Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Acceleration of Blue Swimming Crab (Portunus pelagicus) Larval Development by Phytoecdysteroid Ahmad, Fakhirah; Fujaya, Yushinta; Trijuno, Dody Dharmawan; Aslamyah, Siti
Aquacultura Indonesiana Vol 16, No 2 (2015): Volume 16 Issue 2 Year 2015
Publisher : Indonesian Aquaculture Society (MAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.259 KB) | DOI: 10.21534/ai.v16i2.9

Abstract

Phytoecdysteroid is a mimic hormone like molt regulating hormone in arthropoda and crustacea.  This research aims to investigate the response of Portunus pelagicus larvae on various doses of vitomolt enrichment in predigested artificial diet.  Four doses of vitomolt (0; 4; 40; 400 mg/100 g artificial diet) were used in this research.  Larval development and survival rate were measured The results showed that the larvae development rate was increased in congruent with the dose of vitomolt.  However, highest survival rate was found on 4 mg vitomolt/100 g artificial diet (P>0.05).  Based on regression analysis, it is estimated the optimal dose of vitomolt for larval development rate and survival rate was about 23 mg/100 g of artificial diet. Vitomolt application in artificial diet could be used to accelerate the larval development rate in blue swimming crab. Keywords: Portunus pelagicus, phytoecdysteroid, artificial diet, survival, larval development
EFFECT OF ROTIFERS (Branchionus plicatilis) REPLACEMENT WITH PREDIGESTED ARTIFICIAL FEED ON SURVIVAL AND LARVAE DEVELOPMENT OF BLUE SWIMMING CRAB (Portunus pelagicus) Sudaryono, Agung; Alik T, Widyawati; Aslamyah, Siti; Fujaya, Yushinta
Aquacultura Indonesiana Vol 16, No 2 (2015): Volume 16 Issue 2 Year 2015
Publisher : Indonesian Aquaculture Society (MAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.087 KB) | DOI: 10.21534/ai.v16i2.17

Abstract

One of the problems faced in blue swimming crab hatchery business is the reliance on the use of natural feed. This research aimed to study the effect of rotifer feed replacement by predigested artificial feed on survival rates, growth rates of the larval stages and to determine the best feeding period of predigest artificial feed 100% to replace rotifers. The study was conducted in May-June 2015 in a household scale hatchery location at Bojo Village, Mallusettasi District, Kabupaten of Barru. There were five replacements of rotifers by predigest artificial feed namely: A. Control (feeding with rotifer up to stadia zoea 4), B (feeding with rotifer up to stadia zoea 3), C (feeding with rotifer up to stadia zoea 2), D (feeding with rotifer only at stadia zoea 1), E (No feeding with rotifer). Predigest artificial feeds were fed for a rearing period of larvae in all treatments. The results showed that the survival of the blue crabs larvae that did not consume rotifers as a feed source were significantly lower than the crab larvae consuming rotifers. The larvae with no feeding rotifer survived only at stadia zoea-2 while those feeding with rotifers survived until zoea-4. The rate of stadia changes did not differ among treatments getting rotifers. Use of predigest artificial feed on crab hatchery can be an alternative to rotifers in the future. Feeding predigest 100% can be started at stadia zoea-2. Key words: blue swimming crab, Portunus pelagicus, larvae, rotifers, predigest artificial feed.
Fermentasi tepung ampas tahu dengan cairan mikroorganisme mix. Sebagai bahan baku pakan surianti suarianti; Haryati Tandipayuk; Siti Aslamyah
Jurnal Agrokompleks Vol 9 No 1 (2020): Juni
Publisher : Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IX Sulawesi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.44 KB)

Abstract

Ampas tahu adalah limbah industri pembuatan tahu yang dapat digunakan sebagai bahan pakan. Namun pemanfaatan ampas tahu masih rendah, karena serat kasar yang tinggi, kecernaan yang rendah, asam amino yang rendah dan memiliki sifat yang cepat basi dan berbau. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis dan periode inkubasi mikroorganisme mix. yang tepat dalam menghidrolisis bungkil tahu. Penelitian didesain menggunakan pola faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan 2 faktor, yaitu dosis mikroorganisme mix. (10, 15 dan 20 mL/100 g tepung ampas tahu) dan periode fermentasi (3, 6 dan 9 hari) pada suhu ruang. Hasil analisis ragam menunjukkan dosis mikroorganisme mix. tepung ampas tahu berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kecernaan bahan organik, namun tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering, sedangkan periode inkubasi berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering, namun tidak berpengaruh terhadap bahan organik. Kecernaan nilai tertinggi yang dihasilkan pada periode fermentasi 6 hari (55,65 ± 0,30%) dan terendah pada periode fermentasi 3 hari (51,59 ± 0,85%). sedangkan nilai tertinggi yang dihasilkan pada dosis mikroorganisme mix. 6 mL (54,23 ± 0,42%) dan terendah pada dosis mikroorganisme mix. 3 mL (50,3 ± 0,45%).
Respon Molting, Pertumbuhan, dan Mortalitas Kepiting Bakau (Scylla olivacea) yang disuplementasi Vitomolt melalui Injeksi dan Pakan Buatan Yushinta Wijaya; Siti Aslamyah; Zainal Usman
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 16, No 4 (2011): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.611 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.16.4.211-218

Abstract

Salah satu teknologi produksi kepiting cangkang lunak adalah menggunakan vitomolt untuk menstimulasi molting.  Penelitian bertujuan menganalisis respon molting, pertumbuhan, dan mortalitas kepiting bakau setelah diberikan vitomolt melalui injeksi dan pakan buatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2011, di Crabs Research Station yang terletak di Kabupaten Maros. Ada tiga perlakuan suplementasi vitomolt, yakni; secara tunggal melalui injeksi, kombinasi injeksi-pakan buatan, dan tanpa suplementasi vitomolt (kontrol), Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi vitomolt melalui injeksi dengan dosis 15 µg/g kepiting memberikan respon persentase molting tertinggi, yakni (84,00±5,48%), namun kombinasi injeksi (15 µg/g kepiting) dan pakan buatan (32.375 mg/kg pakan) memberikan respon molting yang lebih cepat.  Pada minggu kedua setelah perlakuan, kepiting yang molting pada perlakuan kombinasi adalah 14%, dibandingkan perlakuan lainnya, masing-masing 8% untuk perlakuan secara tunggal melalui injeksi dan 2% untuk kontrol.  Suplementasi vitomolt tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan setelah molting, namun memberikan pengaruh yang siginifikan pada mortalitas.  Mortalitas kepiting yang mendapat suplementasi vitomolt lebih rendah (6-8%) dibandingkan tanpa suplementasi vitomolt (24%). Kata kunci: vitomolt, injeksi, pakan buatan, kepiting cangkang lunak   One of the soft shell crab production technology is by application vitomolt to stimulate molting. The study aims to analyze the response of molting, growth, and mortality of mangrove crabs after being given vitomolt through injection and artificial feed. The experiment was conducted between May-July 2011, at Crabs Research Station in Maros Regency. There were two treatments of vitomolt and a control in this experiment, namely single treatment by injection, combination treatment by injection-artificial feed, and without vitomolt supplementation (control),  Results showed that supplementation of vitomolt through injection at a dose of 15 mg / g crab had highest percentage of molting (84.00 ± 5.48%), but a combination among injection (15 µg / g of crab) and artificial feed (32 375 mg / kg of feed) give faster molting response.  On the second weeks after treatment, there were 14% of crab had been molting in combination treatment, compared other treatments, respectively 8% for a single treatment by injection and 2% for control.  Vitomolt supplementation did not have a significant influence on growth after molting, but it gives a significant effect on mortality. Mortality of crabs that got vitomolt supplementation was lower (6-8%) compared without vitomolt supplementation (24%). Key words: vitomolt, Injection, artificial feed, soft shell crab
Stimulasi Molting dan Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla sp.) Melalui Aplikasi Pakan Buatan Berbahan Dasar Limbah Pangan yang Diperkaya dengan Ekstrak Bayam Siti Aslamyah; Yushinta Fujaya
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 15, No 3 (2010): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.922 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.15.3.170-178

Abstract

Ekstrak bayam mengandung fitoekdisteroid yang dikenal sebagai stimulan molting pada kepiting.  Selain melalui injeksi,  aplikasi  ekstrak  bayam  melalui  pakan  buatan  juga  terbukti  mampu  mempercepat  molting  dan pertumbuhan kepiting bakau.  Kendala yang dihadapi pakan buatan yang digunakan masih mahal karena berbahan dasar ikan dengan kandungan protein yang tinggi,  sehingga perlu diformulasi pakan buatan khusus kepiting yang berkualitas, murah dan ramah lingkungan, serta disukai oleh kepiting.  Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pakan buatan berbahan dasar limbah pangan yang diperkaya ekstrak bayam yang dapat memberikan respon molting dan pertumbuhan terbaik pada kepiting, serta efisien di produksi dalam skala besar.  Empat pakan buatan dengan berbagai kadar protein (P) dan karbohidrat (K) digunakan pada penelitian ini, yaitu pakan A (46,84% P; 33,33% K), B (41,57% P; 38,29% K), C (35,62% P; 44,32% K), dan D (30,62% P; 49,13% K), sebagai kontrol pakan berbahan dasar non limbah. Selama penelitian, kepiting dipelihara secara individu dalam karamba yang di letakkan di tambak.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan D dengan kadar protein 30,62% dan karbohidrat 49,13%  serta diperkaya dengan ekstrak bayam (700 ng/g kepiting) memberikan hasil terbaik dalam menginduksi molting kepiting bakau.  Dapat disimpulkan, pakan buatan yang digunakan  sebaiknya mempunyai kadar nutrien yang seimbang dan merupakan campuran berbagai bahan baku pakan agar kandungan nutriennya saling melengkapi. Kata kunci : Ekstrak bayam, kepiting bakau, limbah pangan, molting, pakan buatan Spinach extracts contains phytoecdysteroid, a substance which is well known to stimulante molting in crabs. In addition through injection, artificial feed that contains spinach extract had been proven to accelerate molting and growth on mud crabs. The problem faced in utilizing the artificial feed is related to its expensive cost, since it’s mainly produced from fish based materials with a very high protein concentration. Thus, it is essential to formulate a special artificial feed for crabs which have a quality, inexpensive, environmentally friendly, and liked by the crabs. The purpose of this study was to evaluate artificial feed made from food waste enriched with spinach extracts, which can provide the best growth response and molting in crabs, as well as efficient to be produced in large scale. Four artificial diets with different protein levels (P) and carbohydrates (K) used in this study were feed A (P: 46,84%; K: 33,33%), B (P: 41,57%; K: 38,29%), C (P: 35,62%; K: 44,32%) and D (P: 30,62%; K: 49,13%), and as control is feed derived from non-waste materials. During the test, crab was culture individually in cages placed in ponds. The results showed that the feed D with 30,62% of protein and 49,13% of carbohydrates and enriched with spinach extract (700 ng/g crab), gives the best results in inducing molting of mud crabs. In conclusion, artificial feed should consist of a mixture of various raw materials, so that their nutrients can be balanced and complementary. Key words :  Spinach extract, mud crab, food waste, molting, artificial feed
HIDROLISIS PAKAN IKAN DENGAN MENGGUNAKAN CAIRAN RUMEN SAPI HYDROLYSIS OF FISH FEED USING COW RUMEN LIQUID Andi Masriah; Siti Aslamyah; Zainuddin Zainuddin
OCTOPUS : JURNAL ILMU PERIKANAN Vol 7, No 1 (2018): OCTOPUS
Publisher : Universitas Muhammadiyah Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26618/octopus.v7i1.1801

Abstract

Cairan rumen merupakan salah satu limbah buangan rumah potong hewan (RPH) yang kaya enzim pencernaan. Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi cairan rumen untuk menghidrolisis pakan ikan. Penelitian dilaksanakan pada bulan oktober-november 2015 di Hatchery mini FIKP Unhas dan analisis sampel dilaksanakan di BPPBAP Maros, Sulawesi Selatan. Cairan rumen diambil dari isi rumen sapi yang berasal dari RPH Makassar dengan cara filtrasi (penyaringan dengan kain katun) kemudian cairan dimasukkan ke dalam termos agar suhunya tetap hangat. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dengan kadar protein 30%, lemak  4%, dan serat kasar 6% dihidrolisis dengan cairan rumen pada konsentrasi  tanpa cairan rumen/kontrol, 40, 60, 80, dan (E) 100 mL/100 g pakan. Volume cairan rumen setiap perlakuan disamakan dengan menambahkan aquades dan disemprotkan secara merata pada pakan, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji W-Tuckey. Hasil analisis  menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi cairan rumen pada pakan berpengaruh nyata (p0,05) terhadap serat kasar dan protein pakan tetapi tidak berpengaruh (p0,05) terhadap lemak (1,331-1,457 %bk) dan BETN (7,748-7,875 %bk) pakan ikan komersial. Kadar serat terendah 1,999±0,039 %bk terjadi pada pemberian cairan rumen 80, 2,214±0,156 %bk, 2,309±0,080 %bk, 2,413±0,105 %bk  dan 2,507±0,028 %bk masing-masing pada 60, 100, 40 dan control. Kadar protein tertinggi 30,630±0,360%bk terjadi pada pemberian cairan rumen 80, 29,523±0,32%bk, 28,460±0,21%bk, 28,260±0,307%bk  dan 25,678±3,70%bk masing-masing pada control, 40, 100, dan 60. Dengan demikian konsentrasi cairan rumen terbaik untuk menghidrolisis pakan komersial adalah 80 mL/100 g pakan.
Cow’s testicles flour as the natural hormone masculinization of Siamese fighting fish, Betta splendens Regan, 1910 Andi Aliah Hidayani; Yushinta Fujaya; Dody Dharmawan Trijuno; Siti Aslamyah
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 16 No 1 (2016): February 2016
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v16i1.52

Abstract

Siamese fighting fish, Betta splendens male is a lovely color ornamental fish with unique shape fins that make it highly demand by the ornamental fish lovers. This study aims to perform sex reversal with masculinization fish production. The study was carried out in two stages i.e.: stage 1 by soaking the 4 days old fish larvae into a solution of cow testicles flour with different doses, stage 2 with different soaking time. Testicular dose tested consists of five levels i.e.: 0 mg L', 20 mg L-1, 40 mg L-1, 60 mg L-1, and 80 mg L-1. Time immersions tested were: 0 hours, 24 hours, 36 hours, 48 hours and 60 hours. The measured parameter was the percentage of male fish produced. The results showed the highest per-centtage of male fish obtained at a dose of 60 mg L-1 and a 24-hour soaking time with a percentage value respectively 88.5% and 87.5%. The study provided information that masculinization technology in a solution of cow testicles applicable for fish larvae. This technology is easy to do so that farmers can use cow's testicles flour for masculinization for their fish production. Abstrak Ikan Cupang, Betta splendens jantan merupakan ikan hias yang memiliki keindahan warna tubuh serta keunikan bentuk sirip sehingga sangat diminati oleh pecinta ikan hias. Penelitian ini bertujuan melakukan pembalikan kelamin dengan menjantankan ikan cupang yang diproduksi. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu: tahap pertama dengan meren-dam larva ikan cupang berumur empat hari ke dalam larutan tepung testis sapi dengan dosis berbeda, dan tahap ke dua dengan lama perendaman berbeda. Dosis testis yang diuji terdiri atas lima tingkatan yaitu 0 mg L-1, 20 mg L-1, 40 mgL-1 60 mg L-1, dan 80 mg L-1. Lama perendaman yang diuji adalah: 0 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, dan 60 jam. Parameter yang diukur adalah persentase ikan jantan yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ikan berke-lamin jantan tertinggi diperoleh pada dosis 60 mg L-1 dan lama waktu perendaman 24 jam dengan nilai persentasi ber-turut-turut 88,5% dan 87,5%. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa teknologi penjantanan melalui perendaman dalam larutan testis sapi dapat dilakukan pada larva ikan cupang. Teknologi ini mudah dilakukan sehingga pembudidaya dapat menggunakan tepung testis sapi untuk menjantankan ikan cupang produksinya.
Potensi tepung cacing tanah Lumbricus sp. sebagai pengganti tepung ikan dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan, komposisi tubuh, kadar glikogen hati dan otot ikan bandeng Chanos chanos Forsskal Siti Aslamyah; Muh. Yusri Karim
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 13 No 1 (2013): Juni 2013
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v13i1.112

Abstract

The purpose of this study was examine the potential of earthworm flour (Lumbricus sp.) as a substitute for fish meal in feed on growth performance, body composition, liver and muscle glycogen levels in milkfish. Completely randomized design (CRD) with four treatment levels of fish meal substitution with flour earthworms in artificial feeding of milk fish, namely 0, 34.62; 65.38; and 100%. Fish with initial weight 0.95 ± 0.11 g reared in aquariums of 50 x 40 x 35 cm3 with a recirculation system, with a density of 15 fish in each experimental unit. Fish were fed at 07:00 am and 16:00 pm with a percentage of 5% of body weight per day. Rearing was carried out for 60 days. The result showed that milkfish fed with different levels of fish meal substitution with earthworm flour have the same effect on feed intake, feed efficiency, protein retention and fat, as well as survival, body proximate composition, and the levels of glycogen in the liver and muscles. The highest levels of fish meal substitution with earthworm flour (100%) can increase the growth relative of milkfish up to the maximum (1216.91 ± 14.22%). In conclusion, earthworm flour can replace the role of fish meal in feed formulation for milkfish culture up to 100%. Abstrak Tujuan penelitian ini mengkaji potensi tepung cacing tanah (Lumbricus sp.) sebagai pengganti tepung ikan dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan, komposisi tubuh, kadar glikogen hati dan otot ikan bandeng. Desain penelitian menggu-nakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan tingkat substitusi tepung ikan dengan tepung cacing tanah dalam pakan buatan ikan bandeng, yaitu: 0; 34,62; 65,38; dan 100%. Ikan uji dengan bobot awal 0,95±0,11 g dipelihara dalam akuarium berukuran 50 x 40 x 35 cm3 dengan sistem resirkulasi, dengan kepadatan 15 ekor pada setiap satuan percobaan. Pemberian pakan setiap pukul 07.00 dan 16.00 WITA dengan persentase 5% bobot badan per hari. Pemeliharaan dilakukan selama 60 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan bandeng yang diberi pakan dengan berbagai tingkat substitusi tepung ikan dengan tepung cacing tanah memberikan pengaruh yang sama terhadap konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein dan lemak, serta sintasan, komposisi proksimat tubuh, serta kadar glikogen di hati dan otot. Tingkat substitusi tepung ikan dengan tepung cacing tanah tertinggi (100%) dapat meningkatkan pertumbuhan bobot relatif ikan bandeng yang tertinggi (1216,91±14,22%). Dengan demikian, tepung cacing tanah dapat menggantikan peranan tepung ikan hingga 100% dalam formulasi pakan untuk budi daya ikan bandeng.
The effect of supplementation of Lumbricus sp. extract in fermented foods for growth performance, body chemical composition, and hepatosomatic index of milkfish, Chanos chanos Forsskal, 1775 Siti Aslamyah; Zainuddin Zainuddin; Badraeni Badraeni
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 19 No 2 (2019): June 2019
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v19i2.483

Abstract

The quality of feed can be improved by fermenting feedstuffs and supplementing with feed additives. This study aims to determine the effect of supplementation of Lumbricus sp. extract in fermented feed on growth performance, body chemical composition, and milkfish hepatosomatic index. Milkfish with an initial weight of 17.80 ± 0.20 g head-1, rearing with a density of 20 fish per hapa net measuring 1 m3 by 24 pieces. Hapa net is installed in a pond with a water level of ± 60 cm. Research was design in completely randomized design with two factors. The first-factor was supplementation method, namely Lumbricus sp. which sprayed on feed and mixed with feed ingredients. The second factor was the dose of Lumbricus sp. extract, namely 0, 100, 200 and 300 mL kg-1 of feedstuffs. The fish was reared for 50 days and fed with 5% of fish biomass per day with feeding frequency of 3 times i.e., morning, afternoon and evening. The results showed that the supplementation Lumbricus sp. extract has no significant effect on all parameters (P>0,05). However, the level dose of Lumbricus sp. extract supplementation in feed has a significantly effect (P<0.05) on absolute growth, relative growth, feed efficiency, and hepatosomatic index, but no significant effect (P>0,05) on survival and chemical composition of milkfish body. The best best of absolute growth (16.94±4.0 g), relative growth (48.71±5.77%), feed efficiency (40.74±10.3 %), and hepatosomatic index (1.5 ± 0.17) were found in the experiment of supplementation Lumbricus sp. extract mixed with feedstuffs at a dose of 300 mL kg1. The survival rate of milkfish was ranging from 68.33±29.3 to 91.,33±7.64%, while the body's chemical composition including protein levels, fat, ash, crude fiber, NFE / Nitrogen Free Extract, liver glycogen and muscle glycogen were 69.45±1.23 – 71.45±0.97%, 14.86±0.46 – 17.24±0.76%, 9.28±0.12 – 11.12±0.46%, 1.54±0.09 – 1.66 ± 0.13%, 1.33± 0.42 – 2.71±0.21%, 7,11±0,08 – 7,40±0,17mg g-1 and 6,13±0,44 – 6,45±0,40 mg g-1, respectively. Abstrak Kualitas pakan dapat ditingkatkan dengan memfermentasi bahan baku pakan dan suplementasi dengan aditif pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suplementasi ekstrak Lumbricus sp. dalam pakan fermentasi terhadap kinerja pertumbuhan, komposisi kimiawi tubuh, dan indeks hepatosomatik ikan bandeng. Ikan bandeng dengan bobot awal 17,80±0,20 g ekor-1, dipelihara dengan kepadatan 20 ekor per hapa berukuran 1 m3 sebanyak 24 buah. Hapa dipasang di tambak dengan ketinggian air ± 60 cm. Penelitian didesain dengan rancangan acak lengkap dua faktorial. Faktor pertama adalah metode suplementasi, yaitu ekstrak Lumbricus sp. disemprot pada pakan dan dicampur dengan bahan baku pakan; sementarara faktor kedua adalah dosis ekstrak Lumbricus sp., yaitu 0, 100, 200, dan 300 mL kg-1 bahan baku pakan. Selama 50 hari pemeliharaan diberi pakan 5% bobot badan per hari dengan frekuensi tiga kali sehari yakni pagi, siang, dan sore. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada semua parameter. Namun, dosis suplementasi ekstrak Lumbricus sp. dalam pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan mutlak, pertumbuhan relatif, efisiensi pakan, indeks hepatosomatik, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap sintasan dan komposisi kimiawi tubuh ikan bandeng. Pertumbuhan mutlak (16,94±4,0 g), pertumbuhan relatif (48,71±5,77%), efisiensi pakan (40,74±10,37%), dan indeks hepatosomatik (1,50±0,17) terbaik ditemukan pada metode suplementasi ekstrak Lumbricus sp. yang dicampur dengan bahan baku pakan dengan dosis 300 mL/kg. Sintasan berkisar antara 68,33±29,3 - 91,33±7,64%, sedangkan kisaran komposisi kimiawi tubuh meliputi kadar protein (69,45±1,23 - 71,45±0,97%), lemak (14,86±0,46 - 17,24±0,76%), abu 9,28±0,12 - 11,12±0,46%), serat kasar (1,54±0,09 - 1,66±0,13%), BETN/Ba-han Ekstrak Tanpa Nitrogen (1,33±0,42 - 2,71±0,21%), glikogen hati (7,11±0,08 - 7,40±0,17 mg g-1) dan glikogen otot (6,13±0,44 - 6,45±0,40 mg g-1).
The effect of microorganisms combination as probiotics in feed for growth performance, gastric evacuation rates, and blood glucose levels of milkfish, Chanos chanos (Forsskal, 1775) Siti Aslamyah; Zainuddin Zainuddin; Badraeni Badraeni
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 22 No 1 (2022): February 2022
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v22i1.583

Abstract

The use of combinations of microorganisms as feed additives can synergize to produce enzymes to help the digestive process of feed. This study aims to determine the best combination of microorganisms as probiotics in feeding on growth performance, gastric evacuation, and blood glucose levels of milkfish. Milkfish with an initial weight of 9.21±0.14 g, reared at a density of 20 fish in an aquarium measuring 50 x 40 x 35 cm3 containing 48 L of water with 20 ppt salinity and equipped with a recirculation system. The research design was Completely Randomized Design with five treatments, namely: control (feed without microorganisms), Bacillus sp. and Lactobacillus sp., Rhizophus sp. and Aspergillus sp., Saccharomyces sp. and Trichoderma sp., and Mixed microorganisms, Bacillus sp., Lactobacillus sp., Rhizophus sp., Aspergillus sp., Saccharomyces sp., and Trichoderma sp. During 50 days of rearing, the fish were given experimental feed three times a day at 07.00, 12.00, and 15.00 at 5% body weight. The results showed that the treatment significantly affected growth, feed efficiency, and hepatosomatic index. However, it did not affect milkfish's survival and liver and muscle glycogen levels. Absolute growth (30.79±0.87 g), relative growth rate (333.91±5.83%), biomass growth (615.76±17.48%), feed efficiency (57.26±0.39 %), and the best hepatosomatic index (0.99±0.01) were obtained in the mixed microorganism treatment, and mg/g, and muscle 5.45-5.72 mg/g. The gastric evacuation rate and the fastest peak and peak decrease in blood glucose levels were obtained in the mixed microorganisms treatment at 5 and 3-4 hours postprandial. The diverse microorganisms can be added to the feed at a dose of 10 mL/kg to support the intensification of milkfish culture Abstrak Pemanfaatan kombinasi mikroorganisme sebagai aditif pakan dapat saling bersinergi menghasilkan enzim untuk membantu proses pencernaan pakan. Penelitian ini bertujuan menentukan kombinasi mikroorganisme terbaik sebagai probiotik dalam pakan terhadap kinerja pertumbuhan, laju pengosongan lambung, dan kadar glukosa darah ikan bandeng. Ikan bandeng dengan bobot awal 9,21±0,14 g dipelihara dengan kepadatan 20 ekor pada akuarium berukuran 50 x 40 x 35 cm3 yang berisi 48 L air bersalinitas 20 ppt dan dilengkapi sistem resirkulasi. Penelitian didesain dalam rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan, yaitu: kontrol (pakan tanpa mikroorganisme), Bacillus sp. dan Lactobacillus sp., Rhizophus sp. dan Aspergillus sp., Saccharomyces sp. dan Trichoderma sp., serta kombinasi mikroorganisme Bacillus sp., Lactobacillus sp., Rhizophus sp., Aspergillus sp., Saccharomyces sp., dan Trichoderma sp. Selama 50 hari pemeliharaan, ikan diberi pakan percobaan 3 kali sehari yakni pukul 07.00, 12.00, dan 15.00 sebanyak 5% dari bobot badan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, dan indeks hepatosomatik. Namun, tidak berpengaruh terhadap sintasan, kadar glikogen hati dan otot ikan bandeng. Pertumbuhan mutlak (30,79±0,87 g), laju pertumbuhan relatif (333,91±5,83%), pertumbuhan biomassa (615,76±17,48%), efisiensi pakan (57,26±0,39%), dan indeks hepatosomatik (0,99±0,01) terbaik diperoleh pada perlakuan kombinasi mikroorganisme dan terendah pada kontrol. Kisaran sintasan yang dihasilkan 93,33-100%, glikogen hati 6,60-6,89 mg/g, dan otot 5,45-5,72 mg/g. Laju pengosongan lambung, serta mencapai puncak dan penurunan puncak kadar glukosa darah tercepat pada perlakuan kombinasi mikroorganisme pada jam ke 5 dan jam ke 3-4 post prandial. Untuk mendukung intensifikasi budidaya ikan bandeng, kombinasi mikroorganisme dapat ditambahkan dalam pakan dengan dosis 10 mL/kg pakan.