan desa dinas dalam penanganan penduduk pendatang, adanya sinergi sehingga terjalin hubungan yang harmonis dalam mejalankan fungsinya masing-masing. Terkait penduduk pendatang itu dibedakan menjadi penduduk pendatang yang beragama Hindu dan tidak, tinggal menetap atau sementara. Penduduk pendatang yang beragama Hindu ini erat kaitannya dengan desa adat setempat dan desa dinas, sementara yang non Hindu terbatas pada desa dinas. Sikap penduduk pendatang terhahadap kebijakan yang diambil desa adat dan desa dinas, hasil penelitian menunujukan bahwa, yang beragama Hindu dalam hubungan dengan desa adat, sangat bervariasi, ada yang ikut sebagai warga adat ada juga tidak. Dalam hubungannya dengan desa dinas baik beragama Hindu maupun non Hindu tidak ada perbedaan. Kebijakan yang diambil seperti uang keamanan dan kebersihan yang dipungut setiap bulannya dengan besarannya sangat bervariasi antara desa yang satu dengan yang lainnya. Penanganan penduduk pendatang, berjalan dengan harmonis.
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MARAKNYA PEREDARAN KOSMETIK TANPA IZIN BPOM DALAM PRAKTIK JUAL-BELI DI E-COMMERCE Pramesthi Swari, I Dewa Ayu Bintang; Priyanto, I Made Dedy; Purwanti, Ni Putu
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 6 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i06.p04

Abstract

Riset ini memiliki tujuan guna memahami sebagaimana hukum memberikan pengamanan atas konsumen yang terkena dampak dirugikan sebagai akibat dari pembelian produk kecantikan kosmetik yang tidak mempunyai izin peredaran di dalam platfrom e-commerce dan mengetahui bagaimana peran BPOM dalam mengatasi permasalahan maraknya penjualan kosmetik yang tidak sesuai standar di platform e-commerce. Riset ini mempergunakan metode penelitian empiris, mempergunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) serta pendekatan kasus (the case approach). Hasil riset ini menunjukkans bahwasannya konsumen yang berdampak dirugikan sebagai hasil dari menggunakan kosmetik palsu, maka akan mendapatkan kompensasi (ganti kerugian) dari pihak pelaku usaha. BPOM telah melakukan pengawasan melalui media sosial yakni cyber patrol, selain itu untuk memastikan apakah produk kosmetik tersebut palsu atau tidak, maka dapat menggunakan aplikasi atau scan barkode yang dilakukan dengan cara pengecekan nama produk, bentuk sediaan, nama pendaftar, serta nomor registrasi. ABSTRACT This research aims to understand how the law provides security for consumers affected by losses as a result of purchasing cosmetic beauty products that do not have distribution permits on e-commerce platforms and to find out how BPOM's role is in overcoming the problem of the rampant sale of cosmetics that do not comply with standards in e-commerce platforms. This research uses empirical research methods, uses a statutory approach (statue approach) and a case approach (the case approach). The results of this research indicate that consumers who are harmed as a result of using counterfeit cosmetics will receive compensation (compensation) from the business actor. BPOM has carried out surveillance through social media, namely cyber patrol. Apart from that, to ascertain whether the cosmetic product is counterfeit or not, it can use an application or scan a barcode which is done by checking the product name, dosage form, registrant's name, and registration number.
Co-Authors A. A. Gede Agung Dharmakusuma A. A. Istri Esa Septianingrum Semara ADIJAYA, I NYOMAN OCTA Agung Indradinata Anak Agung Arumi Jayanti Kusumasari Anak Agung Gde Raitanaya Bhaswara Anak Agung Sri Indrawati Anandita Sasni Andrew Timothy Ayu Dyah Paramitha Bobby Ferdinal Purwanto D. G. Rudy Desak Putu Dewi Kasih Desak Putu Noviyanti Desy Corina Dwiyaning Dewa Ayu Budiartini Dewa Gde Rudy dharma pasek, i gede sanathana sathya Evans Angokaming Djehadut Fabian Margiano Alexander Latubatara Felix Liewellyn Felizia Novi Kristanti Gde Dianta Yudi Pratama Gede Donny Sumarjaya Nada Gusti Ayu Deandra Wardiani Hendra Gita Dharma I Dewa Gede Agung Putra Diatmika I G A Ayu Karyani Wardana I Gede Made Gandhi Dwinata I Gst. Ayu Puspawati I Gusti Ayu Inten Ardiantari I Gusti Ayu Puspawati I Gusti Made Wisnu Pradiptha I Gusti Ngurah Dharma Laksana I Gusti Ngurah Krisna Aribhuana Putra I Kadek Agus Wijaya Kusuma I Kadek Bagus Indra Dwi Prawira I KETUT WESTRA I Komang Yudiastawan I Made Adi Dwi Pranatha I Made Dedy Darmawan I Made Dedy Priyanto I Made Sarjana I Made Wahyu Santika I Nengah Artana I Putu Agus Sukyantara I Putu Bagus Pande Sujana I Putu Surya Budhi Utama Wintara I Putu Wira Kusumajaya I Wayan Agus Vijayantera I Wayan Suriantana I.B. Gede Agung Suryaningrat Ida Bagus Putra Atmadja Ida Bagus Putu Sutama Inocencio Arya Wahyudi Karditha Kadek Devi Sudaryanti Ketut Gde Swara Siddhi Yatna Khaista Amalia Komang Indra Suputra Komang Tri Atmaja Made Dilla Nitya Nirmala Made Pramanaditya Widiada Marwanto Marwanto Mira Henstin Muhammad Maulana M Ngakan Ketut Dunia Ni Kadek Sriartini Ni Ketut Sri Kharisma Agustini Ni Ketut Supasti Dharmawan Ni Made Dewi Juliantini G. Ni Made Rai Dwikayanti Ni Made Sri Uttami Dharmaningsih NI NYOMAN SUKERTI . Ni Putu Anggadia Permata Wardana Ni Putu Sari Wulan Amrita Ni Putu Yuli Kartika Dewi Pramesthi Swari, I Dewa Ayu Bintang Prameswari, Pradnya Cyndhe Putri, Ni Made Advaita Mahendra Putu Bagus Bendesa Wirananda Putu Devi Yustisia Utami Putu Evi Nadya Christina Putu Mas Divania Yogasari R. A. Retno Murni Raisila, Ni Nyoman Wetalika Jayanti Ranu Aprilino Putra Waskita Rezki Permatawati Sang Ayu Kadek Wiesma Dewintha Selvi Marcellia Si Luh Dwi Virgiani Irmayanti Sundari, Ni Luh Neisya Theresia Carmenia Yudithio Toni Setiawan W. Wiryawan Zuraida Saroha Handayani