Articles
PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
Gita Wanandi;
I Made Pasek Diantha;
I Made Budi Arsika
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 03, No. 02, Mei 2015
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (195.969 KB)
Perlakuan diskriminasi selama ini dialami oleh etnis minoritas Rohingya di Myanmar akibat kebijakan dan tindakan dari Pemerintah Myanmar. Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis bermaksud untuk mengetahui pengaturan terhadap perlakuan diskriminatif terhadap suatu etnik tertentu dalam hukum internasional. Secara lebih spesifik, tulisan ini juga bertujuan untuk menganalisis bentuk sanksi hukum internasional kepada Myanmar atas perlakuan diskriminatif tersebut. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif, yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan historis, dan pendekatan fakta.
PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH
I Wayan Gede Harry Japmika;
I Made Pasek Diantha;
I Made Budi Arsika
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 03, Mei 2014
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (111.06 KB)
The leadership of Syrian President, Bashar al-Assad was underpressure from Syrian people who performed demonstrations demanding him to retreat from the power. The reaction of the Syrian government ordered its military forces to execute repressive measures against the demonstrators has turned out the demonstrations into an armed conflict between the government and belligerent. This paper will reveal the constraints of the humanitarian law enforcement on the internal armed conflict occurred in Syria and will also analyze the kinds of sanctions that may be imposed on the parties to the dispute in the conflict. This paper is a normative legal research that uses several approaches namely statutory approach, facts approach, analytical-legal conceptual approach, and historical approach.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA
Miga Sari Ganda Kusuma;
I Made Pasek Diantha;
I Made Budi Arsika
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 02, Februari 2014
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (295.543 KB)
Muslims as a part of minorities in European Union are potentially being discriminated, that this matter shall caught our attention because each EU member state basically recognize and respect the human rights, and certainly enacting their national law as well regulating the protection against discrimination. The analysis of this writings is based on the implementation of EU laws, protection against discrimination given by each EU government and the possible remedies for discriminated Muslims. In principle, the European Union has been applying certain rule regarding discrimination presented as EU Directive which should be implemented by all EU member states. As a form of human rights protection, EU provides four optional settlements on discrimination through international agencies, regional court, EU body and EU Court and also national courts.
LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL
Dani Budi Satria;
Putu Tuni Cakabawa Landra;
I Made Budi Arsika
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 04, No. 03, April 2016
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (36.458 KB)
Senjata nuklir merupakan alat peledak yang memiliki kekuatan merusak yang sangat dahsyat. Sejumlah instrumen hukum internasional mengenai pembatasan penggunaan senjata nuklir memang telah dibuat, akan tetapi tetap saja terdapat kemungkinan digunakannya senjata nuklir sebagai alat untuk mengancam negara lain. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan atau pengancaman dengan senjata nuklir dalam perspektif hukum internasional serta menganalisis sanksi hukum internasional yang dapat dikenakan terhadap negara yang menjadikan senjata nuklir sebagai ancaman kepada negara lain. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini perjanjian internasional yang relevan, pendekatan kasus dan pendekatan sejarah. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan atau pengancaman dengan senjata nuklir pada umumnya tidak diperbolehkan berdasarkan hukum internasional. Bagi negara yang menggunakan senjata nuklir sebagai ancaman dapat dikenakan sanksi diplomatik, ekonomi ataupun militer berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG
Ivan Donald Girsang;
I Made Pasek Diantha;
I Made Budi Arsika
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 05, Juli 2013
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (179.824 KB)
Military personnel are someone who is armed and prepared to do battle or war-fighting within the framework of the defense and security of the State. In times of war or the armed conflict International has a status of military personnel, among others, as a prisoner of war when the military personnel had arrested by an enemy state. During the military personnel became prisoners of war there is protection afforded by Own Country, State retaining / enemies, Protecting Power, the UN and the ICRC.
KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
Sakti Prasetiya Dharmapati;
I Dewa Gede Palguna;
I Made Budi Arsika
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 03, No. 03, September 2015
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (35.07 KB)
Kelahiran negara baru Sudan Selatan yang memisahkan diri dari Republik Sudanpada tahun 2011 masih menyisakan sejumlah permasalahan hukum. Tulisan inibertujuan untuk menganalisis keabsahan Sudan Selatan sebagai negara baru dilihatdari perspektif Hukum Internasional serta untuk menganalisis penyelesaian hukumterhadap pelanggaran hukum internasional yang terjadi pada masa perjuangankemerdekaan Sudan Selatan. Sebagai sebuah penelitian hukum normatif, tulisan inimeneliti dan menganalisis sejumlah bahan hukum dengan menggunakan pendekatanperaturan perundang-undangan terhadap instrumen hukum internasional yang relevan,pendekatan sejarah dan pendekatan kasus. Dapat disimpulkan bahwa Sudan Selatantelah memenuhi syarat-syaratnya untuk menjadi sebuah negara merdeka baruberdasarkan hukum internasional. Selanjutnya, dapat juga disimpulkan bahwa telahada upaya penyelesaian hukum terhadap pelanggaran hukum internasional terjadi padamasa perjuangan kemerdekaan Sudan Selatan melalui Mahkamah PidanaInternasional.
POLA KOMUNIKASI PERKAWINAN MENGGUNAKAN SURAT TAUKIL DILIHAT DARI PRESPEKTIF HUKUM
Irene Svinarky;
Angel Purwanti;
Ukas Ukas;
I Made Budi Arsika
JURNAL DIMENSI Vol 11, No 1 (2022): JURNAL DIMENSI (MARET 2022)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Hukum tanpa adanya komunikasi yang baik tidak akan berjalan, sebaliknya komunikasi tanpa adanya hukum yang mengatur maka dapat saja keluar dari jalur yang telah ditetapkan, karena di Indonesia semua kegiatan selalu terkait dengan hukum tertulis ataupun hukum tidak tertulis. Di Indonesia hukum berlaku beberapa hukum yang mengatur mengenai perkawinan, seperti hukum adat, hukum islam dan hukum negara. Di dalam Kompilasi Hukum Islam Wali hakim juga dapat menikahkan mepelai laki-laki dan mempelai wanita. Hal ini terdapat di dalam Buku I KHI. Namun perkawinan dapat diwakil wali oleh Wali Hakim apabila telah mendapatkan Surat Taukil yang berjudul (Iqrar Taukil Wali Bil Kitabah). Dalam surat itu dimana dibutuhkan persiapan untuk memahami tahapan-tahapan dari persiapan perkawinan. Tujuan penelitian dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan perkawinan dan penerapan pola komunikasi yang digunakan dalam perkawinan di dalam agama islam. Metode penelitian yang digunakan disini adalah metode penelitian normatif hukum islam yang mana norma-norma dalam hukum islam dijadikan sebagai objek penelitian. Hasil Penelitian Dan Pembahasannya dapat di uraikan berikut ini : Mengenai Iqrar Taukil Wali Bil Kitabah merupakan surat yang digunakan oleh calon pengantin perempuan yang akan menikah jika wali nikah tidak dapat menghadiri pernikahan tersebut. Surat ini tidak tidak terlalu dikenal di masyarakat, namun dalam prakteknya surat tersebut dirujuk pada Pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 19 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perkawinan
Urgensi Pemberian Paspor Diplomatik Bagi Anggota Parlemen
I Made Budi Arsika;
Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 20, No 3 (2020): Edisi September
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (718.487 KB)
|
DOI: 10.30641/dejure.2020.V20.315-334
Wacana pemberian paspor diplomatik kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengingatkan kembali publik pada perdebatan politik dan akademik yang pernah terjadi sebelumnya. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi instrumen hukum internasional dan praktik internasional dalam memberikan legitimasi terhadap penggunaan paspor diplomatik oleh pejabat negara yang tugas utamanya tidak melaksanakan fungsi diplomatik, termasuk di antaranya anggota Parlemen. Selain itu, artikel ini bermaksud menyajikan analisis dalam konteks Indonesia mengenai landasan hukum pemberian paspor diplomatik kepada anggota DPR RI. Artikel ini merefleksikan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, perbandingan, fakta, dan sejarah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian paspor diplomatik bagi anggota parlemen suatu negara tidaklah diatur secara spesifik dalam instrumen-instrumen internasional di bidang hubungan diplomatik karena cenderung merupakan ranah domestik masing-masing negara. Praktik internasional juga mengindikasikan bahwa paspor diplomatik dianggap hanya menunjukkan posisi khusus yang dimiliki oleh pemegangnya karena tidak secara otomatis memberikan imunitas diplomatik. Dalam perspektif hukum Indonesia, pemberian paspor diplomatik kepada anggota DPR RI belum sepenuhnya memiliki landasan hukum yang kuat. Adapun pengaturan paling eksplisit justru tertuang di dalam Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib. Dengan demikian, pihak eksekutif (pemerintah) tidaklah memiliki kewajiban untuk memenuhi usulan tersebut.
The Miserable Loss from Yemeni Conflict: Can International Law Provide Reparation for Mental Injury?
Komang Ayu Nuriasih;
I Made Budi Arsika
Hasanuddin Law Review VOLUME 6 ISSUE 1, APRIL 2020
Publisher : Faculty of Law, Hasanuddin University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (566.66 KB)
|
DOI: 10.20956/halrev.v6i1.2179
As the home of the world’s worst humanitarian crisis, Yemen can be an example to reveal how horrifying the mental health issues in conflicting areas can be. Since 2014, the ongoing conflict in Yemen has been resulting not merely in physical losses and injuries, but also mental catastrophe as its inevitable consequence. This article is a legal research that aims to analyze how mental injuries or psychological damages are being acknowledged as a real impact of armed conflict, to further be considered as a precondition for the reparation at the end of the conflict. The article suggests that the acknowledgment of the mental impacts of armed conflict needs to be taken into concern and consideration, especially from the perspective of hard laws related to the IHL. Besides, the approach of soft law can be applied in attribution with the ongoing conflict in Yemen.
Pemberian Suaka Diplomatik dalam Hukum Internasional: Dilema antara Aspek Kemanusiaan dan Tensi Hubungan Bilateral
Janardana Putri;
I Made Budi Arsika
Undang: Jurnal Hukum Vol 5 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.22437/ujh.5.2.293-323
Diplomatic asylum is a practice of granting international protection outside of state territory which is often carried out based on the extraterritorial theory and the principle of inviolability possessed by a state to carry out its diplomatic mission. In several cases, diplomatic asylum is sometimes regarded as reducing the sovereignty of a state which potentially leads to increasing bilateral tensions. However, humanity considerations as the reasons behind the granting of diplomatic asylum are appreciated by the international society. This article aims to discuss the existence of diplomatic asylum from the perspective of sovereignty and the legitimacy of diplomatic officials to grant diplomatic asylum. This article concludes that international law generally places state sovereignty and non-intervention as fundamental principles that must be respected. Both the Vienna Convention on Diplomatic Relations (1961) and the Vienna Convention on Consular Relations (1963) do not specifically regulate the issue of diplomatic asylum, therefore, its legal basis often refers to state practices. The granting of diplomatic asylum that is not based on humanity's interest may raise a controversy under international law. Instruments of international human rights law justify for diplomatic officials to grant asylum to people in need, especially in critical situations that threaten the safety of that person. Abstrak Suaka diplomatik merupakan praktik pemberian perlindungan internasional di luar wilayah teritorial suatu negara yang kerap dilakukan atas dasar eksistensi teori ekstrateritorial dan prinsip inviolabilitas yang dimiliki oleh suatu negara untuk melaksanakan misi diplomatiknya. Dalam beberapa kasus, pemberian suaka diplomatik terkadang dianggap mereduksi kedaulatan suatu negara sehingga berpotensi meningkatkan tensi hubungan bilateral. Hanya saja, dalil kepentingan kemanusiaan sebagai dasar pemberian suaka diplomatik justru diapresiasi oleh masyarakat internasional. Artikel ini bertujuan untuk membahas mengenai eksistensi suaka diplomatik yang ditinjau dari perspektif kedaulatan dan legitimasi pejabat diplomatik untuk memberikan suaka diplomatik. Artikel ini menyimpulkan bahwa hukum internasional pada umumnya menempatkan kedaulatan negara dan non-intervensi sebagai prinsip-prinsip penting yang harus dihormati. Baik Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik (1961) maupun Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler (1963), tidaklah secara spesifik mengatur persoalan suaka diplomatik, oleh karenanya suaka diplomatik berkembang pada praktik negara-negara. Pemberian suaka diplomatik yang tidak didasarkan dengan kepentingan kemanusiaan dapat memunculkan kontroversi dalam hukum internasional. Instrumen hukum hak asasi manusia internasional memberikan justifikasi bagi pejabat diplomatik untuk memberikan suaka kepada orang yang membutuhkan, khususnya dalam situasi genting yang mengancam keselamatan orang tersebut.