Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

KESINAMBUNGAN POLITIK HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI Muh. Risnain
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 3, No 3 (2014): December 2014
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.805 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v3i3.28

Abstract

Kesinambungan politik hukum pemberantasan korupsi merupakan hal penting yang akan dihadapi oleh pemerintah dalam melaksanakan program-program pemberantasan korupsi pada masa yang akan datang. Oleh karena itu penting dibahas apakah instrumen politik hukum pemberantasan korupsi yang telah ada akan mengikat pemerintahan yang baru dan bagaimana konsep keberlanjutan pemberantasan korupsi yang tepat bagi rezim pemerintahan yang baru. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat dipaparkan bahwa politik pemberantasan korupsi yang telah dituangkan dalam Tap MPR No.VIII/ MPR/ RI Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP dan Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 merupakan instrumen hukum yang mengikat pemerintahan Jokowi pada 2014-2019. Konsep yang akan menjamin kesinambungan pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi adalah dengan melakukan sinkronisasi peraturan perundang-undangan di bidang politik hukum pemberantasan korupsi. Untuk menjamin konsep tersebut berjalan dengan baik maka Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum dan HAM hendaknya melakukan koordinasi dalam penyusunan rancangan RPJMN 2014-2019.Sustainability of legal policy concerning eradication of corruption is urgent problem faced by government in conducting corruption eradicating programs in the future. Therefore, it is important to discuss wether existing legal policy instruments of corruption eradication laws have binding power to rule new government and how the concept of sustainability to eradicate corruption that is suitable for the new regime. By using normative juridical research method can be described that the eradication of corruption policy has been outlined in the People Consultative Council Decree Number VIII/MPR/RI year 2001 regarding Recommendations of policy’s direction on prevention and eradication of corruption, collusion and nepotism. Law Number 17 year 2007 regarding Long term National Development Plan and Presidential Regulations Number 55 year 2012 regarding National Strategy for the Prevention and Eradication of Corruption Long Term year 2012-2025 and Medium Term year 2012-2014 is a binding legal instrument for President Jokowi’s governance reign 2014-2019. The legal concept that guarantees the continuity of eradication of corruption President Jokowi’s governance eradication of corruption programs is by doing synchronization of legislation in corruption eradication legal policy. In order to guarantee that those concepts running well thus the ministry of national development planning, ministry of state secretary, and the ministry of law and human rights should be coordinating in promulgation of national medium term national development planning’s draft.
Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi Dalam Mewujudkan Kedaulatan Energi Nasional Muh. Risnain
Unizar Law Review (ULR) Vol 1 No 1 (2018): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (599.689 KB)

Abstract

Perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah amanat konstitusional yang perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan kemandirian energi nasional. Perubahan-perubahan itu perlu memperhatikan aspek kebijakan energi nasional dan juga hukum internasional. Kemandirian energi nasional jika proses produksi dan distribusi minyak dan gas bumi memperhatikan kebutuhan dalam energi sebagai prioritas. Perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi harus mampu menyeimbangkan kepentingan nasional dan perubahan kebijakan energi internasional.
Pelaksanaan Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembentukan Peraturan Daerah (Studi Di Kota Mataram) Irawan Kusumahadi; Kaharudin Kaharudin; Muh Risnain
SOSIO DIALEKTIKA : JURNAL ILMU SOSIAL HUMANIORA Vol 6, No 1 (2021)
Publisher : LP2M

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/sd.v6i1.4585

Abstract

This paper is to examine the implementation of community participation in the process of forming regional regulations in Mataram City. This study uses a sociological (empirical) juridical legal research method with a statutory approach and a sociological approach. The results of the study show that the implementation of community participation in the process of forming regional regulations in Mataram City using information technology channels through an application called Partner (community participation in the formation of regional regulations) based on mobile phones, is considered to be able to overcome obstacles in the manual participation process. has not been fully implemented in accordance with the provisions of laws and regulations, especially in fulfilling the provisions for the involvement of the community in the process of forming regional regulations which refer to Article 354 Paragraph (1), (3), (4) and (5) Law Number 23 Year 2014 regarding Regional Government as amended several times, most recently by Law Number 9 of 2015 and Article 2, 3 and Article 4 of Government Regulation Number 45 of 2017 concerning Community Participation in the Implementation of Regional Government, because the application is not supported by the legality of its utilization and human resources who manage the application. So that the implementation of community participation in the process of forming regional regulations in the City of Mataram has not been maximal and the resulting regional regulations cannot be said to have a responsive legal character.
Tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Sengketa Kepemilikan Pulau Berhala Muh. Risnain
Jurnal Konstitusi Vol 11, No 3 (2014)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.148 KB) | DOI: 10.31078/jk1133

Abstract

The Decicion  of Constitutional Court concerning Berhala Island not a dispute  of property belonging under civil law. This dispute are constitutionality of the law concerning establishsing a new local government to the UUD 1945. Under Decicion of Constitutional Court in case No. 32/PUU-X/2012 and No. 62/PUU-X/2012 judge of Constitutional Court interpretation law about establishsing a new local government not based on legal constitutionality of that law to the UUD 1945. The interpretation of judge of Constitutional Court based on recognition and respective to high court decicion in case judicial review about Berhala Island.
KRIMINALISASI HAKIM DAN EKSISTENSI PRINSIP JUDICIAL INDEPENDENCE DALAM BINGKAI NEGARA HUKUM Muh Risnain
Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 2, No 3 (2013)
Publisher : Pusat Strategi Kebijakan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/jhp.2.3.2013.325-336

Abstract

Legal policy throught criminalization of judge by the law are abuse of judicial indpence and threat of rule of law principle while regulate by the constitution. And it is shown that quo vadis of criminalization policy when drafting the law. To solve this problem, there are two step, firstly, House of representative and President as state organs who have authority to arrange the law must pay attention principle of judicial indepence and rule of law, second, reorientation of criminal policy. Keywords: Criminalization, Judicial Independence and Rule of Law.
Penyelesaian Sengketa Batas Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Antara Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Barat Yunanto Estika Wardhana; Galang Asmara; Muh Risnain
Jatiswara Vol. 37 No. 3 (2022): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v37i3.434

Abstract

Kabupaten Lombok Tengah merasa dirugikan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 93 Tahun 2017 tentang Penetapan Batas Daerah Kabupaten Lombok Tengah dengan Kabupaten Lombok Barat, yakni terdapat wilayah dibagian selatan Kabupaten Lombok Tengah yang masuk sebagai wilayah Kabupaten Lombok Barat. Dari latar belakang tersebut ditarik permasalahan mengenai mekanisme dan prosedur penyelesaian sengketa batas wilayah antar kabupaten dalam sistem pemerintahan daerah dan upaya penyelesaian sengketa batas wilayah antara Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Barat.Dalam hal memecahkan masalah atau menjawab permasalahan, digunakan jenis penelitian normatif empiris dengan menggunakan 3 metode pendekatan yaitu Pendekatan Konseptual (conceptual approach), Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) yang dikaji dan dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif-deskriptif untuk menghasilkan suatu kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mekanisme dan prosedur penyelesaian sengketa batas wilayah antar kabupaten dapat dilakukan melalui metode non hukum (negosiasi dan mediasi) dan metode hukum melalui sarana peradilan. Adapun upaya penyelesaian sengketa batas wilayah antara Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Barat, dikarenakan telah terbit Permendagri Nomor 93 Tahun 2017 Tentang Batas Daerah Kabupaten Lombok Barat Dengan Kabupaten Lombok Tengah, maka penyelesaiannya hanya dapat dilakukan melalui metode hukum melalui sarana peradilan. Dalam hal ini pihak yang keberatan atau merasa dirugikan atas terbitnya Permendagri Nomor 93 Tahun 2017 Tentang Batas Daerah Kabupaten Lombok Barat Dengan Kabupaten Lombok Tengah dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung.
PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP KENDARAAN YANG MUATANNYA MELEBIHI DAYA ANGKUT DAN DIMENSI BERDASARKAN UDANG-UNDANG NO.22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI PULAU LOMBOK Abuzar .; Gatot Dwi Hendro Wibowo; Muh. Risnain
Jurnal Education and Development Vol 10 No 3 (2022): Vol.10. No.3 2022
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.288 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis terhadap kendaraan yang muatannya melebihi daya angkut dan dimensi berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan di pulau Lombok, untuk mengetahui dan menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan pengawasan terhadap kendaraan yang muatannya melebehi daya angkut dan dimensi di pulau Lombok. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Pelaksanaan pengawasan terhadap kendaraan yang muatannya melebihi daya angkut dan dimensi berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan di pulau Lombok. Pelaksanaan pengawasannya dilakukan oleh pegawai Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Bertais dengan melakukan tindakan-tindakan: Koordinasi kerja dengan Dinas Perhubungan Provinsi, Kepolisian, dan Kementerian Perhubungan, melakukan sanksi penindakan pidana denda berupa sanksi tilang terhadap kendaraan yang muatannya melebihi daya angkut dan dimensi serta sarana dan prasarana yang belum memadai, faktor – faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pengawasan terhadap kendaraan yang muatannya melebihi daya angkut dan dimensi di pulau Lombok, faktor hukum dengan perubahan kewenangan dari Dinas Perhubungan Provinsi ke Pemerintah Pusat, faktor sarana dan prasarana yang kurang mendukung dalam pelaksanaan pengawasan terhadap kendaraan yang melebihi daya angkut dan dimensi, faktor budaya pengusaha dan pengemudi yang rendah sehingga tidak memperhatikan keamanan dan keselamatan di jalan. Melalui penelitian ini peneliti menyarankan beberapa hal : pertama, perubahan kewenangan dari Provinsi ke Pusat harus disertai dengan pelimpahan aset dan sumber daya manusia. kedua, perlu peningkatan jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bertugas mengawasi kendaraan di jembatan timbang. Ketiga, perlu memberikan sosialisasi kesadaran hukum terhadap pengusaha dan pengemudi terhadap keselamatan dan keamanan di jalan.
Pelaksanaan Pengawasan terhadap Notaris yang Merangkap Jabatan sebagai Anggota DPRD di Kota Mataram Fani Shania Putri; M. Galang Asmara; Muh. Risnain
Indonesia Berdaya Vol 4, No 3 (2023)
Publisher : UKInstitute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47679/ib.2023489

Abstract

Penelitian ini bertujuan: Pertama, mengetahui dan menganalisa pelaksanaan pengawasan terhadap notaris yang merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kota Mataram dan kedua, Untuk mengetahui dan menganalisa hambatan pengawasan terhadap notaris yang rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kota Mataram. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum Normatif-empiris. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, Pelaksanaan Pengawasan terhadap Notaris yang merangkap jabatan  sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kota Mataram dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, pertama, faktor hukum, Undang-Undang Nomor 30 tahun tahun 2004 tentang Jabatan Notaris hanya mengatur larangan rangkap jabatan sebagai pejabat negara dan tidak melarang rangkap jabatan sebagai pejabat daerah, kedua, faktor non-hukum, minimnya koordinasi antara Ditjen AHU Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Majelis Pengawas Daerah dalam Pengawasan Notaris. Kedua, Hambatan Pelaksanaan Pengawasan Notaris yang merangkap jabatan menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kota Mataram, yaitu: Hambatan yuridis hambatan Struktural dan Hambatan Budaya. Hambatan yurirdis karena UUJN tidak mengatur larangan bagi notaris untuk merangkap jabatan sebagai pejabat daerah dan kewajiban penyerahan notaris bagi pejabat daerah yang diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hambatan Struktural yiatu kurangnya koordinasi antara Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dengan Kementrian Hukum dan HAM dalam pengawasan notaris dan Hambatan Budaya, Faktor budaya, yaitu rendahnya kesadaran hukum dari oknum notaris untuk melepaskan jabatan notaris ketika dia menjabat sebagai anggota DPRD dan rendahnya kesadaran masyarakat sebagai pengguna jasa notaris dalam melaporkan oknum notaris yang merangkap jabatan.
Pelaksanaan Kewajiban Notaris Memberikan Jasa Hukum Di Bidang Kenotariatan Secara Cuma-Cuma Kepada Orang Yang Tidak Mampu Di Kota Mataram ( Studi di Notaris Kota Mataram) Sukma W, Pebriana Putri; Djumardin, Djumardin; Risnain, Muh.
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i1.91

Abstract

Kategorisasi bantuan hukum secara cuma-cuma bukan hanya terdapat pada hasil akhir akta yang dibuat, tapi ketika seorang datang untuk berkonsultasi dengan hasil akhir tanpa akta, maka itu juga termasuk bantuan hukum secara cuma-cuma, karena seorang Notaris tidak mungkin memungut honorarium dari hasil disiplin ilmu yang dimilikinya. Sanksi yang dibuat untuk menjatuhkan para Notaris yang tidak melaksanakan amanat Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) juga tidak diimplementasikan secara baik. Hal ini dikarenakan tidak adanya masyarakat yang mengajukan permohonan ke Majelis Pengawas Daerah bahwa masyarakat tersebut tidak dilayani secara baik oleh Notaris. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kewajiban notaris memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara Cuma-Cuma kepada orang yang tidak mampu di kota mataram dan faktor penghambat dalam pelaksanaan pemberian jasa hukum Cuma-Cuma. Jenis penelitian yang digunakan yaitu normative-empiris dengan pendekatan sosiologis hukum. Teknik pengumpulan data menggunakan Teknik wawancara (interview) dan Analisa bahan hukum dianalisis secara kualitatif dengan menggunkan metode deskriptif.
Penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilihan Umum Kepala Daerah (Study di Kota Bima Dan Kabupaten Bima) Ilham, Ilham; Parman, Lalu; Risnain, Muh.
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i1.109

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisis tentang Mekanisme dan kendala-kendala dalam penegakan Hukum Tindak Pidana Pemilukada di Kota Bima dan Kabupaten Bima. Jenis Penelitian Sosio-Legal. Metode pendekatan Menggunakan Pendekatan Perundang-undangan, Konsep, dan Sosiologis. Mekanisme penegakan Hukum tindak Pidana Pemilukada dilakukan oleh Sentra Gakkumdu yaitu Dimulai dari adanya laporan, diregistrasi dan diteruskan Kepada Sentra Gakkumdu kemudian dilakukan Penyelidikan dan dibuatkan Laporan lalu dilakukan Rapat Pleno, Hasilnya kemudian dilakukan penyidikan oleh penyidik, Hasil dilimpahkan ke Kejaksaan untuk Prapenuntutan. Jaksa melimpahkan berkas kepada Pengadilan Negeri lalu disidangkan oleh Majelis khusus dan diputus Inkrah. Apabila diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan. Kendala-kendala dalam penegakan Hukum tindak Pidana Pemilukada yaitu Pertama Kendala Substansi Hukum seperti adanya Batasan Waktu, Perbedaan Interprestasi, dan Lemahnya Pengaturan tentang Money Politic dan Penahanan. Kedua, Kendala Struktur Hukum yaitu Perbedaan persepsi anggota Gakkumdu mengenai operasi tangkap tangan, Kurangnya sarana dan fasilitas, Sumber Daya Manusia serta Anggaran. Ketiga, Kendala Budaya Hukum yaitu keengganan masyarakat melaporkan dugaan tindak Pidana Pemilihan dan menganggap Money Politics adalah lumrah dalam setiap Pemilukada.