The Bugis ethnic group in South Sulawesi is known for various traditional customs, one of which is the traditional wedding ceremony known in Bugis language as "Appabottingeng". Appabottingeng in Bugis society represents highly upheld cultural values, involving numerous processions and rituals rich in symbolism and hereditary traditions. While it serves important functions in maintaining social harmony, family solidarity, social strata, and continuity of Bugis community traditions, Appabottingeng currently faces socio-cultural change challenges. Therefore, this research examines the changes occurring in the Appabottingeng tradition (wedding ceremony) within the Bugis community in South Sulawesi using Alvin Boskoff's perspective, focusing on external factors (inter-cultural contact) and internal factors (drive for change from within the community). This study aims to analyze the factors causing changes in the Appabottingeng tradition and explore community reactions to these changes. One finding indicates that the shifting mindset of younger generations, who view this procession as complicated, expensive, and less relevant to the modern era, has become one of the driving factors for change. The results of this study provide insights into how the Appabottingeng cultural tradition can adapt and survive amid the flow of social change. Abstract Beragam adat istiadat terkenal yang dimiliki oleh masyarakat Suku Bugis di Sulawesi Selatan salah satunya adalah adat upacara adat pernikahan atau dikenal dalam Bahasa Bugis “Appabottingeng”. Appabottingeng di masyarakat Bugis menunjukkan nilai budaya yang sangat dijunjung tinggi, dengan melalui banyaknya prosesi serta ritual yang penuh dengan simbolisme dan tradisi secara turun-temurun, serta memiliki fungsi penting dalam menjaga harmonisasi sosial, solidaritas keluarga, strata sosial, dan kontinuitas tradisi masyarakat Bugis, namun tradisi Appabottingeng saat ini menghadapi tantangan perubahan sosial budaya. Sehingga, penelitian ini mengkaji tentang perubahan yang terjadi pada tradisi Appabottingeng (upacara perkawinan) dalam masyarakat suku Bugis di Sulawesi Selatan dengan menggunakan perspektif dari Alvin Boskoff yang fokus peneilitan ini pada faktor eksternal (kontak antar-budaya) dan internal (dorongan perubahan dari dalam masyarakat). Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pada tradisi Appabottingeng serta mengeksplorasi reaksi masyarakat terhadap perubahan tersebut. Salah satu temuan menunjukkan bahwa pergeseran pola pikir generasi muda yang menganggap prosesi ini rumit, mahal, dan kurang relevan dengan era modern menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan. Hasil penelitian ini memberikan pemahaman tentang bagaimana sebuah tradisi budaya Appabottingeng dapat beradaptasi dan bertahan di tengah arus perubahan sosial.