Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dibentuk guna mengatasi keadaan genting dan memaksa. Namun, belum ada yang mengatur lebih detail mengenai makna secara spesifik terkait hal ihwal kegentingan yang memaksa, sementara Putusan Mahkamah Konstitusi masih sebatas tiga syarat sebagai parameter adanya kegentingan yang memaksa. Kewenangan presiden dalamĀ pembentukan Perppu didasarkan pada Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945, yang menyebut adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagai syarat dalam membentuk Perppu. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kecenderungan pemakaian mekanisme pembatasan ihwal kegentingan yang memaksa dalam pembentukan Perppu di Indonesia, serta konsep pembatasan ihwal kegentingan memaksa untuk mewujudkan efektivitas dan legitimasi Perppu di Indonesia. Analisis penelitian menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Metode ini menggunakan sistem norma, atau dengan kata lain sistem kaidah dan aturan, yaitu dengan menggunakan rujukan berupa doktrin hukum, asas-asas hukum, dan juga peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan hal ihwal kegentingan yang memaksa penting untuk diatur lebih lanjut dalam undang-undang. Oleh karena itu perlu dibuat aturan terkait pembatasan ihwal kegentingan yang memaksa ke dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai bentuk kepastian hukum. Hal ini untuk menghindari penfsiran secara subjektif oleh presiden dalam memaknai hal ihwal keadaan genting dan memaksa.