Claim Missing Document
Check
Articles

INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM DAKWAH Elva Imeldatur Rohmah
Busyro: Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam Vol. 1 No. 1 (2019): November : Busyro : Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam
Publisher : Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55352/kpi.v1i1.202

Abstract

Pancasila adalah kumpulan lima nilai dasar yang menjadiacuan tingkah laku bangsa Indonesia. Sedangkan dakwah ialahmenyeru kepada manusia untuk berbuat baik dan menjauhiyang buruk sebagai pangkal tolak kekuatan mengubahmasyarakat dan keadaan yang kurang baik kepada keadaanyang lebih baik sehingga merupakan suatu pembinaan.Dakwah pada hakikatnya menyeru kepada manusia untukberbuat baik dan menjauhi yang buruk. Namun tantangandakwah pada era globalisasi saat ini lebih kompleks danberagam. Problematika dakwah yang muncul saat ini adalahadanya pluralitas bangsa kita yang diiringi kemajuan teknologiyang sangat pesat. Maka hal yang harus segeradiimplementasikan untuk menghadapi kondisi masyarakattersebut yakni dengan mengintegrasikan dan internalisasinilai-nilai Pancasila dalam dakwah. Peran dakwah sangatbesar karena dapat mempersatukan, menciptakan ikatanbersama, mewujudkan solidaritas, baik dalam lingkup kecilhingga pada lingkup masyarakat secara menyeluruh. Olehkarena itu, para dai sudah seharusnya memahami secara baikmengenai nilai-nilai Pancasila, sehingga pada saat kegiatandakwah dilakukan, nilai-nilai ini selalu berhasil dimunculkandan diilhami dengan baik bahkan diamalkan oleh masyarakat.
Implementasi Nilai Demokrasi Pancasila Dalam Model Kepemimpinan di Indonesia Fahrur Rosi; Priyo Handoko; Elva Imeldatur Rohmah
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 1 No. 1 (2021): May
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.668 KB) | DOI: 10.15642/sosyus.v1i1.68

Abstract

Negara Indonesia berdasarkan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Agama tidak sebatas sebagai hak pribadi warga negara namun juga tercermin dalam praktek ketatanegaraan. Begitu pula dalam sila ke empat yang merupakan dasar dari sistem pemerintahan Indonesia yang demokratis pada dasarnya tidak bisa lepas dari nilai-nilai keTuhanan Yang Esa. Penelitian ini pada dasarnya membahas tentang nilai-nilai demokrasi pancasila serta implikasi dari nilai demokrasi pancasila dalam model kepemimpinan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan atau pendekatan konsep. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa demokrasi pancasila merupakan demokrasi yang berdasarkan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam demokrasi pancasila tidak hanya terdapat pelaksanaan sistem pemerintahan yang berdasarkan kedaulatan rakyat akan tetapi masih ada integrasi dengan kedaulatan Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut merujuk pada penyebutan frasa hikmat dalam rumusan pancasila yang menurut sebagian besar para ahli merupakan sebuah pemahaman akan keesaan Tuhan. Kepemimpinan dengan konsep Berketuhanan Yang Maha Esa merupakan implikasi logis dari sistem pemerintahan demokratis yang disinergikan dengan nilai-nilai ajaran agama.
Putusan Mahkamah Konstitusi Sebagai Upaya Perwujudan Keadilan Bagi Warga Negara: (Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015) Elva Imeldatur Rohmah; Gangga Listiawan; Moh. Haidar Ali Al-Hamid; Ayu Sri Astuti
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 1 No. 2 (2021): November
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (640.737 KB) | DOI: 10.15642/sosyus.v1i2.101

Abstract

Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.  Peraturan tentang grasi sudah ada sejak  pemerintahan kolonial Belanda. Adanya grasi yang dimohon oleh seorang terpidana kepada Presiden merupakan salah satu bentuk memperoleh perlakuan yang sama di depan hukum, sebagaimana dijamin dalam pasal 28 D ayat (1)  dan Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.  Jaminan atas perlakuan yang sama di hadapan hukum merupakan prinsip fundamental dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XII/2015 yang menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat adalah merupakan salah satu putusan Mahkamah Konstitusi yang mampu mewujudkan keadilan dan persamaan hak bagi warga negara serta memulihkan kembali hak konstitusi warga negara (khususnya para narapidana) yang sebelumnya telah dirugikan dengan adanya pasal tersebut.
Pengisian Kekosongan Jabatan Kepala Daerah Menjelang Pemilihan Serentak 2024 Mochammad Tommy Kusuma; Elva Imeldatur Rohmah; Muwahid; Nafi Mubarok
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 2 No. 2 (2022): November
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.917 KB) | DOI: 10.15642/sosyus.v2i2.200

Abstract

Pengisian kekosongan jabatan kepala daerah yang dilakukan dengan mekanisme penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat dianggap sebagai pelanggaran terhadap asas demokrasi. Penunjukan tersebut dimaksudkan untuk mengisi kekosongan posisi kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022 dan 2023. Hal tersebut dilakukan demi memenuhi aspek keserentakan Pilkada yang akan dilakukan pada tahun 2024 mendatang. Masalah ini menarik untuk dikaji lebih mendalam, khususnya terkait mekanisme penunjukan kepala daerah ditinjau dari perspektif demokrasi konstitusional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme penunjukan (pj) kepala daerah dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi yang menyaring calon yang memenuhi persyaratan dengan cara fit and proper test di hadapan DPRD Provinsi. Selanjutnya dilakukan pemungutan suara untuk menentukan penjabat (Pj) Gubernur. Mekanisme serupa akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi dalam penentuan bakal calon sesuai, yang selanjutnya dilakukan fit and proper test untuk menentukan penjabat (Pj) Bupati/Walikota. Mekanisme demikian, diharapkan telah memenuhi prinsip demokrasi konstitusional, di mana praktik demokrasi yang dijalankan mampu membatasi wewenang negara dengan cara praktik demokrasi yang menetapkan batas-batas wewenang negara atau pemerintah, serta prosedur-prosedur demokratis dalam penyelenggaraan tersebut. Penunjukan Pj di satu sisi dirasakan mencederai asas demokrasi, namun dengan menetapkan mekanisme tertentu, yaitu dengan tetap melibatkan wakil rakyat (DPRD) dapat dimaknai sebagai pemenuhan terhadap prosedur–prosedur demokratis.
Peran Wanita Untuk Mewujudkan Keluarga Sakinah Dalam Pemikiran Islam Klasik Dan Kontemporer Elva Imeldatur Rohmah; Arif Jamaluddin Malik
AL-HUKAMA: The Indonesian Journal of Islamic Family Law Vol. 12 No. 2 (2022): Desember
Publisher : State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/alhukama.2022.12.2.96-112

Abstract

Abstract : This research under tittle “The Existence of Women to Realize the Sakinah Family in Classical and Contemporary Scholars Thought” is a type of library research using a qualitative approach and a comparative descriptive method. The data sources of this research consist of primary sources from the books of Uqudullijain, Fathul Mu'in, Fathul Qorib, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Bidayatul Mujtahid, Qur'an According to Women, The Rights of Women in Islam, Major Themes of Qur'an, Woman and Islam, and Feminism and Women Empowerment in Islamic Scales. The secondary sources in this study are other books that examine women and the sakinah family. The results of this study explain that women in their lives have roles, among others, as a wife, mother, and career woman. In classical Islamic thought, a woman is like a queen in her husband's house. The husband is obliged to meet all the needs of his wife, even in terms of preparing food, washing clothes, and all other aspects of household tasks. Meanwhile, a wife has an obligation to serve her husband's sexual needs, be obedient and obedient to her husband, accompany her husband, and manage all household matters. Women are only described as having a domestic role within the scope of their household. Meanwhile, according to contemporary Islamic thought, men and women have the same values ​​and positions. So it has a logical consequence that women are able to take part in the public sector like a man. Women who only take part in the domestic sector or carry out multiple roles at the same time still have a great opportunity to create a sakinah family. This can be done by straightening the intention and basing everything on Allah SWT; understand your partner well; understand each other's roles and duties; foster affection among family members; maintain communication, open and familiarize deliberation; be fair; and always increase patience and gratitude. Abstrak : Penelitian dengan judul “Eksistensi Wanita Untuk Mewujudkan Keluarga Sakinah Dalam Pandangan Ulama Klasik dan Kontemporer” ini merupakan jenis riset kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif metode deskriptif komparatif. Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber primer yang berasal dari kitab Uqudullijain, Fathul Mu’in, Fathul Qorib, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Bidayatul Mujtahid, Qur'an Menurut Perempuan, The Rights of Women in Islam, Major Themes of Qur’an, Woman and Islam, dan  Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Timbangan Islam. Adapun sumber sekunder pada penelitian ini adalah buku-buku lain yang mengkaji tentang wanita dan keluarga sakinah. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa wanita dalam kehidupannya memiliki peran antara lain sebagai seorang istri, ibu, dan wanita karier. Dalam pandangan ulama klasik, wanita bagaikan seorang ratu di rumah suaminya. Suami wajib mencukupi segala macam kebutuhan istrinya, bahkan dalam hal menyiapkan makanan, mencuci pakaian, dan segala aspek tugas rumah tangga yang lainnya. Sedangkan seorang istri memiliki kewajiban untuk melayani kebutuhan seksual suaminya, taat dan patuh pada suaminya, mendampingi suami, serta mengatur segala urusan rumah tangga. Wanita hanya digambarkan memiliki peran domestik dalam lingkup rumah tangganya saja. Sedangkan menurut pandangan ulama kontemporer, laki-laki maupun wanita memiliki nilai dan kedudukan yang sama. Sehingga hal tersebut memiliki konsekuensi logis bahwa wanita pun mampu berkiprah di sektor publik selayaknya seorang laki-laki. Wanita yang hanya berkiprah di sektor domestik ataupun menjalani peran ganda sekaligus tetap memiliki kesempatan yang besar untuk mewujudkan keluarga sakinah. Hal ini bisa dilakukan dengan cara meluruskan niat dan melandaskan segala hal pada Allah Swt; memahami pasangan dengan baik; memahami peran dan tugas masing-masing; menumbuhkan kasih sayang antar anggota keluarga; menjaga komunikasi, terbuka dan membiasakan musyawarah; bersikap adil; serta selalu memperbanyak sabar dan syukur.
DINAMIKA OVERLAPPING KEWENANGAN DPR DAN PRESIDEN DALAM PEMBENTUKAN KEBIJAKAN NEGARA Elva Imeldatur Rohmah
Dekrit (Jurnal Magister Ilmu Hukum) Vol 13 No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56943/dekrit.v13n1.137

Abstract

Beberapa lembaga negara di Indonesia memiliki kewenangan yang tumpang tindih satusama lain, seperti DPR dan Presiden dalam hal pembentukan kebijakan negara. Penelitianini bertujuan untuk menganalisis dinamika overlapping kewenangan DPR dan Presidendalam pembentukan kebijakan negara. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitianhukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual.DPR dan Presiden memiliki peran yang sangat penting dalam pembuatan kebijakannegara. Namun, kewenangan keduanya dalam pembuatan kebijakan negara sering kalitumpang tindih. Menurut teori pemisahan kekuasaan, masing-masing cabang kekuasaanharus memiliki fungsi dan tugas yang jelas dan terpisah.Sedangkan Indonesia menganutprinsip distribution of power yang mengakibatkan adanya overlapping kewenangan antarlembaga negara. Penerapan konsep check and balances dan prinsip akuntabilitas jugadapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi adanya overlapping kewenangan antaraDPR dan Presiden dalam membuat kebijakan negara. Konsep check and balancesmemiliki tujuan untuk memastikan bahwa kekuasaan antara cabang kekuasaan tidaksaling menyalahgunakan atau tumpang tindih sehingga mampu mengatasi adanyaoverlapping kewenangan antara DPR dan Presiden dalam membuat kebijakan negara.Prinsip akuntabilitas juga dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi overlappingkewenangan antara DPR dan Presiden dalam membuat kebijakan negara. Prinsip inimengacu pada kewajiban lembaga negara untuk bertanggung jawab atas keputusan dantindakan yang dilakukannya, baik terhadap publik maupun lembaga lain.
Peran Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) Dalam Meningkatkan Aksesibilitas Pelayanan Publik di Indonesia Laili Choirunnisa; Try Hajar Caesar Oktaviana; Ahmad Ainur Ridlo; Elva Imeldatur Rohmah
Sosio Yustisia: Jurnal Hukum dan Perubahan Sosial Vol. 3 No. 1 (2023): May
Publisher : Magister Hukum Tata Negara Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/sosyus.v3i1.401

Abstract

Efficient and accessible public services are an essential aspect of the development of a country. In Indonesia, as a country with a large and diverse population and a large area, the challenge of providing equitable accessibility of public services for all people is complex. However, with the rapid advancement of information and communication technology, electronic-based government systems have emerged as a potential solution to improve the accessibility of public services in Indonesia. This study aims to analyze the role of electronic-based government systems in improving the accessibility of public services in Indonesia and the resulting benefits. This research uses an analytical descriptive approach by collecting data through literature study and analysis of related documents. The results show that the electronic-based government system is vital in improving the accessibility of public services in Indonesia. By reducing physical barriers, increasing efficiency, and providing co-benefits such as transparency and more active public participation, these systems can speed up public service processes and increase community satisfaction. To optimize the role of electronic-based government systems, joint efforts between the government, the private sector, and the public need to be made to improve infrastructure, digital literacy, and data protection.
KRITIK ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN IBU KOTA NUSANTARA (IKN) DALAM MEWUJUDKAN CHECKS AND BALANCES Rohmah, Elva Imeldatur
Riau Law Journal Vol 7, No 2 (2023): Riau Law Journal
Publisher : Faculty of Law, Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30652/rlj.v7i2.8025

Abstract

AbstractThe National Capital occupies a vital position in the country because it is used as a symbol and identity. As the capital city of Indonesia, Jakarta is considered no longer worthy of being the national capital. Thus, the President conveyed plans to move the national capital to East Kalimantan through a state address on 16 August 2019. This new capital, from now on, will be referred to as the Nusantara Capital. The Nusantara Capital is designed as a special regional government different from other regions in Indonesia because the Head and Deputy Head of the Authority lead it. Apart from that, in the Nusantara Capital, there are only general elections at the national level, and there are no elections for DPRD members and regional heads. This research is normative legal research using statutory and conceptual approaches. The results of this study state that the existence of an Authority Board and the absence of DPRD in the Nusantara Capital can injure the concept of checks and balances in the Indonesian constitutional system. The mechanism for appointing the Nusantara Capital Authority Body should go through the President and DPR and general elections. Apart from that, returning the DPRD to the Nusantara Capital is also crucial because DPRD can maximize its role as regulator, policy-making and budgeting. DPRD can also position itself as a balancing power that counterbalances and carries out effective supervision of the Authority Board and all levels of local government, specifically in the Nusantara Capital City.AbstrakIbu Kota Negara menempati posisi yang sangat vital dalam negara, karena dijadikan sebagai simbol dan identitas dari negara tersebut. Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta dianggap tidak layak lagi menjadi ibu kota negara. Sehingga, Presiden menyampaikan rencana perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur melalui pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2019. Ibu kota baru ini selanjutnya disebut dengan Ibu Kota Nusantara. Ibu Kota Nusantara didesain sebagai pemerintah daerah khusus yang memiliki perbedaan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia karena dipimpin oleh Kepala dan Wakil Kepala Otorita. Selain itu, di Ibu Kota Nusantara hanya ada pemilihan umum tingkat nasional, dan tidak ada pemilihan untuk anggota DPRD dan kepala daerah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa keberadaan Badan Otorita dan tidak adanya DPRD di Ibu Kota Nusantara dapat menciderai konsep checks and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Mekanisme penunjukan Badan Otorita Ibu Kota Nusantara seharusnya tidak hanya melalui presiden dan DPR, melainkan juga melalui pemilihan umum. Selain itu, mengembalikan kembali DPRD dalam Ibu Kota Nusantara juga menjadi hal yang krusial karena DPRD dapat memaksimalkan perannya sebagai regulator, policy making, dan budgeting. DPRD juga dapat memposisikan diri sebagai kekuasaan penyeimbang (balanced power) yang mengimbangi dan melakukan pengawasan secara efektif kepada Badan Otorita dan seluruh jajaran pemerintah daerah khusus di Ibu Kota Nusantara.  
Dinamika Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 Tentang Persyaratan Usia Calon Presiden dan Wakil Presiden Rohmah, Elva Imeldatur
PROGRESIF: Jurnal Hukum Vol 18 No 1 (2024): PROGRESIF: Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33019/progresif.v18i1.4636

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 telah memicu perdebatan mengenai peran dan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menciptakan norma baru yang berkaitan dengan pemilihan umum. Putusan ini mengemukakan bahwa seorang calon presiden atau wakil presiden harus berusia minimal 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Hal ini seakan-akan memberikan kesan bahwa Mahkamah Konstitusi mencampuri wilayah dan fungsi legislasi yang seharusnya menjadi kewenangan legislatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lebih jauh terkait dinamika Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 tentang persyaratan usia calon Presiden dan Wakil Presiden. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa terdapat enam perkara yang diajukan untuk menguji keabsahan Pasal 169 huruf q UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh para pemohon, dengan beberapa perkara yang diterima dan beberapa lainnya yang ditolak. Kenyataannya, pemohon pada perkara No. 90/PUU-XXI/2023 memiliki legal standing yang lemah, namun permohonannya dikabulkan sebagian. Hal ini menimbulkan dugaan adanya konflik kepentingan yang mempengaruhi inkonsistensi putusan Mahkamah Konstitusi.
OTONOMI KHUSUS SEBAGAI BENTUK DESENTRALISASI POLITIK PADA DAERAH RENTAN KONFLIK Rohmah, Elva Imeldatur
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 3 No 2 (2023): Legacy Jurnal Hukum dan Perundang-undangan
Publisher : Departement of Constitutional Law UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/legacy.2023.3.2.181-198

Abstract

Otonomi khusus di Aceh dan Papua, merupakan suatu desentralisasi asimetris, sebagai jalan tengah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dalam penyelesaian konflik bersenjata yang menginginkan perwujudan dari Negara Kesatuan yang merdeka. Penerapan otonomi khusus tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Pemberlakuan otonomi khusus di daerah tertentu tidak dapat berjalan dengan semestinya dikarenakan masih banyak konflik yang mengacu pada otonomi khusus tersebut. Antara lain kebijakan Pemerintah yang kurang adanya perhatian khusus terhadap daerah tersebut sehingga diberlakukannya otonomi khusus. Konflik politik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia sangat mendalam, termasuk gerakan separatisme yang menuntut otonomi atau kemerdekaan penuh. Dalam kasus seperti ini, pemberian otonomi khusus dapat menjadi suatu strategi politik untuk meredakan ketegangan, mengakomodasi aspirasi otonomi, dan mendorong dialog yang konstruktif untuk mencapai solusi damai. Untuk mengantisipasi gejolak-gejolak tersebut, pemerintah memberikan suatu kebijakan sebagai suatu resolusi politik untuk meredam konflik di beberapa daerah tersebut.