Pelestarian terhadap budaya merupakan salah satu upaya untuk mempelajari perkembangan budaya yang berkembang pada masyarakat tertentu. Budaya juga menggambarkan perkembangan masyarakat dari masa ke masa. Melalui penelusuran budaya oleh generasi berikutnya diharapkan memberikan kontribusi dalam mempelajari dan memaknai hakekat, filosofis, dan nilai-nilai yang terkandung di dalam budaya tersebut. Sebagai bagian dari ras Melayu, Muara Enim merupakan daerah yang kaya akan peninggalan budaya baik dalam bentuk budaya benda maupun budaya tak benda. Kajian ini ini merupakan salah satu bagian dari upaya untuk mengkaji budaya benda dan tak benda di Kabupaten Muara Enim dilihat dari posisi/letak, kondisi, makna atau hakikat serta perkembangan yang terjadi pada saat ini di masyarakat. Penelitian dilakukan dengan cara cara mengumpulkan literatur dan dokumen yang relevan yang dimiliki oleh pemerintah masyarakat ataupun perorangan. Selanjutnya untuk mendalami hakikat dari benda dan tak benda tersebut dilakukan wawancara dan FGD terhadap tokoh masyarakat dan pihak-pihak yang memahami nilai budaya tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah budaya benda dan tak benda yang terpetakan berdasarkan kecamatan dan jenis budaya yang ada berjumlah 1450 jenis budaya. Jumlah tersebut tersebar di 23 kecamatan di Kabupaten Muara Enim. Pada jenis budaya benda, daerah atau kawasan dengan budaya benda terbanyak berada di Kecamatan Tanjung Agung, Lawing Kidul, dan Semende Darat Ulu. Pada keseluruhan kecamatan terdapat adat/budaya yang sama, meskipun terdapat pula pada beberapa kecamatan memiliki adat istiadat yang khas yang tidak ada di kecamatan lainnya. Budaya tak benda berupa; adat istiadat, bahasa, manuskrip, permainan rakyat, teknologi tradisional, dan budaya lisan lainnya. Hasil penelitian ini meyimpulkan bahwa; 1) Kabupaten Muara Enim merupakan salah satu kabupaten yang memiliki sejarah panjang dalam perkembangan masyarakatnya yang ditandai dengan banyaknya simbol-simbol budaya baik tak benda maupun benda yang ditemukan di seluruh kecamatan. 2) Konservasi budaya masih banyak dilakukan melalui budaya tutur sehingga tidak seluruh masyarakat memahami esensi budaya tersebut dan akses terhadap informasi tentang budaya yang masih terbatas. 3) pemaknaan metafisik produk budaya (simbolis) yang dipahami oleh “kelompok tua” hanya melahirkan budaya tanpa makna pada generasi berikutnya, dna 4) masyarakat saat ini sudah menjadi “penikmat” budaya dan bukan pelaku budaya sebagai akibat dari kesadaran dan ruang pembudayaan yang terbatas.