Praktik binary option menjadi viral dikarenakan menawarkan kemudahan dalam mencari keuntungan dan didukung oleh kondisi Covid 19. Tidak hanya itu, munculnya afiliator seperti Indra Kenz dan Doni Salmanan semakin membuat masyarakat tertarik untuk terjurumus dalam investasi bodong ini. Berkaca dari dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum, penegakan hukum masih menggunakan KUHP dan UU ITE, padahal Indonesia memiliki UU PBK. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui urgensi formulasi terhadap praktik binary option dan merumuskan pengaturan yang ideal ke dalam UU PBK. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan bertolak terhadap peraturan perundang-undangan yang ada. Selanjutnya, hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa penegakan hukum binary option melalui formulasi perlu dilakukan mengingat kondisi kebutuhan hukum pada masyarakat dan penegakan hukum melalui UU ITE dinilai kurang tepat. Dikarenakan binary option meniru kontrak derivatif dan cara kerja dari opsi, dengan kata lain merupakan penyimpangan terhadap UU PBK. Kemudian, dimungkinkannya formulasi opsi biner dalam hal perumusan tindak pidananya di UU PBK, secara khusus yakni adressat, perumusan pelarangan perbuatan, dan sanksi pidananya. Penulis juga merekomendasikan pasal untuk menyatakan pengaturan yang ideal dalam bagian d Pasal 57 UU PBK. Kemudian, penulis tetap mengikuti ketentuan pidana yang telah ada yakni Pasal 72 UU PBK. Sehingga, formulasi dimungkinkan jika melihat dari urgensi dan formulasi ketentuan pidana telah dituangkan ke dalam undang-undang khusus. Oleh karena itu, penegakan hukum binary option telah mempunyai ketegasan dasar hukum. Kata kunci: Formulasi; Binary Option ; Penegakan Hukum