Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

The Effect of Horn Beetle Nanochitosan (Xylotrupes gideon) Addition on The Hardness of Glass-ionomer Cement Kurniawan, Florencia Livia; Tjandrawinata, Rosalina; Marpaung, Carolina; Pratiwi, Deviyanti; Komariah, Komariah
Journal of Indonesian Dental Association Vol 5 No 1 (2022): April
Publisher : Indonesian Dental Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Glass ionomer cement (GIC) is a tooth-colored restorative material that is often used by clinical practitioners because it can release fluoride, is easy to apply to teeth and has minimal preparation techniques. The erosion and moisture-sensitive nature of GIC becomes a problem for a long-lasting aesthetic restoration. Therefore, modifications were made to improve its mechanical properties by adding nanochitosan (NCH) from horn beetle (Xylotrupes gideon). Objective: This study aimed to evaluate the effect of adding horn beetle nanochitosan to GIC liquid on the surface hardness and compared with conventional GIC. Methods: Forty cylindrical samples of GIC (GC Fuji® IX Extra, Tokyo-Japan, Lot 1912201) with a diameter of 4 mm and a thickness of 6 mm were divided into 4 groups, namely the GIC control group, GIC modified with 0.5wt%, 1wt%, 2 wt% nanochitosan. Each sample was immersed in artificial saliva for 24 hours and 7 days. Surface hardness before and after immersion was tested using a Vickers Microhardness tester (Shimadzu, Japan). The data were analyzed using the Kruskal Wallis test to determine the effect of horn beetle nanochitosan addition and the Wilcoxon Signed-Ranked test to determine the effect of immersion time on GIC surface hardness. Results: The Kruskal Wallis statistical test showed significant difference (p<0.05) between the control group and the 24 hours treatment group with the addition of 2wt% nanochitosan, which was the highest surface hardness value (133.1 ± 49.0 HV), followed by 1wt% (127.4 ± 25.5 HV) and 0.5wt% (117.7 ± 22.5 HV). The Wilcoxon Signed-Ranked test statistic also showed a significant difference (p<0.05) between the 24-hour and 7-day immersion time with the surface hardness value at 24 hours immersion greater than 7 days. Conclusion: The addition of 0.5wt%, 1wt% and 2wt% horn beetle nanochitosan can increase the GIC surface hardness value. ABSTRAK Pendahuluan: Glass ionomer cement (GIC) merupakan bahan restorasi sewarna gigi yang sering digunakan oleh praktisi klinis karena dapat melepaskan fluor, mudah diaplikasikan pada gigi, dan memiliki teknik preparasi yang minimal. Erosi dan sifat sensitif kelembaban dari GIC menjadi masalah untuk restorasi estetika yang tahan lama. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi untuk meningkatkan sifat mekaniknya dengan menambahkan nanokitosan (NCH) dari kumbang tanduk (Xylotrupes gideon). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan nanokitosan kumbang tanduk ke dalam cairan GIC terhadap kekerasan permukaan dan dibandingkan dengan Semen Ionomer Kaca (SIK) konvensional. Metode: Empat puluh sampel silinder GIC (GC Fuji® IX Extra, Tokyo-Japan, Lot 1912201) dengan diameter 4 mm dan ketebalan 6 mm dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol GIC, GIC dimodifikasi dengan nanokitosan 0,5wt%, 1 wt%, 2wt%. Setiap sampel direndam dalam saliva buatan selama 24 jam dan 7 hari. Kekerasan permukaan sebelum dan sesudah perendaman diuji menggunakan Vickers Microhardness tester. Data dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui pengaruh penambahan nanokitosan kumbang tanduk dan uji Wilcoxon Signed-Ranked untuk mengetahui pengaruh waktu perendaman terhadap kekerasan permukaan GIC. Hasil: Uji statistik Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan perendaman 24 jam dengan penambahan nanokitosan 2wt% yang merupakan nilai kekerasan permukaan tertinggi (133,1 ± 49,0 HV), diikuti sebesar 1wt% (127,4 ± 25,5 HV) dan 0,5% (117,7 ± 22,5 HV). Statistik uji Wilcoxon Signed-Ranked juga menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) antara lama perendaman 24 jam dan 7 hari dengan nilai kekerasan permukaan pada perendaman 24 jam lebih besar dari 7 hari. Kesimpulan: Penambahan nanokitosan kumbang tanduk 0,5wt%, 1% , dan 2wt% dapat meningkatkan nilai kekerasan permukaan GIC.
Pemberdayaan Kader Posyandu RPTA Mustika Kelurahan Cideng melalui Pengolahan Produk Milk Bun Dkelors (Moringa Oleifera) sebagai Makanan Tambahan 1000 Hari Pertama Kehidupan komariah, Komariah; Lestari, Sri; Suwartini, Tien; Laksmiastuti, Sri; Livia, Florencia; Darma, Joshua; Fernando, Theodorus Aldo; Lidwina, Naomi; Susanto, Shannon Winnie; Fitria, Nada; Aribah, Nada Erica
Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Vol 7, No 10 (2024): Volume 7 No 10 (2024)
Publisher : Universitas Malahayati Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jkpm.v7i10.15358

Abstract

ABSTRAK Stunting adalah kondisi gagal tumbuh anak yang diakibatkan kekurangan gizi kronis. Untuk mengatasi kekurangan gizi, perlu dilengkapi dengan pemberian makanan tambahan (PMT), khususnya masukkan gizi seimbang dalam 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dalam memenuhi kebutuhan zat gizi, yang bertujuan mengurangi risiko stunting. Kader posyandu Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Mustika, Kelurahan Cideng, sebagai wadah layanan dan tombak penggerak kesehatan masyarakat, harus mempunyai pengetahuan yang baik untuk memperbaiki gizi dalam pencegahan stunting. Salah satunya pemberian makanan tambahan selama 1000 HPK berbasis bahan alam lokal yang tersedia dengan harga terjangkau, salah satunya tanaman kelor (Moringa oleifera). Daun kelor, baik segar maupun kering, dapat digunakan sebagai bahan fortifikasi dalam produk makanan seperti Milk bun Dkelors. Kegiatan ini adalah untuk memberdayakan kader posyandu dalam meningkatkan pengetahuan mengenai manfaat daun kelor segar dan kering, serta produk fortifikasi makanan yang dihasilkan sebagai makanan tambahan pada masa 1000 HPK. Kegiatan ini meliputi tahap persiapan, survei serta analisis masalah. Tahap pelaksanaan kegiatan meliputi pemberian pre-test dan post-test materi paparan, yang diikuti dengan demonstrasi pembuatan produk makanan berbasis daun kelor, salah satunya Milk Bun Dkelors. Hasil pre-test dan post-test menunjukkan peningkatan pengetahuan kader posyandu serta ketertarikan terhadap pembuatan Milk Bun Dkelors berdasarkan hasil uji kesukaan. Terdapat peningkatan pengetahuan kader posyandu tentang manfaat dan aplikasi fortifikasi daun kelor dalam produk makanan seperti Milk Bun Dkelors sebagai makanan tambahan selama 1000 HPK. Kata kunci: Stunting, daun kelor, makanan tambahan, milk bun dkelors  ABSTRACT Stunting is a condition of impaired growth in children caused by chronic malnutrition. To address malnutrition, it is essential to provide supplementary feeding (PMT), particularly by incorporating balanced nutrition during the first 1000 days of life (HPK) to meet nutritional needs and reduce the risk of stunting. Posyandu cadres at the Child-Friendly Integrated Public Space (RPTRA) Mustika in Cideng Village, as a service hub and health mobilization spearhead for the community, must have good knowledge to improve nutrition in stunting prevention. One approach is through supplementary feeding during the 1000 HPK based on locally available, affordable natural ingredients, such as the moringa plant (Moringa oleifera). Fresh or dried moringa leaves can be used as a fortification ingredient in food products, such as Milk Bun Dkelors. This activity aims to empower posyandu cadres by enhancing their knowledge about the benefits of fresh and dried moringa leaves and the fortified food products derived from them as supplementary feeding during the 1000 HPK. The activities include the preparation stage, survey, and problem analysis. The implementation stage includes a pre-test and post-test on the presented material, followed by a demonstration of making food products based on moringa leaves, such as Milk Bun Dkelors. The pre- and post-test results show an increase in posyandu cadres' knowledge and interest in making Milk Bun Dkelors, based on the preference test results. There was an increase in posyandu cadres' knowledge about the benefits and applications of moringa leaf fortification in food products like Milk Bun Dkelors as supplementary feeding during the 1000 HPK. Keywords: Stunting, moringa leaves, supplementary feeding, Milk Bun Dkelors