p-Index From 2020 - 2025
9.398
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Humaniora Dialektika Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya Litera Lingua Didaktika: Jurnal Bahasa dan Pembelajaran Bahasa Indonesian Journal of Applied Linguistics (IJAL) BAHASTRA BAHASA DAN SASTRA Lingua Cultura LITERASI: Jurnal Ilmu-Ilmu Humaniora Semantik : Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurnal Arbitrer Fon: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia KEMBARA Kajian Linguistik dan Sastra Jurnal Gramatika Indonesian Language Education and Literature International Journal of Humanity Studies (IJHS) Jurnal Orientasi Baru Briliant: Jurnal Riset dan Konseptual Transformatika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Aksara RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Diglosia Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Kandai Adabiyyat: Jurnal Bahasa dan Sastra Komposisi: Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Seni Linguistik Indonesia Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa Sawerigading SALINGKA Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio Suar Betang Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP) Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Bahtera Indonesia; Jurnal Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia Imajeri: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SCAFFOLDING: Jurnal Pendidikan Islam dan Multikulturalisme Jurnal Edukasi Sumba (JES) Jurnal Pena Indonesia Loa : Jurnal Ketatabahasaan dan Kesusastraan TANDA: Jurnal Kajian Budaya, Bahasa dan Sastra Jurnal Gramatika: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Edukasia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Alinea: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajaran BAHASTRA Deiksis: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Aksara JURNAL PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MISSIO Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra
Claim Missing Document
Check
Articles

Jati Diri Masyarakat Wewewa yang Termanifestasi pada Tuturan Lisan Oka: Kajian Etnopragmatik Kanisius Kami; R. Kunjana Rahardi; Pranowo Pranowo
Jurnal Edukasi Sumba (JES) Vol. 3 No. 2 (2019)
Publisher : SekolahTinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53395/jes.v3i2.58

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan jati diri masyarakat Wewewa, Sumba Barat Daya, NTT, yang termanifestasi dalam kearifan lokal pada tuturan lisan Oka. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan pendekatan etnopragmatik. Artinya, untuk memahami jati diri masyarakat Wewewa, terikat konteks situasi dan konteks budaya. Konteks situasi bertujuan menggali apa yang terjadi, entitas yang terlibat dalam kegiatan tersebut, keadaan, di mana, dan kapan kegiatan itu terjadi. Sementara konteks budaya mengacu pada nilai yang dianut oleh masyarakat. Objek yang dikaji adalah gambaran jati diri masyarakat Wewewa yang tercermin dalam tuturan lisan Oka. Sumber data primer adalah tuturan-tuturan lisan Oka. Sumber data primer ini diperoleh dari penutur yang menuturkan tradisi lisan Oka. Sumber data primer dijaring peneliti dari warga masyarakat Wewewa berdasarkan wawancara (percakapan etnografis). Sementara sumber data sekunder diperoleh peneliti dari dokumen-dokumen yang berkaitan langsung dengan tradisi lisan Oka. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Metode pengumpulan data penelitian ini adalah melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Metode analisis data yakni padan ekstralingual yaitu metode analisis yang digunakan untuk menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa. Sementara teknik analisis data yaitu transkripsi data, penerjemahan gloss data, seleksi data, identifikasi data, klasifikasi data, dan menganalisis serta menginterpretasi data sehingga dapat dilaporkan pada bagian pembahasan data. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam tuturan tradisi lisan Oka, ditemukan jati diri masyarakat Wewewa yang termanifestasi dalam tuturan tradisi lisan Oka.Kata Kunci: Tradisi Lisan, Kearifan Lokal, Jati Diri.
The Shifts of Conventional Context Element Aspects: Towards a Cyberpragmatics Perspective R. Kunjana Rahardi
JURNAL ARBITRER Vol. 7 No. 2 (2020)
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/ar.7.2.151-161.2020

Abstract

This study aims to describe the forms of shifting conventional context elements to a virtual external context in the cyberpragmatics perspective. The data of this study were manifestations of the shifts in the contexts. The substantive data source of this study was various kinds of utterances and the formulation of the context containing realizations of the shifts in the conventional external context. The locative data source was social media that published a variety of utterances and the context in which there was a shift in the context elements that could be collected by the researcher around the time of the study. The data collection method applied was the listening method, focusing on the free engaged and profound method of listening. The technique used in applying the listening method was the note-taking technique. The data were then classified and verified further. The verified data were then triangulated to experts of pragmatics, especially cyberpragmatics. Data analysis was carried out by applying distributional method to cover the linguistic dimension of this study. As for the non-linguistic dimension, the researcher applied the extralingual equivalent method. The results of this study were the manifestations of the context shifts as follow: (1) shifting aspects of context element of speech setting, (2) shifting aspects of context element of objectives of speaking, (3) shifting aspects of context element of speech participants, (4) shifting aspects of context element of speech atmosphere, (5) shifting aspects of context element of speech channel, (6) shifting aspects of context element of speech genre and (7) shifting aspects of context element of verbal acts.
On Emblematic Meanings of Traditional Medicinal Herbs: Local Wisdom Values in the Perspective of Culture-Specific Ecopragmatics R. Kunjana Rahardi
JURNAL ARBITRER Vol. 7 No. 1 (2020)
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/ar.7.1.16-28.2020

Abstract

The research on emblematic meanings of traditional medicinal herbs is descriptive qualitative research. The data of the research were mostly obtained from texts containing descriptions of local wisdom values found in the names of traditional medicinal herbs. The data were also obtained from the researcher's intuitive ideas as a member of the community where the local wisdom is shared and lived by. The data were obtained by using two methods, namely observation, and speaking methods. The observation method was carried out by using a note-taking technique, while the speaking method was carried out by using the recording technique. The conversation between the researcher and the research informants was recorded and then transcribed to find the required data. The participatory interview method employed an in-depth interview to obtain the description of local wisdom values specifically. The proliferation of data was concluded by classifying and typifying the data after being identified from the sources. Data analysis was carried out using the distributional method with a direct element division technique to cover the linguistic dimensions of this ecopragmatic research. The data was also analyzed and interpreted by using the identity method to cover the pragmatic dimensions in this research. The research results show that: (1) the emblematic meanings are truly found in several traditional medicinal herbs in some parts of Indonesia; (2) the emblematic meanings of the traditional medicinal herbs are classified based on their shapes, uses, directions of the plant's flower, the smell of the plants, and the origins.
Kata-kata emotif pengungkap rasa kasih dalam Anak Bajang Menggiring Angin Sindhunata: Perspektif stilistika pragmatik Yuliana Setyaningsih; Kunjana Rahardi
KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol. 7 No. 2 (2021): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/kembara.v7i2.16983

Abstract

Ekspresi terhadap objek dapat disampaikan melalui kata-kata yang memiliki daya stilistika untuk mewakili kondisi objek tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan makna pragmatik dari pemanfaatan kata-kata emotif bernuansa makna kasih sayang. Sumber data substantif penelitian ini adalah novel Anak Bajang Menggiring Angin karya Sindhunata yang diterbitkan pada tahun 2010. Data penelitian berupa tuturan tokoh yang mengandung kata-kata emotif bernuansa kasih sayang. Data dikumpulkan dengan metode simak dengan teknik baca dan teknik catat. Selanjutnya, data yang terkumpul diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan maksud kata-kata emotif pengungkap rasa kasih. Langkah berikutnya adalah triangulasi data untuk mendapatkan data yang benar-benar valid untuk dianalisis. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis padan ekstralingual dengan mendasarkan pada konteks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 10 macam makna pragmatik kata-kata emotif pengungkap rasa kasih sayang. Makna pengungkap rasa kasih tersebut dinyatakan dengan: (1) janji, (2) kekecewaan, (3) kebahagiaan, (4) kesedihan, (5) perasaan haru, (6) ratapan, (7) penyesalan, (8) permohonan doa, (9) belas kasih, dan (10) nasihat.
IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA R Kunjana Rahardi
Humaniora Vol 11, No 2 (1999)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (683.148 KB) | DOI: 10.22146/jh.658

Abstract

Terdapat empat pemarkah kesantunan linguistik (linguistic politeness) tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia . Keempat pemarkah tersebut adalah (1) panjang pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) intonasi dan isyarat kinesik, (4) ungkapan-ungkapan penanda kesantunan . Sedikitnya terdapat 10 macam ungkapan pemarkah yang dapat menentukan kesantunan linguistik tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia . Pemarkah-pemarkah kesantunan linguistik tuturan imperatif tersebut adalah tolong, mohon, silakan, marl, biar, ayo, coba, harap, hendak(lahlnya), dan sudi kiranyalsudilah kiranyalsudi apalah kiranya . 1. Pengantar Sesuai dengan judulnya, di dalam tulisan ini akan diperikan penanda-penanda kesantunan linguistik tuturan imperatif bahasa Indonesia . Yang dimaksud dengan penanda kesantunan linguistik (linguistic politeness) adalah ungkapan entitas linguistik yang kehadirannya dalam tuturan menyebabkan to turan tersebut menjadi Iebih santun dibandingkan dengan tuturan sebelumnya . Di samping kesantunan jenis yang pertama itu dalam linguistik terdapat jenis kesantunan lain yang kemunculannya bukan didasarkan pada hadir tidaknya ungkapan entitas linguistik, melainkan karena terdapatnya entitasentitas nonlinguistik yang sifatnya pragmatik . Kesantunan jenis kedua itu lazim disebut de- 16 I Doktor, Magister Humaniora, staf pengajar ASMI Santa Maria, Yogyakarta . ngan kesantunan pragmatik (pragmatic politeness). Karena berbagai keterbatasan, yang akan diperikan di dalam tulisan singkat ini hanyalah kesantunan jenis pertama . Dengan demikian jenis kesantunan yang kedua berada di luar lingkup tulisan ini . Data penulisan singkat ini didapatkan secara lokasional dari sumber data tertulis maupun lisan yang terdapat di dalam pemakaian bahasa Indonesia keseharian (ordinary language) . Data tersebut didapatkan dengan cara melakukan penyimakan terhadap pemakaian bahasa tulis maupun lisan . Di samping itu, data tulisan singkat ini juga didapatkan dengan cara mengadakan percakapan dengan mitra tutur yang dalam kesehariannya berbahasa Indonesia . Dengan perkataan lain, data penulisan ini didapatkan dengan menerapkan metode simak dan metode cakap seperti yang lazim digunakan di dalam penelitian-penelitian linguistik struktural . Karena penulis merasa memiliki distansi lingual yang masih berkadar kuat dengan bahasa Indonesia, data penulisan ini pun juga dibangkitkan secara kreatif dad intuisi lingual penulis. Dalam hal yang terakhir ini data harus dikenai teknik triangulasi terlebih dahulu untuk menguji keabsahannya sebagai data penulisan ilmiah .
Linguistic Impoliteness in The Sociopragmatic Perspective Kunjana Rahardi
Humaniora Vol 29, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.113 KB) | DOI: 10.22146/jh.24954

Abstract

The discrepancy of the study of linguistic politeness and impoliteness phenonema has been pronounced in the pragmatic study. However, up to this day the study of linguistic impoliteness, particularly based on culture-specific backgrounds has not been done. This research discusses the pragmatic manifestations of linguistic impoliteness. Through this research, a detailed description of how the manifestations and intentions of the linguistic impoliteness markers would be obtained. The data was gathered by using listening and speaking methods in linguistics. The data gathered through the basic and advanced listening and speaking methods was analyzed by using the equivalence method, particularly the extra-lingual equivalence. The research results showed that the pragmatic impoliteness was classified into five categories, namely (1) face-aggravating, (2) face-loss, (3) face-playing, (4) face-threatening, (5) deliberate ignorance. Each category of the linguistic impoliteness was described in details in its impoliteness subcategories, each was determined by its pragmatic meanings and intentions.
Kenomotetisan dan Keideosinkretisan Makna Simbolis Peranti Pernikahan Adat Masyarakat Nusa Tenggara Timur dan Jambi: Perspektif Ekolinguistik R. Kunjana Rahardi
Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Bahasa dan Budaya Asing (FBBA), Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.506 KB) | DOI: 10.26714/lensa.10.1.2020.69-82

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) mendiskripsikan nilai-nilai nomotesis yang terdapat dalam peranti pernikahan adat masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Provinsi Jambi; (2) mendeskripsikan nilai-nilai ideosinkretis yang terdapat dalam peranti pernikahan adat masyarakat Provinsi NTT dan Provinsi Jambi? Data dikumpulkan dengan menerapkan metode simak dan metode cakap. Selain itu, data juga dikumpulkan dengan menerapkan prinsip-prinsip etnografi dalam antropolinguisitk. Data selanjutnya diklasifikasi dan ditipifikasi sehingga terwujud tipe-tipe data yang siap untuk dikenai metode dan teknik analisis data. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitia ini adalah metode analisis padan kontekstual. Selain itu, metode analisis distribusional juga diterapkan untuk mendukung penerapan metode analisis padan kontekstual. Metode analisis padan dan metode analisis distribusional tersebut dilengkapi dengan teknik analisis yang lazim diterapkan dalam penelitian etnografi dan metode analisis ini. Manfaat teoretis penelitian ini adalah untuk menyempurnakan teori-teori ekolinguistik yang selama ini didasarkan pada teori-teori Barat. Manfaat praktisnya adalah untuk memaksimalkan perkuliahan ekolinguistik yang selama itu belum kontekstual di program-program magister. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam nilai kenomotetisan makna simbolis peranti pernikahan adat masyarakat NTT, dan masyarakat Jambi yang dikaji dengen perspektik ekolinguistik metaforis. Keenam nilai simbolik yang bersifat  nomotetis tersebut disampaikan sebagai berikut: (1) nilai cinta kasih, (2) nilai ekonomis, (3) nilai kekeluargaan, (4) nilai keagungan, (5) nilai religius.  Selanjutnya nilai-nilai simbolik pernikahan adat di kedua provinsi tersebut memiliki nilai-nilai keideosinkretisan sebagai berikut: (1) nilai keharmonisan, (2) nilai ketulusan, (3) nilai pengharapan, (4) nilai penghormatan terhadap wanita. Kata Kunci: kenomotetisan; keideosinkretisan; makna simbolik; ekolinguistik metaforis  ABSTRACT The purpose of this study was formulated as follows: (1) describing the nomothetic values of traditional marriage equipments of the people of East Nusa Tenggara (NTT) and Jambi societies; (2) describing the ideosyncretic values contained in the traditional marriage tools of the people of NTT and Jambi societies? Data was collected by applying the listening method and the interview method. In addition, data are also collected by applying ethnographic principles in anthropology. The data collected are then classified and typified to realize the types of data that are ready to be subjected to data analysis methods and techniques. The data analysis method used in this research is the contextual equivalent analysis method. In addition, the distributional analysis method is also applied to support the application of the contextual equivalent analysis method. The equivalent analysis method and the distribution analysis method are complemented by analytical techniques commonly used in ethnographic research. The theoretical benefit of this research is to perfect ecolinguistic theories that have been based on Western theories. The practical benefit is to maximize ecolinguistic lectures which have not been contextual in the master's programs. The results of this research showed that there were six values of symbolic meaning of the traditional marriage tools of the NTT community, and that of the people of Jambi which were studied with a metaphorical ecolinguistic perspective. The six symbolic values that are nomothetic in nature are conveyed as follows: (1) the value of love, (2) economic value, (3) family value, (4) grandeur value, (5) religious value. Furthermore, the symbolic values of traditional marriage in the two communities have the following ideological ideals: (1) harmony, (2) sincerity, (3) expectation, (4) respect for women. Keywords: nomothetics; ideosyncratic; symbolic meaning; metaphorical ecolinguistics  
Strategi Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa dengan Model Learning Cycle pada Mata Kuliah Sejarah Sastra Indonesia Titian Gea; R. Kunjana Rahardi; Yuliana Setyaningsih; Pranowo Pranowo
BAHASTRA Vol 40, No 2 (2020): Bahastra
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26555/bahastra.v40i2.17028

Abstract

The study aims to describe a strategy for improving the student learning motivation with a learning cycle model in Indonesian literary subjects. Studies are conducted using qualitative descriptive methods. And then data was collected using observation methods, and interviews. The objective of observation is students' activities in the learning process in the Indonesian literature history class at the sanata dharma university. Interviews were conducted to get some information that was not obtained from observation The data obtained is compiled by deciphering notes, summarizing and selecting data that matches the purpose of the research. Research shows that the learning cycle is one of those strategies to improve the motivation to study in a course on the history of Indonesian literature.   
Personal and Communal Assumptions to Determine Pragmatic Meanings of Phatic Functions Kunjana Rahardi
Lingua Cultura Vol. 10 No. 2 (2016): Lingua Cultura Vol. 10 No. 2
Publisher : Bina Nusantara University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21512/lc.v10i2.897

Abstract

This research was meant to describe the manifestations of phatic function in the education domain. The phatic function in the communication and interaction happening in the education domain could be accurately identified when the utterances were not separated from their determining pragmatic context. The context must not be limited only to contextual and social or societal perspectives, but must be defined as basic assumptions. The data of this research included various kinds of speech gathered naturally in education circles that contain phatic functions. Two methods of data gathering were employed in this study, namely listening and conversation methods. Recorded data was analyzed through the steps as follows (1) data were identified based on the discourse markers found (2) data were classified based on the phatic perception criteria; (3) data were interpreted based on the referenced theories; (4) data were described in the form of analysis result description. The research proves that phatic function in the form of small talks in the education domain cannot be separated from the context surrounding it. 
BAHASA ‘INDOGLISH’ DAN ‘JAWANESIA’ DAN DAMPAKNYA BAGI PEMARTABATAN BAHASA INDONESIA R. Kunjana Rahardi
Kajian Linguistik dan Sastra Vol 26, No 1 (2014)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.576 KB) | DOI: 10.23917/kls.v26i1.4076

Abstract

Penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan fenomena yang‘Indoglish’ dan ‘Jawanesia’ dalam domain pendidikan. Deskripsi dilakukan denganmenggambarkan bentuk ‘Indoglish’ dan ‘Jawanesia’ dilanjutkan dengan deskripsimotif yang ada entitas bahasa tersebut, diikuti oleh deskripsi dampak terhadapupaya dignifying bahasa Indonesia. Data penelitian ini diambil dari ucapan-ucapanlangsung diucapkan oleh guru, dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan,di manapun dan kapanpun mungkin, di lembaga pendidikan tertentu di sekitarDaerah Istimewa Yogyakarta. Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukandengan menerapkan metode partisipasi, apakah itu partisipasi wawancara ataupartisipasi tanpa wawancara. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikandan ditandai sebelum metode dan teknik analisis data yang diterapkan. Untukmenganalisis data, peneliti menerapkan metode distribusi analisis. Hasil analisiskemudian disajikan dalam bentuk cara informal hasil penelitian presentasi,tidak dalam bentuk formal yang salah yang konvensional digunakan simbol danrumus bentuk bahasa. Hasil penelitian tersebut dapat diringkas seperti berikut:(A) bentuk ‘Indoglish’ dan ‘Jawanesia’ terjadi di tingkat kata, frasa, klausa, dankalimat. Bentuk-bentuk ‘Indoglish’ sebagian besar dalam bentuk kata-kata ataufrasa, sedangkan bentuk linguistik dari ‘Jawanesia’ berada dalam bentuk klausaatau kalimat. (B) Motif menggunakan ‘Indoglish’ dan ‘Jawanesia’ dapat kemudiandisebutkan sebagai berikut: (1) prestise dalam berbicara dan membangkitkanhubungan dekat, (2) motif serampangan dan membuat rasa humor, (3) pretentionmotif dan menunjukkan kebanggaan, (4) menunjukkan tertutup hubungan,(5) menunjukkan jengkel, (6) menunjukkan arogansi, (7) yang menunjukkanmemiliki kompetensi bahasa yang baik, (8) penceritaan tertutup hubungan kepadaorang lain, (9) yang menunjukkan kompetensi bahasa dan persahabatan tertutup,(10) yang menunjukkan penekanan, (11) yang menunjukkan kompetensi bahasadan kemudahan dalam berbicara, (12) yang menunjukkan kompetensi bahasadan prestise, (13 ) yang menunjukkan perasaan bangga, (14) yang menunjukkangaya tertentu dalam berbicara, (15) pembuatan kemudahan dalam berbicara, (16)pembuatan kemudahan dalam berbicara dan menunjukkan kejengkelan, (17)pembuatan kemudahan dalam berbicara dan menunjukkan tertutup hubungan, (18)yang menunjukkan kompetensi bahasa yang baik dan pretention dalam berbicara,(19) yang menunjukkan dari pretention dalam berbicara dan menunjukkankompetensi bahasa, (20) pembuatan kemudahan dalam berbicara dan menunjukkanniat, (21) pretensi dalam berbicara dan menunjukkan persahabatan (C) Implikasidari ‘Indoglish’ dan ‘Jawanesia’ terhadap upaya dignifying bahasa Indonesiaadalah sebagai berikut. (1) Penggunaan ‘Indoglish’ dan ‘Jawanesia’ yang tidakdianggap positif dan kesalahan dalam menggunakan bahasa yang tampaknya akandiabaikan mungkin akan menghancurkan bahasa Indonesia secara keseluruhansekarang dan kemudian. (2) Upaya mengoptimalkan dinamika dan martabat bahasaIndonesia akan terhalang karena banyak orang tidak memiliki pengabdian dalammenggunakan bentuk bahasa tapi kemudian mereka cenderung menggunakanbentuk-bentuk bahasa yang tidak mendukung pelaksanaan bahasa Indonesia yangbenar. (3) Sebagai salah satu manifestions dari syles bahasa Indonesia dan / ataumendaftar, pengembangan ‘Indoglish’ dan ‘Jawanesia’ seharusnya tidak terlalukhawatir sejauh diikuti oleh kesadaran konteks dan menggunakan dengan bahasaIndonesia.Kata Kunci: ‘Indoglish’, ‘Jawanesia’, fenomena, konteks, martabat bahasa