Abstract: This study aims to analyze the management of the Sunan Ampel tourist area in Surabaya by highlighting the role of the community in the spatial, cultural, and historical context of the area. The phenomena that occur in this area include the pressure of modernization that threatens the spatial uniqueness of the cultural heritage area, as well as the imbalance between the great potential of the site as a cultural heritage and suboptimal management. Other problems include land use density, low accessibility, overlapping land functions, and minimal attention to environmental sustainability and balanced spatial management. In addition, tourism management that is not integrated enough between the community, government, and private sector is also an obstacle. Through a qualitative approach, data were collected using field observations, in-depth interviews, and documentation, which were then analyzed using NVivo and a theory-based spatial approach. The findings show that the role of local communities through subtracks—micro paths resulting from social adaptation—plays an important role in maintaining the continuity of historical functions and tourism activities. This study concludes that management of history-based areas requires active collaboration between the community, government, and local business actors with an adaptive and sustainable spatial approach.Keywords: Spatial Planning, Community Participation Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan kawasan wisata Sunan Ampel di Surabaya dengan menyoroti peran masyarakat dalam konteks spasial, budaya, dan sejarah kawasan. Fenomena yang terjadi di kawasan ini mencakup tekanan modernisasi yang mengancam keunikan spasial kawasan warisan budaya, serta ketimpangan antara potensi besar situs sebagai warisan budaya dan pengelolaan yang belum optimal. Permasalahan lainnya meliputi kepadatan penggunaan lahan, aksesibilitas yang rendah, tumpang tindih fungsi lahan, serta minimnya perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan dan pengelolaan ruang yang seimbang. Selain itu, pengelolaan wisata yang kurang terintegrasi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta juga menjadi kendala. Melalui pendekatan kualitatif, data dikumpulkan menggunakan observasi lapangan, wawancara mendalam, dan dokumentasi, yang kemudian dianalisis menggunakan NVivo dan pendekatan spasial berbasis teori. Temuan menunjukkan bahwa peran masyarakat lokal melalui subtrack—jalur mikro hasil adaptasi sosial—berperan penting dalam menjaga kelangsungan fungsi historis dan aktivitas wisata. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengelolaan kawasan berbasis sejarah memerlukan kolaborasi aktif antara masyarakat, pemerintah, dan pelaku usaha lokal dengan pendekatan spasial yang adaptif dan berkelanjutan. Kata kunci: Perencanaan Spasial, Partisipasi Masyarakat