Eddy Fadlyana
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Published : 45 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Imunogenisitas dan Keamanan Vaksin Tetanus Difteria (Td) pada Remaja sebagai Upaya Mencegah Reemerging Disease di Indonesia Eddy Fadlyana; Kusnandi Rusmil; Herry Garna; Iwin Suwarman; Soenarjati Soedigo Adi; Novila Sjafri Bachtiar
Indonesian Journal of Applied Sciences Vol 1, No 2 (2011)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/ijas.v1i2.1869

Abstract

Di Indonesia berpotensi terjadi reemerging disease difteria akibat belum adanya program imunisasi ulang yang berkesinambungan pada remaja. Untuk menilai imunogenisitas dan keamanan vaksin tetanus, difteria (Td) yang diberikan sebagai imunisasi ulang pada remaja, dilakukan uji klinis prospective, randomized double-blind controlled terhadap 296 pelajar remaja sehat di kota Bandung, usia 10–18 tahun, pada September 2007–September 2008. Sebanyak 296 remaja sebagi subjek penelitian, dibagi 2 kelompok secara acak sederhana. Kelompok I mendapat dosis suntikan 0,5 mL yang diberikan intramuskular. Kelompok II mendapat vaksin TT sebagai kontrol. Pemeriksaan darah dilakukan sebelum dan 1 bulan setelah imunisasi menggunakan teknik enzyme-linked immunosorbent assays (ELISAs). Data tentang keamanan dikumpulkan sampai 1 bulan sejak imunisasi menggunakan buku harian. Konsentrasi antibodi seroproteksi (0,1 IU/mL) terhadap difteria dan tetanus mencapai  93,2% and 100,0%. The geometric mean titer (GMT) terhadap difteria meningkat bermakna dari 0,0618 IU/mL ke 0,7583 IU/mL (p<0,001), dan terhadap tetanus meningkat bermakna dari 0,4413 IU/mL ke 14,4054 IU/mL (p<0,001). Nyeri pada tempat suntikan terjadi pada 20,3% kelompok Td dan 18,2% pada TT (p=0,028). Demam >37,5°C sedikit terjadi pada kedua kelompok (Rentang Td: 0,7-4,7%; Rentang TT: 3,4–6,7%). Tidak terdapat reaksi serius dan semua penerima vaksin dapat menerimanya dengan baik. Imunisasi ulang Td meningkatkan kadar immunoglobulin spesifik protektif terhadap difteria dan tetanus, serta aman diberikan pada remaja.
The Safety of Haemophilus influenzae Type b/Polyribosylribitol phosphate-Tetanus (Hib/PRP-T) Vaccine, Phase I Study Kusnandi Rusmil; Eddy Fadlyana; Rachmat Gunadi; Novilia Sjafri Bachtiar; Hadyana Hadyana
International Journal of Integrated Health Sciences Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3044.294 KB)

Abstract

Objective: To assess the safety and immunogenicity of Haemophilus influenzae type b/polyribosylribitol phosphate-Tetanus (Hib/PRP-T) liquid vaccine in healthy adults.Methods: An open label prospective intervention phase I study was conducted in Dr. Hasan Sadikin General Hospital from November to December 2010. Healthy adults aged 18−40 were eligible to participate. Participants received one dose of Hib/PRP-T liquid vaccine. Blood samples were taken before, 4 days and 1 month after vaccination. For a 28-day period following vaccination, solicited adverse events were collected in the subjects’ diary and assessed afterward. Results: Neither local reactions nor immediate systemic events were observed during a 30-minute period after immunization. There were no serious local or systemic reactions in this study. All of local and systemic reactions observed were slight, transient, self-limiting in time, without lasting for more than 72 hrs. after the administration of the vaccine, and resolved without any medical intervention. Hematologic and biochemical indices before and 4 days after vaccination showed in normal limits. All subjects (100%) reached protective levels of antibodies (seroprotectivity) against Hib. All subjects demonstrated antibodies performing high bactericidal activities 1 month after immunization. Conclusions: This study demonstrated that liquid Hib/PRP-T vaccine is highly immunogenic and have a beneficial safety when administered to healthy adults. Keywords: Adults, Hib vaccines, immunogenicity, safety DOI: 10.15850/ijihs.v3n2.584
Pola Keterlambatan Perkembangan Balita di daerah Pedesaan dan Perkotaan Bandung, serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Eddy Fadlyana; Anna Alisjahbana; Ilsa Nelwan; Muchlisah Noor; Selly Selly; Yulia Sofiatin
Sari Pediatri Vol 4, No 4 (2003)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp4.4.2003.168-75

Abstract

Periode lima tahun pertama kehidupan akan menentukan kualitas hidup anak dikemudian hari. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui gambaran perkembanganbalita di daerah pedesaan dan perkotaan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.Tempat penelitian dipilih secara purposive di 4 wilayah puskesmas (2 perkotaan dan 2pedesaan), Kabupaten Bandung. Penelitian dilakukan secara cross sectional dengan subjekpenelitian anak balita yang sehat dan kooperatif pada saat pemeriksaan, serta orang tuamenyetujui ikut dalam penelitian. Subjek dibagi atas 2 kelompok umur perkembangan(< 2 th, dan 2-5 th), dipilih secara stratified random sampling dengan alokasi sampelditentukan secara proporsional. Tes perkembangan dilakukan oleh 3 dokter denganmenggunakan metode Munchener yang telah dimodifikasi dengan klasifikasi hasil tesnormal dan ada keterlambatan perkembangan. Lima aspek perkembangan yang dinilaiyaitu motorik kasar, motorik halus, persepsi, vokalisasi/pengertian bahasa, dan sosial.Selama periode penelitian sebanyak 498 balita memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari227 (46%) laki-laki dan 271 (54%) perempuan. Balita yang mengalami keterlambatanperkembangan di daerah pedesaan sebesar 30% dan di perkotaan 19%, perbedaan inisecara statistik bermakna (p=0,012). Di daerah pedesaan pola keterlambatanperkembangan secara urutan dari yang paling banyak adalah aspek vokalisasi/pengertianbicara (66%), persepsi (38%), motorik halus (35%), motorik kasar (35%) dan sosial(1%). Sedangkan di daerah perkotaan adalah vokalisasi/ pengertian bahasa (58%),motorik halus (38%), persepsi (36%), motorik kasar (26%) dan sosial (12%). Faktorfaktoryang berhubungan dengan status perkembangan adalah umur anak, pendidikanibu, penghasilan keluarga dan tempat tinggal. Perlu dilakukan upaya untukmenanggulangi keterlambatan perkembangan balita di daerah pedesaan maupun diperkotaan terutama pada kelompok umur di bawah 2 tahun.
Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Prestasi Belajar dan Fungsi Kognitif pada Anak Sekolah Dasar Elda Khalida; Eddy Fadlyana; Dadang Hudaya Somasetia
Sari Pediatri Vol 17, No 2 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (63.391 KB) | DOI: 10.14238/sp17.2.2015.89-94

Abstract

Latar belakang. Kebiasaan sarapan memiliki dampak positif dengan menyediakan kadar glukosa darah optimal untuk proses belajardi sekolah. Kadar glukosa darah optimal dapat mendukung prestasi belajar dan fungsi kognitif.Tujuan. Menganalisis hubungan sarapan dengan prestasi belajar dan fungsi kognitif pada anak sekolah dasar.Metode. Penelitian desain potong lintang dilakukan pada bulan Desember 2013 hingga Maret 2014 terhadap 164 subjek siswa kelas 5dan 6 sekolah dasar di Bandung. Prestasi belajar pada penelitian ini dinilai dengan melihat nilai matematika dan bahasa Indonesia. Fungsikognitif dinilai dengan melakukan tes Mini Mental State Examination (MMSE). Analisis statistik korelasi dilakukan dengan menggunakanuji Chi-square Pearson dan Exact Fisher. Untuk menganalisis faktor perancu yang lebih dari satu digunakan regresi logistik.Hasil. Terdapat 164 anak yang memenuhi kriteria penelitian, 28,7% memiliki kebiasaan sarapan dan 71,3% tidak sarapan. Darihasil analisis didapatkan hubungan yang bermakna antara sarapan dengan prestasi belajar matematika (p=0,015), sarapan denganprestasi belajar bahasa Indonesia (p=0,032), tetapi didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara sarapan dengan fungsi kognitif(p=0,300).Kesimpulan. Terdapat hubungan kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar pada anak sekolah dasar, namun tidak terdapat hubungandengan fungsi kognitif.
Hubungan Kadar Prokalsitonin dan Kultur Bakteri dengan Tingkat Keparahan Pneumonia pada Anak Sri Utami Suwarto; Eddy Fadlyana; Cissy Kartasasmita
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.261-6

Abstract

Latar belakang. Di negara berkembang, pneumonia merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Penelitian sebelumnya menemukan prokalsitonin dapat menggambarkan keparahan pneumonia pada anak. Dilaporkan juga kultur bakteri positif lebih sering ditemukan pada pneumonia berat dengan komplikasi. Tujuan.Menentukan hubungan kadar prokalsitonin dan kultur bakteri dengan tingkat keparahan pneumonia.Metode. Penelitian potong lintang yang dilaksanakan dari bulan September 2014 hingga Januari 2015 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dilibatkan 61 anak berusia 1 bulan hingga 5 tahun. Subjek terdiri atas 30 anak pneumonia berat dan 31 anak pneumonia. Pemeriksaan prokalsitonin dilakukan dengan Elecsys BRAHMS PCT. Kultur darah diperiksa dengan mesin BACTEC 9050, jika hasilnya positif bakteri kemudian dibiakkan dalam media agar McConkey atau agar darah. Data hasil penelitian diuji dengan Mann Whitney dan chi-square. Hasil.Nilai median PCT pneumonia berat 0,69 ng/mL dan pneumonia 0,075 ng/mL, dengan nilai p<0,001. Hasil kultur positif ditemukan 5 dari 30 pada pneumonia berat dan 10 dari 31 pada pneumonia, dengan nilai p=0,157.Kesimpulan. Keparahan pneumonia berhubungan dengan kadar prokalsitonin dan tidak berhubungan dengan hasil kultur bakteri. Sari Pediatri2015;17(4):261-6.
Wabah Difteri di Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Indonesia Kusnandi Rusmil; Alex Chairulfatah; Eddy Fadlyana; Meita Dhamayanti
Sari Pediatri Vol 12, No 6 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.6.2011.397-403

Abstract

Latar belakang.Sejak tahun 1986 tidak ditemukan lagi kasus difteri yang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Jawa Barat. Namun, wabah difteri selalu terjadi di beberapa kabupaten di Jawa Barat seperti yang dilaporkan sejak tahun 1993 sampai tahun 2010. Kementerian Kesehatan juga melaporkan peningkatan kasus difteri di beberapa provinsi di Indonesia tahun 2010. Suatu penelitian saat wabah di Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Cianjur tahun 2001 sebagai gambaran kejadian wabah di salah satu kabupaten di Jawa Barat.Tujuan. Menggambarkan kejadian wabah difteri, mengetahui tingkat kekebalan dengan mengukur kadar antibodi difteri dan untuk menemukan kemungkinan adanya kuman C. difteriaeberedar di masyarakat di daerah wabah.Metode. Data kejadian penyakit dan kematian diperoleh dari Puskesmas Cikalong Wetan RS Cianjur dan Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Data kadar antibodi diperoleh dengan mengukur kadar anti bodi terhadap difteri pada 698 subyek, yang dibagi menurut kelompok usia. Titer antibodi diukur dengan menggunakan teknik ELISA ganda.Hasil.Selama wabah terdapat 25 kasus yang dilaporkan dari Puskesmas Cikalong Wetan dengan angka kematian/crude fatality rate(CFR) 28%. Diduga kuat bahwa kasus pertama berasal dari kecamatan yang berdekatan dengan Kecamatan Cikalong Wetan. Beberapa bulan sebelumnya dijumpai kasus rawat inap 21 pasien, 55% di antaranya balita, dengan angka kematian 35% terutama disebabkan oleh miokarditis. Walaupun cakupan imunisasi difteri pertusis tetanus (DPT) tinggi pada anak kurang dari 1 tahun di Kecamatan Cikalong Wetan, hanya 19,3% anak usia 1 tahun memiliki tingkat kekebalan protektif yang memadai. Titer antibodi terus berkurang sesuai dengan meningkatnya usia anak, bahkan tidak ada subjek yang memiliki kadar protektif yang memadai pada kelompok usia 5 – 6 tahun. Enam dari 324 biakan apus tenggorokan pada masyarakat tumbuh strain toxigenic C. difteriae gravis.Kesimpulan.Wabah yang terjadi di Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Cianjur disebabkan oleh karena rendahnya kadar antibodi terhadap toxigenic C.difteriaepada masyarakat.
Imunogenisitas dan Keamanan vaksin Tetanus Difteri (Td) pada Remaja sebagai salah satu upaya mencegah Reemerging Disease di Indonesia Eddy Fadlyana; Kusnandi Rusmil; Herry Garna; Iwin Sumarman; Soenarjati Soedigo Adi; Novilia Sjafri Bachtiar
Sari Pediatri Vol 15, No 3 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.3.2013.141-9

Abstract

Latar belakang. Di Indonesia berpotensi terjadi reemerging disease difteri akibat belum ada program imunisasi ulang yang berkesinambungan pada remaja.Tujuan. Menilai imunogenisitas dan keamanan vaksin tetanus difteri (Td) yang diberikan sebagai imunisasi ulang pada remaja.Metode. Uji klinis randomized double-blind controlled dilakukan terhadap 296 pelajar remaja sehat di kota Bandung, usia 10–18 tahun, pada September 2007–September 2008. Didapatkan 296 remaja sebagai subjek penelitian, dibagi dalam 2 kelompok secara acak sederhana. Kelompok I mendapat vaksin Td 0,5 mL intramuskular. Kelompok II mendapat vaksin TT sebagai kontrol. Pemeriksaan kadar antibodi anti difteri dan anti tetanus dilakukan sebelum dan 1 bulan setelah imunisasi menggunakan teknik enzyme-linked immunosorbent assays (ELISAs). Data keamanan dikumpulkan sampai 1 bulan pasca imunisasi menggunakan buku harianHasil. Konsentrasi antibodi seroproteksi (>0,1 IU/mL) terhadap difteri dan tetanus mencapai 93,2% dan 100,0%. The geometric mean titer (GMT) terhadap difteri meningkat dari 0,0618 IU/mL menjadi 0,7583 IU/mL (p<0,001), dan terhadap tetanus meningkat dari 0,4413 IU/mL ke 14,4054 IU/mL (p<0,001). Nyeri pada tempat suntikan terjadi pada 20,3% kelompok Td dan 18,2% pada TT (p=0,028). Demam >37,5°C hanya terjadi pada sedikit subjek dari kedua kelompok (rentang Td: 0,7-4,7%; rentang TT: 3,4–6,7%). Tidak terdapat reaksi kejadian ikutan pasca imunisasi serius dan dapat ditoleransi dengan baik.Kesimpulan. Imunisasi ulang Td meningkatkan kadar antibodi protektif terhadap difteri dan tetanus, serta aman diberikan pada remaja.
Hubungan Awitan Pengobatan Hipotiroid Kongenital dengan Gangguan Perkembangan Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Adhitya Agung Pratama; Alex Chairulfatah; Novina Novina; Faisal Faisal; Eddy Fadlyana
Sari Pediatri Vol 21, No 1 (2019)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp21.1.2019.16-23

Abstract

Latar belakang. Hipotiroid kongenital (HK) adalah kondisi kekurangan hormon tiroid, tiroksin, dan tri-iodotironina sejak lahir yang dapat menyebabkan gangguan organogenesis sistem saraf pusat serta metabolisme tubuh. Penderita HK yang tidak diterapi dapat berlanjut menjadi individu dengan gangguan perkembangan. Data di Indonesia dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sejak tahun 2000-2013, angka kejadian HK pada bayi baru lahir sebanyak 1:2736. Tujuan. Mengetahui hubungan awitan pengobatan dengan gangguan perkembangan pada anak dengan HK.Metode. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang yang dilakukan periode bulan Agustus–November 2018. Subjek HK datang kontrol ke klinik rawat jalan endokrin dan tumbuh kembang RS. Hasan Sadikin, berusia <36 bulan dan mendapat terapi levotiroksin, dilakukan penilaian perkembangan dengan pemeriksaan Denver dan CAT/ CLAMS (cognitive adaptive test/ clinical linguistic auditory milestone scale). Analisis data menggunakan uji chi-kuadrat dan Mann Whitney (p<0,05). Hasil. Terdapat 92 kasus HK, 12 dieksklusi, subjek terdiri dari 38 laki-laki dan 42 perempuan dengan rerata usia diagnosis 3,0 bulan (0,5–22,0 bulan). Didapatkan adanya hubungan usia saat diagnosis dan awitan pengobatan dengan gangguan perkembangan (p<0,001). Usia saat diagnosis dan awitan pengobatan >3 bulan lebih banyak mengalami gangguan perkembangannya.Kesimpulan. Pasien HK yang terlambat didiagnosis dan diberikan terapi akan mengalami gangguan perkembangan yang lebih banyak. 
Kekebalan dan Keamanan setelah Mendapat Imunisasi Hepatitis B Rekombinan pada Anak Remaja Eddy Fadlyana; Kusnandi Rusmil; Novilia S Bachtiar
Sari Pediatri Vol 15, No 2 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.2.2013.87-92

Abstract

Latar belakang. Berdasarkan riwayat implementasi program imunisasi Hepatitis B di Jawa Barat, diperkirakan anak periode remaja akhir (15–18 tahun) belum terlindungi terhadap infeksi Hepatitis B.Tujuan. Menilai kekebalan dan keamanan pasca imunisasi 3 dosis vaksin Hepatitis B rekombinan pada anak remaja sehat yang belum pernah mendapat imunisasi Hepatitis B.Metode. Penelitian intervensi dengan label terbuka terhadap remaja usia 15–18 tahun yang belum pernah mendapatkan imunisasi Hepatitis B, diberikan 3 dosis (1,0 ml=20 µg of HBsAg) Hepatitis B rekombinan secara intramuskular pada daerah lengan atas dengan interval waktu 1 bulan. Respons antibodi diukur menggunakan Chemiluminescent Microparticle Immunoassay (CMIA) Architect ausab reagent kit on architect i 1000sr, dilakukan pra dan 28 hari pasca dosis ke-3 vaksinasi. Reaksi lokal dan kejadian sistemik dicatat pada buku catatan harian selama 28 hari pasca tiap imunisasi. Hasil. Selama periode penelitian didapatkan seratus lima puluh subyek dengan Hbs Ag negatif. Dari jumlah tersebut 112 (75,3%) dengan kadar anti-HBs <10 IU/ml, dan pasca mendapat 3 dosis imunisasi kekebalan terhadap hepatitis B tercatat pada 95,5% remaja; GMT 682,65 (495,11–941,24) mIU/mL. Tidak ditemukan reaksi serius pasca imunisasi dan semua vaksin dapat diterima dengan baik.Kesimpulan. Pemberian 3 dosis vaksin Hepatitis B rekombinan memberikan kekebalan yang tinggi dan aman diberikan pada remaja sehat.
Perbandingan Masalah Psikososial pada Remaja Obes dan Gizi Normal Menggunakan Pediatric Symptom Checklist (PSC)-17 Endah Pujiastuti; Eddy Fadlyana; Herry Garna
Sari Pediatri Vol 15, No 4 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.4.2013.201-6

Abstract

Latar belakang. Obesitas pada anak merupakan faktor penting karena cenderung meningkat dan dapat berpotensi sebagai penyebab berbagai konsekuensi medis serta masalah psikososial. Remaja obes cenderung mengalami rasa rendah diri, penghargaan diri yang buruk, depresi, mengalami kesulitan di sekolah, dan kesulitan belajar dibandingkan dengan remaja dengan status gizi normal.Tujuan. Mengetahui perbandingan masalah psikososial antara remaja obes dan remaja status gizi normal dengan menggunakan kuesioner pediatric symptom checklist (PSC)-17, suatu kuesioner yang telah tervalidasi untuk mendeteksi masalah psikososial pada anak.Metode. Rancangan analitik dengan metode potong silang, dilakukan pada bulan Mei–l Juli 2011 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 14 Bandung. Subjek penelitian adalah siswa usia 12–16 tahun yang dipilih secara berurutan (consecutive sampling), terdiri atas 31 remaja obes dan gizi normal. Indeks massa tubuh didapat dari pengukuran tinggi badan dan berat badan, kemudian dikelompokkan menjadi status gizi obes (>+3SD) dan gizi normal (-2 sampai +2 SD). Subjek mengisi kuesioner PSC-17 yang berisi beberapa pertanyaan mengenai variabel masalah psikososial, yaitu internalisasi, eksternalisasi, dan masalah perhatian. Uji statistik dengan chi-square test untuk perbandingan kedua kelompok.Hasil. Terdapat 15/31 remaja obes dan 5/31 remaja gizi normal mengalami masalah psikososial (p=0,007). Analisis aspek masalah psikososial kuesioner PSC memperlihatkan perbedaan bermakna mengenai masalah internalisasi antara kedua kelompok (p=0,007).Kesimpulan. Masalah psikososial kelompok remaja obes lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok remaja gizi normal.
Co-Authors Adhitya Agung Pratama Alex Chairulfatah Alex Chairulfatah Andy Japutra Anggraini Alam Anna Alisjahbana Anne Susanty Arief Priambodo Arifah Nur Istiqomah Armijn Firman Cissy Kartasasmita Dadang Hudaya Somasetia Dadang Hudaya Somasetia Dany Hilmanto Desak Gede Arie Yudhantari Dewi Marhaeni Diah Herawati Dida Akhmad Gurnida Dida Akhmad Gurnida Dida Akhmad Gurnida, Dida Djatnika Setiabudi Dwi Putra, Muhammad Gilang Elda Khalida Elsa Pudji Setiawati Endah Pujiastuti Erwina Sumartini Faisal Faisal Faisal Faisal Fathiyah Ma’ani Firman Fuad Wirakusumah Fitriah, Iin Prima Fiva A Kadi Fiva A Kadi Ghaniyyatul Khudri Gladys Gunawan Gustomo Panantro Hadyana Hadyana Hadyana Hadyana Hadyana Sukandar Hadyana Sukandar Hasan Basri Heda Melinda Nataprawira Herman Susanto Herry Garna Herry Herman Ilsa Nelwan Istiqomah, Arifah Nur Ita Susanti Iwin Sumarman Iwin Suwarman Jusuf Sulaeman Effendi Kartasmita, Cissy B Krisnadi, Sofie Kusnandi Rusmil Kusnandi Rusmil Kusnandi Rusmil Lelani Reniarti Lesmana Syahrir Lina H Soemara Mardiah, Behesti Zahra Marietta Shanti Prananta Meita Dhamayanti Meita Dhamayanti Meita Dhamayanti Monalisa Elizabeth Muchlisah Noor Nanan Sekarwana Nita Arisanti Nita Arisanti Nova Sylviana Novila Sjafri Bachtiar Novilia S Bachtiar Novilia Sjafri Bachtiar Novilia Sjafri Bachtiar Novilia Sjafri Bachtiar Novilia Sjafri Bachtiar Novillia S Bachtiar Novina Novina Panantro, Gustomo Prananta, Marietta Shanti Primadevi, Inggit Puspasari Sinaga R Dharmayanti Rachmat Gunadi Rachmat Gunadi Rafa Fathia Suhud Rini Mulia Sari Rini Rossanti Rodman Tarigan Selly Selly Setyorini Irianti Sheilla Selvina Sheilla Selvina, Sheilla Shinta Larasaty Sinaga, Puspasari Sinthura Vimalan Subramaniam Siti Aminah Sjarif Hidajat Effendi Soenarjati Soedigo Adi Soenarjati Soedigo Adi Sofia, Norlaila Sri Endah Rahayuningsih Sri Utami Suwarto Subramaniam, Sinthura Vimalan Suganda Tanuwidjaja Susiarno, Hadi Tommy Nugrahadi Whisnubrata Yenny Purnama Yulia Sofiatin Yundari, Yundari