Claim Missing Document
Check
Articles

JEJAK KARYA DAN PEMIKIRAN ABDUL DJABBAR ABU (TH. 1935-2000) MUHAMMAD ALIFUDDIN
Al-MUNZIR No 1 (2017): VOL 10 NO.1 MEI 2017
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.356 KB) | DOI: 10.31332/am.v10i1.799

Abstract

Uraian deskriptif tentang: Jejak Karya dan Pemikiran H.Abdul Djabbar Abu bertujuan untuk membekukan pandangan-pandangan keagamaan beliau dalam sebuah tulisan sehingga pemikiran tokoh tersebut dapat diakses oleh masyarakat muslim secara luas. Berangkat dari data yang diperoleh baik  melalui serangkaian wawancara dan studi dokumen dapat disimpulkan bahwa, Abdul Djabbar Abu adalah tokoh yang penuh inovatif, hal ini dapat dilihat dari buah tangan beliau yang diwariskan kepada masyarakat Muslim yaitu sebuah pesantren Al-Munawwarah Konawe. Selain karya fisik Abdul Djabbar Abu juga memberikan sumbangan pemikiran tentang berbagai hal diantaranya tentang agama, adminsitrasi dan lingkungan hidup.Kata-kata kunci : Jejak, Karya, Pemikiran, Abdul Djabbar Abu 
Dakwah Muhammadiyah dalam Membangun Kesadaran Nasional di Kendari Masa Pra Kemerdekaan: Perspektif Gerakan Sosial Muhammad Alifuddin
Al-MUNZIR Vol 13, No 2 (2020): Edisi November 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/am.v13i2.1968

Abstract

Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran analitik tentang Dakwah Muhammadiyah dalam Membangun Kesadaran Nasional di Kendari  Masa Pra Kemerdekaan di Tinjau dari Perspektif Gerakan Sosial.  Data penelitian ini umumnya bersumber data kepustakaan dan wawancara. Seluruh data yang diperoleh dikaji secara berjenjang dengan menggunakan model analisis sejarah. Data sejarah yang ditemukan menunjukkan bahwa Muhammadiyah telah bereksistensi di Kendari pada tahun 1930. Keterlibatan aktif elemen Muhammadiyah dalam membangkitkan semangat nasionalisme pada masa pra kemerdekaan, selain sebagai tanggungjawab sosial warga Muhammadiyah selaku bagian tak terpisahkan dari rakyat Indonesia, juga disebabkan kuatnya doktrin persyarikatan yang mengejawantah dalam visi anggota Muhammadiyah, yaitu sebagai subyek penggerak dakwah amar makruf nahi mungkar.  Doktrin inilah yang menjadi fondasi dalam mentransmisikan gagasan kebangkitan nasional di Kendari melalui gerakan dakwah dan tabligh yang terorgansir. Giat mengalirkan semangat Islam dan  nasionalisme oleh aktor-aktor Muhammadiyah pada mulanya dilakukan secara terang-terangan. Namun tokoh utama penggerak Muhammadiyah diberi status persona non grata oleh pihak colonial, maka gerakan dakwah Muhammadiyah selanjutnnya dilakukan secara klendestin (gerakan bawah tanah). Pendekatan terakhir ini ditempuh mengingat ruang struktur politik pada masa pra kemerdekaan  bersifat tertutup dan hegemonik, sehingga kurang kondusif untuk “menularkan” ide-ide nasionalisme kepada masyarakat atau subyek dakwah secara terbuka. Pengakuan atas peran signifikan gerak dakwah Muhammadiyah dalam menanamkan kesadaran Nasionalisme di Kendari secara obyektif tercatat dalam dokumen Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi-Tenggara.
Understanding Islamic Dialectics in The Relationship with Local Culture in Buton Architecture Design Muhammad Alifuddin; Alhamuddin Alhamuddin; Andri Rosadi; Eko Ariwidodo
Karsa: Journal of Social and Islamic Culture Vol. 29 No. 1 (2021)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v29i1.3742

Abstract

This study aimed to describe the shape and meaning of the architectural design of the Buton house both from an emic and ethical perspective. The focus of the problem was: (1). What was the shape and pattern of the house layout of the Butonese people? (2). What was the meaning of the traditional house architecture of the Butonese people? The data were obtained through a series of interviews, non-participant observation, and document review. All data were analyzed through some stages: formulation of questions, making descriptive narratives, data reduction, application, and interpretation, then concluding. Based on an analysis of the research problem, the following conclusions were obtained: (1). The shape of the Buton house had an aesthetic meaning related to belief or the dimension of religiosity, in this case, Islam; (2). The patron or pattern of the Butonese house building had become part of their system of thinking, so that eventually it became something standards, such as the standard of spatial structure, shape, structure, and ornamentation. In subsequent developments, there appeared to be an internal effort by the Butonese to provide a new perspective on the meaning of the Buton house, leading to interpretations oriented to Islamic values. The form of houses on stilts as depicted in malige and kamali by the local community was interpreted as a replica of a Muslim performing the prayer ritual. The model of a tiled roof was analogous to the composition or position when he was praying, where the place of the right hand was above the left hand. Whereas in the perspective of political power, the tiled roof was a symbol of political and religious unity. Pineapple ornaments played a role as a symbol of monotheism. This symbol also is a manifestation of the religious ethics Butonese, who always direct their life to the values ​​of monotheism.
DAKWAH INKLUSIF DALAM MASYARAKAT SEGREGATIF DI AOMA DAN AMBESAKOA SULAWESI TENGGARA Muhammad Alifuddin
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 16, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.851 KB) | DOI: 10.14421/jd.2015.16201

Abstract

Masalah utama penelitian ini adalah: Apakah pola dakwah institusional (berbasis Masjid-Gereja) yang dikembangkan selama ini efektif membangun kesadaran inlusiv pada masyarakat yang tersegregasi secara spasial berdasarkan pilihan keyakinan (Islam-Kristen) sebagaimana yang terjadi di Aoma Ambesakoa? Bagaimana pola dakwah yang dapat dikembangkan untuk membangun visi inklusiv pada masyarakat setempat? Studi ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui model dakwah pada wilayah segregatif yang dapat dijadikan sebagai alternative pada suasana sosial yang sama meski dengan lokus berbeda. Untuk menjawab permasalahan penelitian digunakan pendekatan etnografi dan analisis fenomenologi yang dikembangkan oleh Moustakas. Beranjak dari data yang ditemukan di lapangan dapat disimpulkan bahwa ada dua pola dakwah yang berkembang di Aoma-Ambesakoa yaitu: pola formal konvensional berbasis khutbah dan ceramah dan pola non formal berbasis komunitas. Pola pertama cenderung rigid sedangkan pola kedua bersifat fleksibel. Pola kedua merupakan model dakwah pembebasan, solutif dan efektif membangun visi inklusiv masyarakat setempat yang selama ini terkunkung oleh ethnocentrisme yang ditandai melalui perekayasaan ruang berbasis ideologi (zona eksklusiv) sebagimana tercermin dalam sejarah hidup mereka selama ini. Temuan penelitian menunjukan, media dakwah inklusiv dikedua tempat, tidak berada pada jalur formal konvensional tetapi justru berada pada pendekatan non formal berbasis komunitas. Namun demikian, kedua jalur tersebut harus berpadu dan saling mengisi, mengingat jika nilai-nilai inklusiv hanya berada pada media tunggal yaitu jalur non formal berbasis komunitas sementara jalur formal konvensional tidak dibenahi dan tetap bertahan dengan model paradigma dakwah berbasis penguatan iman plus penegasian, dikhawatirkan nilai-nilai inklusiv yang dihantar oleh dakwah non formal akan kehilangan ruh keagamaan alias layu dan lesuh dara. Sebab model dakwah non formal berbasis komunitas sebagai katalisator energi inklusiv yang tidak ditopang dengan model formal konvensional, dikhawatirkan tidak dapat menjadi media tumbuh yang subur bagi pohon inklusiv.
DAKWAH BERBASIS MULTIKULTUR (Paradigma dan Strategi Tokoh Agama Dalam Membangun Harmoni Antar Iman Di Kendari) Muhammad Alifuddin
Jurnal Dakwah: Media Komunikasi dan Dakwah Vol 16, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.112 KB) | DOI: 10.14421/jd.2015.16103

Abstract

Kajian tentang hubungan antar agama di Kendari belum banyak dilakukan oleh para peneliti. Fokus masalah yang akan ditelaah adalah respon dan paradigma tokoh agama Kendari terhadap keragaman etnik dan agama, serta bagaiamana strategi dakwah yang mereka kembangkan dalam upaya memelihara harmoni antar iman. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan dan sikap tokoh agama di Kendari terhadap keberagaman etnik dan agama, secara umum mengacu pada paradigma hormat mengormati dan saling menghargai. Bila ditilik lebih dalam, respon mereka terhadap keberagamaan pihak lain berada pada tataran inklusif hegemonistik sebagaiman yang disebutkan oleh Ninian Smart. Yaitu perspektif yang memandang agama lain memiliki sisi kebenaran, namun mereka tetap memprioritaskan pada agama yang dianutnya. Atau dalam perspektif Mukti Ali masuk dalam kategori agree in disagreement. Bila ditilik dari materi-materi dakwah yang disampaikan oleh para tokoh agama di hadapan objek dakwah telah mengindikasikan adanya peranan para tokoh agama di daerah ini dalam memelihara hubungan harmonis antarumat beragama.
School of Anak Laut (Sea Children): Educational Philanthropy Movement in Bajo Community of Three-Coral World Center Muhammad Alifuddin; Alhamuddin Alhamuddin; Nurjannah Nurjannah
Jurnal Iqra' : Kajian Ilmu Pendidikan Vol 6 No 1 (2021): Jurnal Iqra' : Kajian Ilmu Pendidikan
Publisher : Institut Agama Islam Ma'arif NU (IAIMNU) Metro Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25217/ji.v6i1.1057

Abstract

This article provided an anlytical description of the Muhammadiyah philanthropic movement to the Bajo community in Wakatobi. There were three important points hacked in this study, namely: (1). Why did Muhammadiyah choose the domain of education for its philatropical movement in the Bajo community? (2). what was the pattern of Muhammadiyah's educational philanthropic movement in the Bajo community? (3). what was the Bajo community's response to the Muhammadiyah-based pure Islamic education philanthropy movement? Data collection was done through in-depth interviews, observation and documentation. Analyzing data used hermeneutic phenomenology approach. The results showed that the choice of moving in the realm of education by the local Muhammadiyah community was due to the essence of the education movement as a fulcrum for determining the quality of human resources, on the other hand expensive quality education services made most Bajo children to choose to go to sea rather than go to school. The choice of educational philanthrophy by Muhammadiyah was also due to the psycho-social reality of local children who were suspected of "experiencing" an inferiority complex when they interacted with the mainland children's community. The philanthropic movement pattern implemented by the local Muhammadiyah community was based on the philanthropic social movement, namely to form awareness of the local community about the urgency of education for future life continuity by relying on a belief system or religious basis. The smart work of the Muhammadiyah community combined with the positive action approach made the pure Islamic idea could be transformed into the Bajo cultural space through education and teaching in a natural humanistic manner, without causing controversy. Keywords: Educational Philanthrophy, Bajo Community, Educational Philanthrophy Movement
MAHAR DAN BHOKA (DILEKTIKA AGAMA DAN ADAT PADA MASYARAKAT MUNA DI KENDARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM) Muhammad Alifuddin; Suhiat Suhiat; Laode Anhusadar
istinbath Vol 19 No 2 (2020): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/ijhi.v19i2.273

Abstract

This research is an ethnographic study of religious and traditional dialectics in marriage rituals in the Muna environment. All data in the study came from observations, in-depth interviews, and document studies. Considering that this research is related to aspects of law practice that live in the socio-cultural space, the data analysis is carried out using a hermeneutic phenomenological approach. The integration of bhoka as a value or amount of dowry in the perspective of Islamic law can be seen as urf. A serious problem related to the implementation of bhoka giving as a dowry value is more caused because in many cases the dowry which is actually the right of a wife is shifted into or divided among the family, even to some figures. adat who witnessed the process. This reality has the potential to violate the norms of applying dowries in Islamic law, thus necessitating new agreements to reformulate the pattern of implementing dowries and bhoka which can lead people to practice religion and customs side by side without any potential violations of values. Therefore if the bhoka itself can be categorized as sahih urf. However, the shift in the subject of the right to dowry which is assessed by bhoka, leads to the potential for violating the law, and or the creation of urf which is counterproductive to Islamic values.
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pendidikan: Sejarah Eksistensi Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Sulawesi Tenggara Muhammad Alifuddin
Al-TA'DIB: Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan Volume 14 Nomor 1 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/atdbwv14i1.2197

Abstract

This article presents an analytical description of the Muhammadiyah movement in the field of higher education services in Southeast Sulawesi. Data was garnered from in-depth interviews, observations and documents which were analyzed through the stages of data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of data analysis show that there are two main factors that move Muhammadiyah to establish universities in Southeast Sulawesi. First, internal factors such as moral awareness to build civilization through education. Second, external factors such as situational "pragmatic" dimensions and the influence of geo-political dimensions. This study shows that the success of Muhammadiyah in establishing universities is closely related to the collegial collective character and the strength of Muhammadiyah's philanthropic ethos. The large network of Muhammadiyah universities makes this organ gains social legitimacy as a reliable and trusted organ in higher education governance. The capital of cultural strength and social networks by Muhammadiyah activists is mobilized intelligently through elegant framing, so that in the end this organ is not only able to establish and build but also can advance higher education in a sustainable manner.Keywords: Higher education; Muhammadiyah; social movement theory
Lukisan Analitik tentang Etos Filantropi Muhammadiyah Sulawesi-Tenggara Pada Era Akhir Orde Baru dalam Perspektif Gerakan Sosial Muhammad Alifuddin; Nurjannah Nurjannah
Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam Vol 6, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : IAIN Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/zjpi.v6i2.1964

Abstract

Penelitian bertujuan mendeskripsikan secara Analitik tentang Etos Filantropi Muhammadiyah di Sulawesi Tenggara pada Akhir Era Orde Baru. Data-data penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen.  Seluruh data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan paradigma Miles dan Huberman. Merujuk pada data serta analisis yang dilakukan diperoleh kesimpulan (1). Realitas infrastruktur gedung Muhammadiyah (GDM) adalah fakta tentang karakter kerja keras, persatuan dan kekuatan berderma elemen Muhammadiyah. Etos berderma elemen organ ini terus bergerak, kendati mereka berada dalam ruang struktur sosial politik tertutup. (2) Daya filantropi elemen Muhammadiyah didorong oleh semangat berfastabiqulkhairat  yang dinarasikan oleh aktor melalui framing yang elegan sehingga memicu semangat berkompetisi anggota Muhammadiyah dalam membangun monumen  kebaikan untuk semua. (3). Ruang struktur politik tertutup serta minimnya sumber pendanaan, bukan hambatan bagi Muhammadiyah merealisasikan infrastruktur sebagai pusat menkordinasikan kegiatan organisasi. Realitas ini menyajikan fakta tentang kuatnya etos filantropi warga Muhammadiyah. Implikasi umum dari penelitian ini adalah bahwa semangat berfastabiqul khairat terbukti dapat memicu etos filantropi elemen sosial.  
Deskripsi Analitik atas Gerak Pertumbuhan dan Perkembangan Institusi Pendidikan Tinggi Muhammadiyah di Sulawesi Tenggara Muhammad Alifuddin; Samritin Samritin; Rosmini Rosmini
Sang Pencerah: Jurnal Ilmiah Universitas Muhammadiyah Buton Vol 8 No 1 (2022): Sang Pencerah: Jurnal Ilmiah Universitas Muhammadiyah Buton
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Buton

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1034.199 KB) | DOI: 10.35326/pencerah.v8i1.1990

Abstract

Penelitian ini adalah upaya mendeskripsikan secara analitik tentang pertumbuhan dan perkembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di Sulawesi Tenggara. Data-data yang digunakan dalam tulisan ini selain bersumber dari hasil wawancara, pengamatan dan telaah dokumen. Seluruh data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan paradigma Miles dan Huberman. Penelitian ini menyimpulkan: (1) secara historis pertumbuhan dan perkembangan PTM di Sultraawesi tidak dapat dilepaskan dengan dinamika politik yang sedang berkembang. Lima PTM yang kini eksis, seluruhnya terwujud dalam suasana politik yang terbuka dan atau berbasis pada penilian yang fair, jauh dari praktik politik sektarian/partisan; (2) selain faktor keterbukaan sistem politik, Pertumbuhan dan perkembangan PTM di wilayah ini, terkait erat dengan kemampuan SDM persyarikatan mengelola setiap momen sebagai momentum untuk mewujudkan monumen infrastruktur akal budi. Hal tersebut terjadi karena kekuatan jaringan Muhammadiyah, sifat kolektif kolegial dan kuatnya etos filantropi warga Muhammadiyah. Modal sosial budaya tersebut dapat dikelola dan dimobilisasi secara elegan sehingga pada gilirannya memberi kekuatan bagi penggiat persyarikatan di wilayah ini untuk tidak sekedar mengembangkan PTM yang telah ada tetapi juga membangun PTM baru; (3) peningkatan jumlah dan kualitas PTM di Sultra terjadi karena seluruh kekuatan modal sosial budaya plus jaringan luas yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah dapat dikelola dan diaktualkan melalui proses framing yang cerdas dan elegan. Melalui sosialisasi, promosi dan pemasaran ide yang faktual memantik banyak pihak untuk terlibat guna maju bersama Muhammadiyah untuk membangun dan mengembangkan PTM di Sulawesi Tenggara.