Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Digital Transformation of Villages in the Framework of Fiqh Siyasah and Good Governance Kurniawati, Fifi; Syukur, Iskandar; Nurkholidah, Susi
Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren Vol 7 No 1 (2025): Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren
Publisher : PPPM, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak-Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46924/jihk.v7i1.286

Abstract

This study explores the implementation of the Smart Village program in the digitalization of administrative services in Bangun Rejo Village, Central Lampung, through the lens of fiqh siyasah and the principles of good governance. The program represents a governmental initiative aimed at enhancing public service delivery through the use of information technology. Employing a descriptive qualitative method, data were collected through observation, interviews, and documentation. The findings reveal that the program encounters several challenges, particularly in technological infrastructure, human resource capacity, and community engagement. Nevertheless, from a fiqh siyasah perspective, the initiative reflects the responsibility of ulil amri (legitimate authority) to promote public welfare. In conclusion, the success of the Smart Village program relies significantly on strengthening digital literacy, fostering multi-sector collaboration, and implementing governance practices rooted in Islamic ethics that emphasize participatory and responsive principles.
ADAT COMMUNITY IN THE VILLAGE GOVERNMENT: STATE AND SOCIETY RELATIONS IN INDONESIA Syukur, Iskandar
ASAS Vol. 5 No. 1 (2013): Asas, Vol. 5, No.1, Januari 2013
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/asas.v5i1.1686

Abstract

Abstrak: Reformasi politik yang dimulai sejak tahun 1998 di Indonesia telah menciptakan Undang-Undang No. 22/1999, kemudian direvisi oleh Undang-Undang No. 32/2004 sebagai kerangka kerja dalam menata hubungan antara Negara dan rakyat pada tingkat desa. Kedua UU tersebut sebagai pengganti Undang-Undang No. 5/1979 sebagai produk rezim Orde Baru. Undang-Undang No. 5/1979 telah menyeragamkan bentuk sistem pemerintahan desa sehingga sama sekali tidak memberikan peluang bagi berjalannya suatu sistem pemerintahan adat (perpaduan) pada desa masyarakat adat tertentu, sehingga hubungan antara negara dan rakyat diikat dengan kerangka sentralistik. Namun sejauh keberadaan Badan Permusyawaratn Desa (BPD) dibahas, kerangka kerja yang dibangun oleh Undang-Undang No. 32/2004 tersebut belum menciptakan hubungan yang baik antara negera dan rakyat pada desa masyarakjat adat, terutama pada desa masyarakat adat saibatin karena belum mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat adat yang bersangkutan. Keywords: Adat Community, Village Government, State and Society Relations.
KONSEP MAJLIS SYURA MENURUT PEMIKIRAN KHAIRUDDIN AL-TUNISI Syukur, Iskandar
ASAS Vol. 9 No. 2 (2017): Asas, Vol. 09, No. 2 Juni 2017
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/asas.v9i2.3246

Abstract

This paper discusses the concept of majlis shura according to Khairuddin's thought. He is a military, bureaucrat, and is well known for his social and political progress in Tunisia and as one of the most important intellectuals in the discourse of contemporary Arab thought. His famous book is Aqwam al-Masalik fi Ma'rifat Ahwal al-Mamalik. The discussion of the concept of majlis shura developed by Khairuddin in this paper refers to that book. Finally, this paper finds thatmajlis shura according to Khairuddin's thought is based on the premise that unlimited power tends to be abused although it is undeniable that there is an absolute ruler doing good for the country and his/her people. In addition, for Khairuddin, unlimited power also can not be used as a reference or rules in the implementation of good governance. Thus, according to Khairuddin the power of government should be limited. The restriction must be done in the way of the division of powers, one of which is by majlis shura. Because one of the authority of this majlis shura is to give attitude and response to all problems of the people as well as possible so that the government's decisions do not contradict the interests of the people, then this majlis shura ought to be based on several principles, among which are freedom, deliberation and balance. Key words:  Khairuddin Al-Tunisi, and Majlis Shura
IMPLEMENTASI DEMOKRASI DALAM PERANAN AHLU AL-HALLI WA AL-‘AQDI Syukur, Iskandar
ASAS Vol. 11 No. 01 (2019): : Asas, Vol. 11, No. 01 Januari 2019
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/asas.v11i01.4642

Abstract

This paper discusses the implementation of democracy in the role of Ahlu al-Halli Wa al-'Aqdi. It is a representative institution (legislative body) of various elements in society and given some authorities to accommodate and carry out people's aspirations; starting from the matter of electing/appointing state leaders until making laws to regulate other matters related to the interests of the state and the people. In setting a case, the Ahlu al-Halli Wa al-'Aqdi institution, firstly, must be based on the provisions of Allah SWT and His Prophet and, secondly, based on deliberation in line with the provisions of Allah SWT or according to the spirits/values of Islam/Shari'ah. Ahlu al-Halli Wa al-qAqdi's membership consists of people who have great strength both in terms of personality and expertise. However, Muslim scholars differ on the number of members of this institution in the context of electing/appointing state leaders. By discussing the existence of Ahlu al-Halli Wa al-qAqdi as a representative institution, and it always prioritizes the process of deliberation in deciding all cases that become under its authority, then the existence and role of Ahlu al-Halli Wa al-qAqdi institution are parts of the democratic process.Key Words: Demokrasi, Peranan, Ahlu al-Halli Wa al-‘Aqdi
The Fuqaha’s Legal Theory: Its Social Legal Concepts And Application Syukur, Iskandar
al-'adalah Vol 10 No 2 (2013): Al-'Adalah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/adalah.v11i2.256

Abstract

Masih banyak terdapat tanggapan yang menyatakan bahwa ushûl al-fiqh tidak dapat digunakan demi keuntungan oleh para ahli hukum atau hakim dalam praktek masalah hukum karena mereka melihat bahwa ushul al-fiqh tidak memberi perhatian yang memadai bagi pengembangan metode yang diarahkan dapat memahami fenomena sosial. Namun kajian ini memandang bahwa metode teori hukum fuqaha merupakan upaya untuk menyelaraskan antara putusan dalam sumber-sumber hukum Islam dan menghargai mereka untuk dapat memecahkan masalah sosial dan budaya manusia melalui berbagai pertimbangan. Salah satu elemen penting untuk proses harmonisasi adalah ‘illah (sebab hukum).
THE INDONESIAN ISLAM: LAW AND THE IDEOLOGICAL PERSPECTIVE. Syukur, Iskandar; Yurni Ahmad, Noor Sulastry
al-'adalah Vol 11 No 2 (2014): Al-'Adalah
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/adalah.v12i2.3016

Abstract

Abstract: The Indonesian Islam: Law and the Ideological Perspective. This article is aimed at exploring the development of Islam in Indonesia with particular references to the ideological perspective and its impact on Islamic law. At the beginning of the twentieth century, there were two ideologies in Indonesian Muslims. The first ideology believes that the consistence with traditions is very important while the other believes that Islamic teachings are able to change according to time and place. Although having difference in orientation, both ideologies devoted themselves to social, religious and political activities. In political sphere, however, both ideologies, were faced with secular nationalist ideology. Such a competition ended with a failure that made Indonesian Muslims receding into the background. After realizing of the failure in politics, both ideologies turn their orientation to cultural Islam. Through this orientation, peaceful and mutual understanding between Muslims and state began to grow. Subsequently, the government, especially New Order regime, identified itself with the religious activities and opened a chance to promote Islamic values. It was from such a relationship that the Islamic law gradually developed in Indonesia. Abstrak: Islam Indonesia: Perspektif Ideologis dan Hukum. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap perkembangan Islam di Indonesia dengan titik berat pada aspek ideologis dan pengaruhnya pada hukum Islam. Seperti dimaklumi, sejak awal abad ke-dua puluh, ada dua bentuk ideologi yang hidup di kalangan umat Islam Indonesia; Ideologi pertama percaya bahwa konsistensi dengan tradisi sangatlah penting sementara ideologi yang lain percaya bahwa ajaran Islam dapat berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Meski berbeda orientasi, kedua ideologi tersebut sebenarnya sama-sama memiliki kepedulian terhadap dunia politik. Di dunia politik, kedua ideologi itu, dengan karakternya masing-masing, kemudian berhadapan dengan ideologi nasionalis sekuler. Kompetisi itu yang kemudian berujung kepada kegagalan dan membuat perkembangan umat Islam di Indonesia surut ke belakang. Setelah gagal dalam bidang politik, kedua ideologi tersebut mengubah orientasi mereka menjadi Islam kultural. Melalui orientasi ini, sikap saling memahami mulai terbangun antara antara umat Islam dan pemerintah. Bahkan, pada tahapan berikutnya, pemerintah, khususnya rezim Orde Baru, mengidentifikasikan dirinya dengan kegiatan keagamaan dan memberikan kesempatan untuk mempromosikan nilai-nilai Islam. Lewat hubungan yang demikian itulah hukum Islam di Indonesia secara berangsur-angsur berkembang.
Penanganan Masalah Anak Penyandang Kesejahteraan Sosial pada Masa Pandemi Covid-19 Hidayat, Eko; Syukur, Iskandar; Pradana Putra, Agus Iskandar
El-Izdiwaj: Indonesian Journal of Civil and Islamic Family Law Vol. 5 No. 1 (2024): Juni 2024
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/el-izdiwaj.v5i1.14365

Abstract

Banyaknya anak jalanan di Provinsi Lampung ini menunjukkan adanya  permasalahan kesejahteraan sosial yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, mengingat anak-anak merupakan generasi penerus dalam pembangunan sebuah bangsa. Kegagalan menangani anak jalanan sama artinya dengan membiarkan satu generasi yang hilang dalam mewujudkan kesinambungan pembangunan bangsa, sehingga diperlukan adanya penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang kebijakan penanganan anak penyandang masalah kesejahteraan sosial Di Provinsi Lampung Pada Masa Pandemi Covid-19. Hasil penelitian yaitu Model kebijakan penanggulangan anak jalanan yang dilaksanakan melalui model pendekatan berbasis panti sosial, model pendekatan berbasis keluarga, model pendekatan berbasis masyarakat dan model pendekatan berbasis semi panti sosial, telah dilakukan pemerintah Kota Bandar Lampung dan Kota Metro oleh pelaksana program dengan melibatkan beberapa instansi pemerintah dan swasta terkait dan masyarakat. Adapun faktor yang menghambat pelaksanaan program adalah Terbatasnya sumber daya manusia, Terbatasnya sarana dan prasarana, Sulitnya proses identifikasi, Sulitnya membina kesejahteraan penyandang sosial, minimnya tahap penyaluran ke keluarga. 
Digital Transformation of Villages in the Framework of Fiqh Siyasah and Good Governance Kurniawati, Fifi; Syukur, Iskandar; Nurkholidah, Susi
Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren Vol 7 No 1 (2025): Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren
Publisher : PPPM, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Biak-Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46924/jihk.v7i1.286

Abstract

This study explores the implementation of the Smart Village program in the digitalization of administrative services in Bangun Rejo Village, Central Lampung, through the lens of fiqh siyasah and the principles of good governance. The program represents a governmental initiative aimed at enhancing public service delivery through the use of information technology. Employing a descriptive qualitative method, data were collected through observation, interviews, and documentation. The findings reveal that the program encounters several challenges, particularly in technological infrastructure, human resource capacity, and community engagement. Nevertheless, from a fiqh siyasah perspective, the initiative reflects the responsibility of ulil amri (legitimate authority) to promote public welfare. In conclusion, the success of the Smart Village program relies significantly on strengthening digital literacy, fostering multi-sector collaboration, and implementing governance practices rooted in Islamic ethics that emphasize participatory and responsive principles.
IMPLEMENTASI PASAL 30 PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 1 TAHUN 2018 TERHADAP PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH (Studi Di Depan Kampus UIN Raden Intan Lampung) Miftahul Fahmi; Iskandar Syukur; Agus Hermanto
Judge : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 03 (2025): Judge : Jurnal Hukum
Publisher : Cattleya Darmaya Fortuna

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54209/judge.v6i03.1400

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana Implementasi Pasal 30 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Ketentraman Masyarakat Dan Ketertiban Umum Terhadap Penertiban Pedagang Kaki Lima didepan kampus UIN Raden Intan Lampung dan Untuk mengetahui bagaimana Pasal 30 Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Tentang Ketentraman Masyarakat Dan Ketertiban Umum Terhadap Penertiban Pedagang Kaki Lima didepan kampus UIN Raden Intan Lampung Perspektif Fiqh Siyasah. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris. Dalam penelitian di gunakan teknik analisis deskriptif analitis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa (1). Sosialisasi sudah dilaksanakan dengan baik meski belum terlaksana sepenuhnya oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam bentuk mendatangi pedagang ke Lokasi untuk memberikan pembinaan berupa sosialisasi dan pengawasan.
TIDAK MENIKAH (MENJOMBLO) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERKAWINAN ISLAM MELALUI PENDEKATAN PSIKOLOGIS Sari, Srijati Ratna; Pane, Erina; Syukur, Iskandar; Saputra, Muhammad Alvin
Audi Et AP : Jurnal Penelitian Hukum Vol 4, No 02 (2025): Audi Et AP : Jurnal Penelitian Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/jaeap.v4i02.3948

Abstract

Di Indonesia, pernikahan dipandang sebagai tahapan penting dan nyaris menjadi keharusan dalam kehidupan. Namun, banyak generasi milenial yang memilih untuk tetap melajang karena merasa takut berkomitmen dalam pernikahan. Keputusan ini sering menimbulkan perdebatan dan stigma negatif, terutama di lingkungan keluarga besar yang masih menjunjung tinggi tradisi pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai menjomblo dalam perspektif hukum perkawinan Islam melalui pendekatan psikologis. Metodologi yang digunakan berbasis kepustakaan melalui pendekatan psikologis dan analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitis. Tidak menikah atau menjomblo dapat memiliki dampak psikologis yang beragam, seperti kesepian, stigma sosial, dan dukungan emosional. Rasulullah memberi wasiat kepada para jomblo dengan dua pilihan. Pertama, jika seseorang sudah cukup hartanya, maka segeralah menikah. Jika belum mampu, dianjurkan untuk berpuasa. Dalam kitab Al-Badru Tamam, yang merupakan penjelasan atas hadis-hadis dalam Bulughul Maram dinyatakan bahwa sunnah para nabi dalam pernikahan bukan sekadar lawan dari kewajiban, melainkan merupakan bagian dari pedoman hidup yang harus dijalani. Menjomblo karena alasan yang dibenarkan syariat tidak diharamkan, sebagaimana para tokoh Islam yang mengabdikan diri pada ilmu. Namun, menjomblo karena membenci pernikahan diharamkan karena bertentangan dengan syariat. Dalam Islam, status menjomblo bukan pelanggaran hukum, karena seseorang bisa memilih tidak menikah jika belum menemukan pasangan yang sesuai atau memiliki alasan sah untuk menunda pernikahan.