Munar Lubis
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Published : 59 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

The Usefulness of C-Reactive Protein, Procalcitonin, and PELOD-2 Score as a Predictive Factor of Mortality in Sepsis Munar Lubis; Aridamuriany Dwiputri Lubis; Badai Buana Nasution
The Indonesian Biomedical Journal Vol 12, No 2 (2020)
Publisher : The Prodia Education and Research Institute (PERI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18585/inabj.v12i2.1073

Abstract

BACKGROUND: Sepsis in children is a significant cause of morbidity and mortality in the pediatric intensive care unit (PICU). Assessment of pediatric sepsis using serial Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD)-2 score can be used as a prognostic factor. The use of biomarkers of sepsis is also used for diagnosis and predicting outcomes. Many studies have suggested that C-reactive protein (CRP) and procalcitonin (PCT) can be used to predict mortality.METHODS: A prospective cohort study was conducted to evaluate CRP, PCT, PELOD-2 score and its combination as a predictive factor of mortality in sepsis. All patients admitted to PICU Haji Adam Malik General Hospital, Medan, from April to November 2019 with suspected sepsis were included in this study. Blood examination and PELOD-2 scores were examined in the first 24 hours.RESULTS: A total of 79 children were included with a mortality rate 55.7%. The CRP, PCT, and PELOD-2 score were higher in nonsurvivor (2.8 (0.5-22.4) mg/dL; 9.36 (0.13-79.8) ng/mL; 9 (3-21), respectively). In multivariate logistic regression analysis, neither CRP nor PCT values could be independent predictors of mortality. The PELOD-2 score can be an independent predictor for mortality at a cut-off score of 7 (OR: 3.47 (95% CI: 1.68-7.19)). The combination of PELOD-2 and CRP scores as predictors of mortality showed lower values than PELOD-2 and PCT scores (0.80 vs. 0.95). The combination of all parameters only adds 1% of the predicted mortality value.CONCLUSION: PELOD-2 score with PCT value are recommended to predict mortality children with sepsis.KEYWORDS: sepsis, mortality, C-reactive protein, procalcitonin, PELOD-2 score
Profil Penyakit Kritis di Ruang Rawat Intensif Anak RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Nora Sovira; Jufitriany Ismi; Yunnie Trisnawati; Munar Lubis; Sulaiman Yusuf
Sari Pediatri Vol 22, No 2 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.2.2020.92-7

Abstract

Latar belakang. Angka morbiditas dan mortalitas pada anak yang disebabkan penyakit kritis masih tinggi, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Hingga saat ini belum ada data mengenai profil pasien anak dengan penyakit kritis yang dirawat di ruang rawat intensif anak RSUD Dr. Zainoel Abidin (RSUDZA), Banda Aceh.Tujuan. Untuk mengetahui bagaimana profil pasien anak dengan penyakit kritis yang dirawat di ruang rawat intensif anak RSUD Zainoel Abidin (RSUDZA), Banda Aceh pada tahun 2019.Metode. Penelitian deskriptif retrospektif di ruang rawat intensif anak RSUDZA, Banda Aceh. Data dari rekam medis usia 1 bulan - 18 tahun sejak Januari 2019 sampai Desember 2019.Hasil. Diperoleh data pasien anak dengan sakit kritis yang dirawat di ruang intensif anak RSUDZA berjumlah 316 subjek. Mayoritas usia di bawah 5 tahun. Penyakit utama terbanyak adalah disfungsi organ respirasi (28,5 %). Jumlah Skor PELOD-2 terbanyak pada studi ini < 7 (69,6%) dengan lama rawat 2-7 hari (64,9%) dan angka mortalitas 21,8%.Kesimpulan. Profil penyakit kritis pada anak di RSUDZA Banda Aceh Tahun 2019 menunjukkan mayoritas subjek berusia di bawah 5 tahun, skor PELOD-2 < 7 dengan disfungsi organ terbanyak adalah respirasi.
Kadar 25-hydroxyvitamin D sebagai penanda sepsis pada anak Austin Simon Tjowanta; Chairul Yoel; Munar Lubis
Sari Pediatri Vol 19, No 3 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1480.437 KB) | DOI: 10.14238/sp19.3.2017.150-5

Abstract

Latar belakang. Sepsis merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Vitamin D memiliki peran pentingdalam mengoptimalkan sistem imun bawaan serta memodulasi respon imun adaptif pada sepsis.Tujuan. Untuk mengevaluasi nilai diagnostik dari kadar 25-hydroxyvitamin D sebagai penanda sepsis pada anak.Metode. Penelitian diagnostik dengan desain potong lintang dilakukan terhadap 50 anak di PICU RSUP Haji Adam Malik dariFebruari sampai Maret 2016. Duapuluh lima anak didiagnosis sepsis dan 25 non sepsis. Kriteria inklusi adalah pasien anak berusia1 bulan sampai <18 tahun. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif dan negatifdinilai pada penelitian ini.Hasil. Rerata kadar 25-hydroxyvitamin D pada kelompok sepsis (24 ng/mL) relatif lebih rendah dibandingkan dengan kelompoknon sepsis (29,7 ng/mL). Nilai batas ambang kadar 25-hydroxyvitamin D 24 ng/mL. Kami menemukan 15 orang dengan sepsis dan2 orang non sepsis dengan nilai batas ambang ini. Dari uji diagnostik diperoleh sensitivitas 60%, spesifisitas 92%, nilai duga positif88%, nilai duga negatif 70%, rasio kemungkinan positif 7,5 dan rasio kemungkinan negatif 0,43.Kesimpulan. Kadar 25-hydroxyvitamin D mempunyai spesifisitas yang tinggi dan sensitivitas yang rendah sehingga dapat digunakansebagai penanda sepsis tambahan pada anak.
Gangguan Koagulasi pada Sepsis Tri Faranita; Yunnie Trisnawati; Munar Lubis
Sari Pediatri Vol 13, No 3 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.3.2011.226-32

Abstract

Sepsis pada anak memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Gangguan koagulasi berat padasepsis berhubungan dengan meningkatnya mortalitas. Telah banyak informasi mengenai perkembanganmekanisme aktivasi koagulasi dan inflamasi sebagai respon terhadap infeksi berat. Pada sepsis, gangguankoagulasi terjadi akibat pembentukan trombin oleh tissue factor, gangguan mekanisme antikoagulan danpenghentian sistem fibrinolisis. Pengetahuan tersebut sangat berguna untuk mengembangkan terapi danintervensi terhadap pasien dengan sepsis yang disertai gangguan koagulasi berat. Pemberian terapi sepertiantikoagulan, antitrombin, dan rekombinan protein C, rekombinan TFPI masih memerlukan bukti yangmendukung untuk dapat digunakan pada pasien anak.
Perbandingan NaCl 3% dan Manitol pada Cedera Kepala Akibat Trauma di Ruang Rawat Intensif Anak Rina Amalia C. Saragih; Syilvia Jiero; Johannes H. Saing; Munar Lubis
Sari Pediatri Vol 16, No 6 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp16.6.2015.375-8

Abstract

Latar belakang. Manitol dan NaCL 3% merupakan agen hiperosmolar yang direkomendasikan padapasien anak dengan cedera kepala akibat trauma. Beberapa penulis memberikan argumen bahwa larutansalin hipertonis lebih efektif, tetapi belum ada konsensus berkaitan dengan indikasi, konsentrasi, dan carapemberian yang terbaik.Tujuan. Membandingkan pemakaian manitol dan NaCl 3% pada anak dengan cedera kepala akibat traumayang dirawat di ruang rawat intensif dalam hal lama rawatan, mortalitas, dan gangguan elektrolit.Metode. Penelitian retrospektif dilakukan dengan pengumpulan data rekam medis pasien traumatic braininjury (TBI) yang dirawat di ruang rawat intensif anak RSUP H. Adam Malik selama kurun waktu Juni2012 sampai dengan Mei 2013. Data dibagi atas dua kelompok, yaitu pasien yang mendapatkan manitoldan NaCl 3% sebagai agen hiperosmolar. Analisis statistik dilakukan dengan Mann Whitney U-test, chisquare,dan fisher exact test.Hasil. Subjek 47 orang pasien TBI, 29 di antaranya mendapatkan manitol dan 18 mendapat NaCl 3%.Perbandingan antara kelompok manitol dan NaCl 3% tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secarastatistik dalam hal lama rawatan [(5,79 + 4,37 hari) vs (6,00 + 4,20 hari);p=0,733], mortalitas (44,44% vs20,69%; p=0,083), dan gangguan elektrolit (37,93% vs 33,33%).Kesimpulan. Tidak ada perbedaan dalam hal lama rawatan, mortalitas dan gangguan elektrolit denganpenggunaan manitol dan NaCl 3% sebagai agen hiperosmolar pada pasien cedera kepala akibat trauma.Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan metode prospektif dan jumlah sampel yang lebih besar.
Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminths dengan Kemampuan Kognitif, Status Nutrisi, dan Prestasi Belajar pada Anak Sekolah Dasar di Desa Sikapas Kabupaten Mandailing Natal Putri Hasria Sri Murni; Munar Lubis; Isti Ilmiati Fujiati
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.096 KB) | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.279-83

Abstract

Latar belakang. Prevalensi soil transmitted helminths (STH) pada anak di Indonesia, terutama di Provinsi Sumatera Utara, masih tinggi. Infeksi STH diduga dapat menghambat tumbuh kembang dan mempengaruhi kemampuan kognitif anak.Tujuan. Mengetahui hubungan infeksi STH dengan kemampuan kognitif, status nutrisi, dan prestasi belajar pada anak.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan di Desa Sikapas, Kabupaten Mandailing Natal pada bulan Maret sampai Desember 2016. Sampel adalah murid sekolah dasar yang tidak memiliki gangguan mental dan dipilih dengan metode acak sederhana. Tinja diperiksa dengan metode Kato untuk menilai infeksi STH. Dilakukan pengumpulan data antropometri dan rerata nilai ujian untuk semua mata pelajaran. Kemampuan kognitif dinilai dengan metode WISC IV. Analisis dilakukan dengan uji chi square dan uji Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan 95%. Nilai p<0,05 dianggap signifikan.Hasil. Delapan puluh tujuh sampel diikutsertakan dengan rerata usia 10,2 (SB 1,75) tahun. Kami menemukan angka prevalensi yang tinggi untuk anak dengan infeksi STH (70,1%). Anak dengan infeksi STH memiliki status gizi yang lebih baik daripada anak tanpa infeksi STH dengan rerata peringkat 44,31 vs 43,27, tetapi tidak signifikan secara statistik (p=0,816). Anak dengan infeksi STH memiliki rerata peringkat kemampuan kognitif yang relatif lebih rendah daripada anak tanpa infeksi STH (43,77 vs 44,54), tetapi tidak signifikan secara statistik (p=0,885). Prestasi belajar anak dengan infeksi STH lebih tinggi daripada anak tanpa infeksi STH, tetapi tidak signifikan secara statistik (p=0,317).Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi STH dengan status nutrisi, kemampuan kognitif, dan prestasi belajar pada anak di komunitas ini.
Efektivitas Kombinasi Artesunat-Klindamisin dengan Kinin-Klindamisin pada Pengobatan Malaria FalciparumTanpa Komplikasi pada Anak Erika S. Panjaitan; Syahril Pasaribu; Muhammad Ali; Munar Lubis; Chairuddin P. Lubis; Ayodhia P. Pasaribu
Sari Pediatri Vol 13, No 6 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.6.2012.420-5

Abstract

Latar belakang. Kombinasi antimalaria termasuk artemisinin sering tidak sesuai secara farmakokinetika sehingga berpotensi untuk resistensi. Untuk itu penilaian terhadap kombinasi artemisinin dengan obat yang mempunyai waktu paruh yang pendek diperlukan dalam pengobatan malaria falciparumtanpa komplikasi pada anak. Tujuan. Untuk membandingkan efektifitas kombinasi artesunat-klindamisin dengan kinin-klindamisin pada pengobatan malaria falciparumtanpa komplikasi pada anak.Metode. Penelitian dilakukan dengan metode uji klinis acak terbuka yang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2010 di Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Subjek berusia 7 sampai 12 tahun dan dijumpai Plasmodium falciparumpada pemeriksaan darah tepi. Kelompok I menerima kombinasi artesunat-klindamisin (artesunat 4mg/kg, dan klindamisin 7mg/kg, per dosis). Kelompok II menerima kombinasi kinin-klindamisin (kinin 4 mg/kg dan klindamisin 7mg/kg, per dosis). Kedua kelompok beri obat dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Parasitemia dihitung pada hari 1, 2, 3, 7, 14, dan 28. Analisis didasarkan intention to treat analysis.Hasil. Penelitian diikuti dua ratus anak. Adequate clinical parasitological respons dari artesunat-klindamisin dijumpai berbeda secara bermakna dibandingkan kinin-klindamisin 94% dan 62% (p=0,0001). Kesembuhan artesunat-klindamisin dicapai hari ke-3 dan ke-4 belas 97% (p=0,001). Kesembuhan kinin-klindamisin dicapai pada hari ke-14 dan ke-28 92% (p=0.236). Pada pengamatan tidak dijumpai efek samping yang serius.Kesimpulan.Kombinasi artesunat-klindamisin lebih efektif dari pada kinin-klindamisin pada pengobatan malaria falciparumtanpa komplikasi pada anak
Pemakaian Ventilator Frekuensi Tinggi pada Bayi Asfiksia Berat Isra Firmansyah; Munar Lubis
Sari Pediatri Vol 5, No 4 (2004)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp5.4.2004.155-9

Abstract

Asfiksia berat merupakan keadaan gawat darurat bayi baru lahir yang membutuhkanbantuan ventilasi mekanik segera. Ventilator merupakan alat bantu pernapasan yangdapat digunakan untuk memperbaiki ventilasi alveolar, pembuangan CO2, sertaoksigenasi jaringan yang adekuat. Jenis ventilator mekanik yang sering digunakan, yaituventilator mekanik konvensional dan ventilator frekuensi tinggi. Ventilator mekanikkonvensional mulai ditinggalkan karena efek samping yang ditimbulkannya. Kini telahdikembangkan penggunaan ventilator frekuensi tinggi dengan risiko barotrauma yanglebih rendah karena tekanan, volume dan frekuensi oksigen yang diberikan dapat diatur.Pada makalah ini dibahas pemakaian ventilator frekuensi tinggi pada bayi asfiksia berat.
Penggunaan Analgesia Nonfarmakologis Saat Tindakan Invasif Minor pada Neonatus Effa Triani; Munar Lubis
Sari Pediatri Vol 8, No 2 (2006)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp8.2.2006.107-11

Abstract

Pada perawatan rutin neonatus sering dilakukan tindakan invasif minor yangmenimbulkan rasa nyeri. Nyeri yang tidak ditanggulangi dapat menimbulkan efek jangkapanjang yaitu mempengaruhi respon afektif dan tingkah laku saat tindakan yangmenimbulkan nyeri berikutnya. Glukosa, sukrosa, pacifier, menyusui, skin to skin contactdan stimulasi multisensori merupakan analgesia nonfarmakologis yang dapat mengurangirasa nyeri saat tindakan invasif minor pada neonatus, sehingga dapat dihindarkanpemakaian analgesia farmakologis yang sering menimbulkan efek samping.
Perubahan Kadar Natrium dan Kalium Serum Akibat Pemberian Glukosa 40% pada Latihan Fisik Akut Wahyudi Wahyudi; Suryani Ginting; Charles Siregar; Chairul Yoel; Syahril Pasaribu; Munar Lubis
Sari Pediatri Vol 10, No 2 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp10.2.2008.77-82

Abstract

Latar belakang. Glukosa sumber energi untuk latihan fisik dan berpengaruh pada keseimbangan metabolisme tubuh. Glukosa menyebabkan masuknya ion natrium ke dalam sel. Sewaktu ATP terhidrolisis menjadi ADP, protein pembawa mengalami fosforilasi dan perubahan konformasi yang menyebabkan ion natrium dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kemudian dua ion kalium berikatan di sisi ekstrasel masuk ke sel.Tujuan. Untuk mengetahui dan membandingkan perubahan kadar natrium dan kalium serum sebelum dan setelah latihan fisik akut pada kelompok yang diberikan air putih dan air berglukosa 40%.Metode. Empat puluh anak SLTP sehat yang dipilih secara acak sederhana mendapat minuman glukosa 40% (dosis 1 g/kgBB yang dilarutkan dalam 300cc air) (n=20) dan air putih sebanyak 300 cc (n=20). Semua anak diberi minum 10 menit sebelum latihan fisik, kemudian dilakukan latihan fisik selama 10 menit. Sampel darah vena diambil sebelum anak minum dan setelah melakukan latihan fisik.Hasil. Terjadi perubahan penurunan natrium serum berbeda bermakna setelah latihan fisik akut (p<0,05) pada kelompok air putih, sedangkan pada kelompok air berglukosa 40% terjadi peningkatan natrium serum. Perbandingan kadar natrium serum kedua kelompok berbeda bermakna (p<0,05). Kadar kalium serum tidak mengalami perubahan (p>0,05) pada kedua kelompok.Kesimpulan. �� � � � � � � ��� � � � � � -Pemberian minuman berglukosa 40% sebelum latihan fisik akut dapat menyebabkan peningkatan kadar natrium serum.
Co-Authors Adillida Adillida Aileen Clarissa Dauhan Amir S. Madjid, Amir S. Antonius H. Pudjiadi Aridamuriany D Lubis Aridamuriany D Lubis Aridamuriany D. Lubis Aridamuriany Dwiputri Lubis Aridamuriany Dwiputri Lubis Armila Armila Arto, Karina Sugih Austin Simon Tjowanta Ayodhia P. Pasaribu Ayodhia Pitaloka Pasaribu Bambang Supriyatno Beatrix Siregar Beatrix Siregar, Beatrix Bidasari Lubis Bugis Mardina Lubis C. Saragih, Rina Chaerul Yael Chairoel Yoel Chairuddin P. Lubis Chairuddin P. Lubis Chairuddin P. Lubis Chairul Yoel Chairul Yoel Chairul Yoel Chairul Yoel Chairul Yoel Chairul Yoel, Chairul Charles Siregar Charles Siregar Cynthea Prima Destariani Danny Dasraf Dewi Shandi Laila, Dewi Shandi Diana Aulia Dini Lailani Ditho Athos P. Daulay Effa Triani Effa Triani Efori Gea Elmeida Effendy Ema Mutiara Emil Azlin Emil Salim Endang D. Hamid Erika S. Panjaitan Erna Mutiara Erna Mutiara Erna Mutiara Erniwaty P Panggabean Fauzi Rizal Fujiati, Isti Ilmiati Gabriel P. Gema N. Yanni Gema Nazri Yani Gema Nazri Yanni Gema Nazri Yanni Gema Nazri Yanni Gunanti . Hakimi Hakimi Hasibuan, Syahreza Helmi M. Lubis Hendy Zulkarnain Hindra I. Satari, Hindra I. Ichwan HH Batubara Indah Nur Lestari Iskandar Z Lubis Iskandar Z. Lubis Isra Firmansyah Isra Firmansyah Isti Ilmiati Jenny Ginting Johannes H. Saing Johnny Arsyad Jose Rizal Latief Batubara Jose RL Batubara Jufitriani Ismy Jufitriany Ismi Kristina Ambarita Kristina Ambarita Lestari, Indah Nur Lily Irsa Lily Rahmawati Lubis, Inke Nadia Mahadi Mahadi Manihar D. Marbun Melda Deliana Melda Deliana Melda Deliana Monalisa Elizabeth Muhammad Adib Mahara Muhammad Ali Muhammad Ali Muhammad Ali Nafianti, Selfi Nasution, Badai Buana Nelly Rosdiana Nora Sovira Oke Rina Ramayani Oke Rina Ramayani Oke Rina Ramayani, Oke Rina Purnama Fitri Putri Amelia Putri Amelia Putri Amelia Putri Hasria Sri Murni Rafita Ramayanti Rafita Ramayati Rafita Ramayati Ria Puspitasari Ria Puspitasari Ridwan M. D. Rina A.C. Saragih Rina A.C. Saragih, Rina A.C. Rina Amalia C Saragih Rina Amalia C. Saragih Rina Amalia C. Saragih Rina Amalia Karomina Saragih Rina C. Saragih Rismala Dewi Rizki Aryo Wicaksono Rizki Aryo Wicaksono ROSIHAN ANWAR Rosmayanti Siregar Rosmayanti Siregar, Rosmayanti Rusdidjas dr Rusdidjas Rusdidjas Rusdidjas Rusdidjas Saptawati Bardosono Saragih, Rina Amalia Sembiring, Krisnarta Siregar, Gurnal Rai Gandra Siska Mayasari Siti Helmyati Sri Alemina Ginting Sri Sofyani Srie Yanda Sulaiman Yusuf Suryani Ginting Syafruddin Haris Syahril Pasaribu Syahril Pasaribu Syahril Pasaribu Syahril Pasaribu Syahril Pasaribu Syahril Pasaribu Syahril Pasaribu Syamsidah Lubis Syarif, Erlita Wienanda Syilvia Jiero T. Murad El Fuad Taralan Tambunan Tiangsa Sembiring Tjut Dharmawati Tri Faranita Tri Faranita Trina Devina Wahyudi Wahyudi Wijaya, Richo Wisman Dalimunte Wisman Dalimunthe Yanni, Gema Nazri Yanni, Gema Nazri Yoyoh Yusroh Yunnie Trisnawati Yunnie Trisnawati Yunnie Trisnawati Yunnie Trisnawati Yunnie Trisnawati Yunnie Trisnawati Yunnie Trisnawati Zakiudin Munasir