Hendriana, Rani
Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Published : 31 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

PENERAPAN PEMBUKTIAN OBSTRUCTION OF JUSTICE OLEH ADVOKAT LUCAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI KASUS LIPPO GROUP (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 90/Pid.Sus/TPK/2018/PN. Jkt.Pst dan Putusan Nomor 13/Pid.Sus/TPK/2019/PT.DKI) Reza Khaeru Umammi; Sanyoto Sanyoto; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.2.54

Abstract

Korupsi terjadi secara sistematis dan meluas sehingga pemberantasannyaharus dilakukan dengan cara yang luar biasa. Kendala dalam penegakanpemberantasan tindak pidana korupsi salah satunya adalah banyaknyaperbuatan yang bersifat menghalangi proses peradilan tindak pidana korupsi.Perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atautidak langsung penyidikan terhadap tersangka dalam perkara korupsi disebutObstruction Of Justice. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahyuridis normatif dengan menggunkanan metode pendekatan analitis danperbandingan, serta spesifikasi penelitian yaitu preskripif. Berkaitan denganpembuktian, Terdakwa atas nama Lucas sebagai Advokat telah terbuktimelakukan Obstruction Of Justice dalam proses penyidikan korupsi penyuapanpanitera yang dilakukan oleh Eddy Sindoro. Hasil penelitian menunjukkanbahwa terdapat perbedaan penjatuhan pidana pada Putusan No.90/Pid.Sus/Tpk/2018/PN. Jkt Pst dan Putusan No.13/Pid.Sus/Tpk/2019/PT.DKI. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mengurangihukuman agar tidak terjadi disparitas yang tinggi maka pidana yang dijatuhkankepada Eddy Sindoro selaku Pleger dengan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Lucas sebagai Medepleger tidak boleh terlalu tinggi perbedaanpidana yang dijatuhkan. Putusan ini dianggap tidak tepat karena merupakanpenjatuhan sanksi pidana pada perkara yang berbeda antara Eddy Sindoro(Korupsi Lippo) dan Terdakwa Lucas (Obstruction Of Justice), sehingga justrumenghilangkan esensi filosofis dibentuknya Pasal 21 Undang-Undang Nomor31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Termasukdikesampingkannya aspek yuridis yang menunjukkan peranan terdakwa dalamterjadinya Obstruction Of Justice dan profesi Terdakwa sebagai Adovokatseharusnya sebagai dasar yang memberatkan, dan aspek sosiologis yaknidikesampingkannya tujuan dan manfaat hukum dalam pencegahan ObstructionOf Justice.Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Obstruction Of Justice, PutusanPengadilan
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA SUAP YANG DILAKUKAN OLEH ADVOKAT (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1319 K/Pid.Sus/2016) Arifah Nur’aina; Kuat Puji Prayitno; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.2.145

Abstract

Salah satu tindak pidana korupsi di Indonesia adalah tindak pidana suap.Suap yaitu tindak pidana dengan cara memberi sesuatu yang bertujuan untukmempengaruhi kebijakan seseorang agar mau berbuat sesuatu atau tidakberbuat sesuatu sesuai dengan permintaan yang memberi suap. Penelitianini bersumber pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1319 K/Pid.Sus/2016mengenai perkara pidana tindak pidana suap yang dilakukan oleh seorangAdvokat senior yaitu Otto Cornelius Kaligis. Tujuan penelitian ini adalah untukmenganalisis penerapan unsur-unsur tindak pidana suap yang dilakukanAdvokat dan menganalisis pertimbangan hukum hakim dalam penjatuhansanksi pidana pada Advokat pelaku tindak pidana suap pada putusanMahkamah Agung. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridisnormatif dengan penelitian preskriptif. Sumber data berupa data sekunder.Metode pengolahan data menggunakan reduksi data, display data, dankategorisasi data. Metode pengumpulan data berupa studi kepustakaan(library research). Metode penyajian data menggunakan teks naratif. Metodeanalisis data menggunakan metode kualitatif. Berdasarkan hasil analisismenunjukkan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindakpidana suap yakni pasal 6 Ayat (1) huruf a UU no. 31 tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah denganUU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1KUH jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Pertimbangan hukum hakim dalampenjatuhan sanksi pidana kepada Advokat pelaku tindak pidana suap padaputusan Mahkamah Agung Nomor 1319 K/PID.SUS/2016 berorientasi padapenerapan Pasal 197 Ayat (1) huruf (f) KUHAP sehingga permohonan kasasidari Penuntut Umum patut untuk dikabulkan dengan pidana penjaradiperberat dari 7 (tujuh) tahun menjadi 10 (sepuluh) tahun.Kata Kunci: Advokat, tindak pidana suap, sanksi pidana advokat
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG TUMBUH DAN BERKEMBANG DI LINGKUNGAN LEMBAGA PEMASYARAKTAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta) Meidico Rahmandrian; Dwi Hapsari Retnaningrum; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 3, No 4 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.4.159

Abstract

Tiap anak pada dasarnya memiliki hak yang sama, yaitu mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Namun demikian, dalam realitanya tidak semua anak pada kondisi sejahtera, sebagai contoh anak yang turut hidup, tumbuh dan berkembang di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dikarenakan sang Ibu harus menjalani pidana penjara atau kurungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan lembaga pemasyarakatan dan faktor-faktor penghambat perlindungan hukum terhadapnya di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Jenis dan sumber data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Penentuan informan penelitian menggunakan metode purposive sampling dan snowball sampling. Data yang diperoleh diolah dengan reduksi data, display data, dan kategorisasi data. Penyajian data dalam bentuk uraian naratif dan  analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan Lembaga Pemasayarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta cukup berjalan dengan baik di mana sebagian besar hak anak telah terpenuhi meliputi hak untuk mendapat maknan yang layak dan layanan kesehatan. Adapun faktor penghambat perlindungan hukum terhadap anak yang tumbuh dan berkembang di dalam LAPAS berkaitan dengan aspek komponen substnasi hukum dan struktur hukum.Kata Kunci : Perlindungan hukum, Anak, LAPAS.
DISPARITAS PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH RECIDIVE ANAK (Studi Putusan No.13/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Kdi dan Putusan No.15/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Skh) Fadya Shafa Fadillah; Setya Wahyudi; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2022.4.2.186

Abstract

Hakim dalam memutus perkara seringkali ditemukan disparitas. Berdasarkan Putusan No. 13/Pid.Sus.Anak/2016/PN.Kdi terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi rumusan delik Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dan dijatuhi dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan, sedangkan dalam Putusan  No. 15/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Skh perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi rumusan delik Pasal 363 Ayat (1) ke-5 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dan dijatuhi putusan yaitu dikembalikan kepada orang tua. Berdasarkan kedua putusan tersebut, perbuatan terdakwa pada dasarnya sama dan terdakwa sama-sama melakukan pengulangan tindak pidana (recidive), oleh karenanya terlihat adanya disparitas pidana. Penelitian ini bertujuan mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam putusan yang menimbulkan disparitas dan mengetahui faktor penyebab terjadinya disparitas pemidanaan. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum secara yuridis normatif, dengan metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Spesifikasi penelitian ini adalah perskriptif, dengan jenis dan sumber data sekunder, dan analisis data dilakukan secara deskrtiptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa status terdakwa dalam Putusan  No. 15/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Skh sebagai seorang recidivis tidak mempengaruhi adanya pemberatan pidana. Disparitas pemidanaan dalam tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam kedua putusan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian berdasarkan sumbernya, yakni sistem pemidanaan, falsafah pemidanaan, dan disparitas pidana yang bersumber dari kemandirian hakim.Kata Kunci: Disparitas, Tindak Pidana Pencurian, Recidive, Anak.
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA SEBAGAI BENTUK ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Kepolisian Resor Banyumas dan Kantor Advokat Hak & Partners) Ardan Yuwafi; Antonius Sidik Maryono; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.2.150

Abstract

Tersangka wajib dianggap tidak bersalah sampai dinyatakan kesalahannya dipengadilan dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Oleh sebab itupenegak hukum harus tetap menghormati hak-hak tersangka khususnyatersangka tindak pidana narkotika. Tujuan penelitian ini untuk mengetahuiimplementasi hak-hak tersangka sebagai bentuk asas praduga tak bersalah padapenyidikan tindak pidana narkotika di Kepolisian Resor Banyumas. Penelitian inimenggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis empirisdan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Penelitian dilakukan di KepolisianResos Banyumas dan Kantor Advokat Hak & Partners. Data yang digunakanmeliputi data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data melaluiwawancara dan studi pustaka. Data yang diperoleh diolah dengan reduksi data,display data, katagorisasi data. Penyajian data dalam bentuk uraian teks naratif,dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwaimplementasi hak-hak tersangka tindak pidana narkotika sebagai asas pradugatak bersalah pada penyidikan Kepolisain Resor Banyumas sebagian besar telahsesuai dengan peraturan. Adapun hak-hak yang memerlukan perhatian lebihlanjut yakni mengenai hak bebas menyampaikan keterangan tanpa adanyatekanan hak mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma dan pasifnyaperan penasehat hukum pada tahap penyidikan. Adapun faktor-faktorpenghambat implementasi hak-hak tersangka sebagai asas praduga takbersalah pada tahap penyidikan antara lain dari substansi hukum yaitu sistemhukum yang masih bersifat Crime Control Model yang berimplikasi pada pasifnyaperan penasehat hukum pada penyidikan. Struktur hukum yaitu kurangnyaprofesionalitas Penyidik khususnya dalam mengontrol emosi dan tidak adanyalaboratorium forensik di wilayah Polresta Banyumas. Kultur hukum dalam hal inijustru menjadi faktor pendorong yakni kesadaran masyarakat untuk tidak mainhakim sendiri serta respon sosial terhadap tindakan Penyidik dapat mendorongPenyidik untuk bertindak sesuai dengan aturan hukum.Kata Kunci : Implementasi, asas praduga tak bersalah, tindak pidana narkotika.
PEMBUKTIAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP SAKSI A DE CHARGE DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Septian Chandra Arrozaqi; Rahadi Wasi Bintoro; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 4, No 4 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2022.4.4.2673

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pembuktian keterangan saksi a de charge dalam tindak pidana pencucian uang, serta dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analitis, pendekatan konseptual. Spesifikasi penelitian adalah deskriptif analisis. Jenis dan sumber data menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan dan studi dokumenter. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pertama, Kekuatan pembuktian keterangan saksi a de charge dalam Putusan Nomor 81/Pid.Sus/2019/PN.Jpa merupakan alat bukti yang diakui di dalam KUHAP sebagai alat bukti yang sah, namun majelis hakim tidak menggunakan saksi a de charge sebagai bahan pertimbangan hukumnya dikarenakan saksi a de charge yang dihadirkan tidak memiliki relevansi dengan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan terdakwa sehingga tidak memberi kesaksian yang meringankan terdakwa. Kedua, Majelis hakim telah menimbang aspek perbuatan maupun orangnya, kekuatan alat bukti, alasan penghapus pidana dan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Putusan hakim juga memenuhi landasasn yuridis, namun mengesampingkan landasan filosofis dan sosiologis. Seharusnya majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman yang lebih berat sesuai dengan dakwaan Penuntut Umum, agar dapat menjadi pedoman bagi masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh terdakwa.Kata Kunci:      Saksi A De Charge, Kedudukan dan Kekuatan Hukum, Tindak Pidana Pencucian Uang
KEBIJAKAN PEMBEBASAN NARAPIDANA MELALUI PEMBERIAN ASIMILASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN PENYEBARAN COVID-19 DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Sylfanny Dwi Koesnindary; Setya Wahyudi; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 3, No 4 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.4.160

Abstract

Salah satu yang berpotensi terkena Covid-19 adalah Narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu Pemerintah mengeluarkan Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyeberan Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2020, dan hambatan penerapan pembebasan narapidana dengan pemberian asimilasi Narapidana dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative, studi Pustaka terhadap data berupa data sekunder. Data yang diperoleh diolah dengan reduksi data, display data, dan kategorisasi data. Penyajian data dalam bentuk uraian teks naratif, dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dasar pertimbangan yang  melandasi dikeluarkannya Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2020 secara garis besar berpijak pada yaitu landasan yuridis, landasan sosiologis, dan landasan filosofis. Kebijakan penerapan pembebasan narapidana melalui pemberian asimilasi berdasarkan Peraturan Menteri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2020 mengalami hambatan, yaitu hambatan substansial; hambatan structural, hambatan kultural dan hambatan keterbatasan skill narapidana.Kata Kunci : Kebijakan, Asimilasi, Narapidana, Covid-19.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN INCEST DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI Styella Fitriana Adiningrum; Dwi Hapsari Retnaningrum; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2022.4.2.192

Abstract

Incest  adalah hubungan seksual di antara dua orang yang memiliki hubungan pertalian darah dan termasuk kekerasan seksual di ranah domestik, di mana perempuan kerap menjadi korban. Korban memiliki hak-hak yang harus dipenuhi guna menjamin perlindungan hukumnya. Unit PPA adalah unit yang bertugas untuk memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak sebagai korban. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum serta faktor penghambat dan pendukung perlindungan hukum terhadap perempuan korban Incest  di Unit PPA Bareskrim Polri. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan metode pendekatan kualitatif dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data kemudian diolah dengan menggunakan metode reduksi, display, dan kategorisasi data untuk selanjutnya disajikan dalam bentuk teks naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam upaya perlindungan hukum korban memiliki hak meliputi pendampingan hukum, tindakan khusus, dan tempat tinggal sementara. Faktor yang menghambat perlindungan hukum dari aspek substansi hukum adalah belum adanya pengaturan khusus mengenai Incest, dari aspek struktur hukum yakni ketidakseimbangan sumber daya manusia dan pelatihan yang belum menyeluruh, dan dari aspek kultur hukum adalah stigma masyarakat terhadap korban dan ketakutan korban untuk melapor. Faktor yang mendukung perlindungan hukum dari aspek substansi hukum adalah peraturan yang ada sudah menjamin hak-hak korban, dari aspek struktur hukum adalah adanya kerjasama antara Unit PPA dengan pihak terkait, serta dari aspek kultur hukum adalah meningkatnya edukasi di masyarakat tentang bahaya Incest .Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Perempuan, Korban, Incest , Viktimologi
Legal Protections for Victims of Sexual Violence and the Rights of Victims Silmi, Rhaniya; Hendriana, Rani; Budiyono, Budiyono; Barkhuizen, Jaco; Harahap, Salman Paris
Jurnal Dinamika Hukum Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.jdh.2024.24.1.3884

Abstract

WHO has conducted surveys from 2000 to 2018, revealing that out of 161 countries, at least one in three women in the world has experienced physical and/or sexual violence. Additionally, The United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women states that an estimated 35% of women worldwide have experienced physical and sexual violence. The issues addressed in this research are the specific regulations on sexual violence criminal acts in Law Number 12 of 2022 concerning the Sexual Violence Crime Law and the legal protection policy for victims of sexual violence. This research adopts a normative juridical approach, utilizing a literature review as well as secondary data analysis with a statute approach. The research findings indicate that the specific regulations in Sexual Violence Crime Law can be classified based on their definitions, types, evidence arrangements, victim rights, and criminal sanctions. The victim rights encompass the right to assistance, restitution, and compensation, the right to temporary protection, the right not to appear at trial, and the rights related to handling, protection, recovery, and rights for the family of victims of sexual violence criminal. The new regulations and provisions in Sexual Violence Crime Law have introduced many new innovations, particularly in legal protection policies that are oriented towards the rights of victims. However, some aspects still need to be considered to ensure the effective implementation of these regulations. It is necessary to promptly establish further implementing regulations regarding granting victims' rights.
Blue Carbon: Integrative Management of Coastal Ecosystems Based on Regional Autonomy Anwar, Muhammad Syaiful; Ruhtiani, Maya; Hendriana, Rani
Jambe Law Journal Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Faculty of Law, Jambi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jlj.6.2.185-204

Abstract

Coastal ecosystems are unlimited natural resources owned by archipelagic countries. The division of management of coastal areas in the use of blue carbon between the central government and regional governments based on regional autonomy needs special attention. The article implies a strat­egy that recognizes the importance of coastal ecosystems, particularly in blue carbon sequestration, and advocates for a comprehensive and decen­tralized management approach that considers the unique characteristics and needs of different regions. This approach aligns with the concept of regional autonomy, emphasizing the involvement of local authorities in decision-making processes related to the management of coastal ecosys­tems. The focus of this article is to determine the urgency for the state to have absolute control over coastal areas in utilizing blue carbon based on regional autonomy and to determine the extent to which the pattern of sustainable blue carbon policy management in coastal areas is a form of state accountability. This article shows that regional government participa­tion in blue carbon management in coastal areas must be done based on their restricted autonomy rights, a systematic and structured sustainable, integrative policy pattern in environmental management as a form of en­vironmental protection.