The symbol of divine light (nūr ilāhī) in Surah An-Nūr verse 35 contains one of the deepest metaphors in the Qur’an. It describes the human spiritual process of receiving divine guidance and awareness. This study explores how classical and contemporary exegetes interpret the symbol of light and how semiotic analysis reveals its multiple layers of meaning. The research uses a library-based qualitative approach that combines classical tafsir such as Mafātīḥ al-Ghayb, Al-Jāmiʿ li Aḥkām al-Qurʾān, and Mishkāt al-Anwār with modern interpretations by Sayyid Quṭb, Muhammad Asad, and Seyyed Hossein Nasr. The semiotic theories of Roland Barthes and Charles S. Peirce are applied to analyze how elements such as mishkāt, miṣbāḥ, zujājah, and syajarah mubārakah form a symbolic structure that represents the journey of the human soul from potential faith to full spiritual awareness. The findings show that the symbol of light is not only theological in nature but also serves as an ontological and psychological guide for modern humans who seek meaning in their spiritual life. This study contributes to Qur’anic interpretation by offering an integrative framework that connects classical exegesis, linguistic study, and modern spiritual context. Abstrak: Simbol cahaya ilahi (nūr ilāhī) dalam Surah An-Nūr ayat 35 mengandung salah satu metafora paling mendalam dalam Al-Qur’an. Ayat ini menggambarkan proses spiritual manusia dalam menerima petunjuk dan kesadaran ilahi. Penelitian ini menelaah bagaimana para mufasir klasik dan kontemporer menafsirkan simbol cahaya serta bagaimana analisis semiotik dapat mengungkap lapisan maknanya. Penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif yang menggabungkan tafsir klasik seperti Mafātīḥ al-Ghayb, Al-Jāmiʿ li Aḥkām al-Qurʾān, dan Mishkāt al-Anwār dengan tafsir modern karya Sayyid Quṭb, Muhammad Asad, dan Seyyed Hossein Nasr. Teori semiotika Roland Barthes dan Charles S. Peirce digunakan untuk menganalisis bagaimana unsur seperti mishkāt, miṣbāḥ, zujājah, dan syajarah mubārakah membentuk struktur simbolik yang menggambarkan perjalanan ruhani manusia dari potensi iman menuju pencerahan spiritual yang utuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol cahaya tidak hanya memiliki makna teologis tetapi juga berfungsi sebagai panduan ontologis dan psikologis bagi manusia modern dalam mencari makna kehidupan spiritual. Kajian ini memberikan kontribusi bagi pengembangan tafsir Al-Qur’an dengan menawarkan kerangka yang menghubungkan penafsiran klasik, analisis kebahasaan, dan konteks spiritual masa kini.