Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

PROBLEMATIKA DAN PROSPEK WAKAF PRODUKTIF DI INDONESIA Muntaqo, Firman
AL-AHKAM Volume 25, Nomor 1, April 2015
Publisher : Fakultas Syariah UIN Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (60.419 KB)

Abstract

Paper ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis problematika serta pros-pek perwakafan di Indonesia, utamanya pasca lahirnya Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Wakaf. Analisis terhadap problematika perwakafan terfokus pada manaje-men dan pengelolaan harta wakaf oleh lembaga wakaf yang masih tradisional dan jauh dari orientasi produktif sebagaimana yang diinginkan Undang-Undang Wakaf. Proble-matika ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal, seperti: Kurangnya sosialisasi tentang fiqh wakaf maupun peraturan perundangan; manajemen wakaf yang setengah hati, per-soalan komitmen nadzir, lemahnya sistem pengawasan kelembagaan, dan permasalah-an pendanaan. Lahirnya undang-undang wakaf diyakini sebagai terobosan awal yang memiliki  arti  signifikan  dan  strategis  dalam  rangka  memperkuat  prospek  lembaga perwakafan di Indonesia menjadi lebih baik. Hal itu setidaknya ditemukan dari beberapa indikator  dalam  undang-undang  wakaf,  yaitu:  pemikiran  progresif  tentang  wakaf produktif,  penguatan  kelembagaan  wakaf  secara  nasional,  penataan  administrasi manajemen wakaf, dan penegakan hukum perwakafan.***This paper aims to describe and analyze the problems and prospects of endowments (perwakafan) in Indonesia, mainly related to the enactment of Law No. 40 of 2004 on Waqf. An analysis of the problems focused on management of waqf properties by waqf institutions that are still traditional and far from productive orientation. The problems on waqf management are triggered by several things, such as: Lack of socialization on fiqh waqf and regulations about waqf from the state; not seriusly management of waqf, the issue of nadzir commitment, weak institutional monitoring system, and problems of funding. The enactment of the Law of Waqf believed to be the initial breakthrough has strategic and significant meaning in order to strengthen the better prospects of waqf institutions in Indonesia for tomorrow. It was at least found on some of the indicators in the Law of Waqf, namely: progressive thinking about productive waqf (cash  waqf), institutional strengthening on waqf, structuring the management of waqf administration, and law enforcement of waqf.***Keywords: Wakaf, UU No. 41 Tahun 2004, pemberdayaan masyarakat, nadzir
PROBLEMATIKA DAN PROSPEK WAKAF PRODUKTIF DI INDONESIA Muntaqo, Firman
Al-Ahkam Volume 25, Nomor 1, April 2015
Publisher : Faculty of Shariah and Law, State Islamic University (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.094 KB) | DOI: 10.21580/ahkam.2015.1.25.195

Abstract

This paper aims to describe and analyze the problems and prospects of endowments (perwakafan) in Indonesia, mainly related to the enactment of Law No. 40 of 2004 on Waqf. An analysis of the problems focused on management of waqf properties by waqf institutions that are still traditional and far from productive orientation. The problems on waqf management are triggered by several things, such as: Lack of socialization on fiqh waqf and regulations about waqf from the state; not seriusly management of waqf, the issue of nadzir commitment, weak institutional monitoring system, and problems of funding. The enactment of the Law of Waqf believed to be the initial breakthrough has strategic and significant meaning in order to strengthen the better prospects of waqf institutions in Indonesia for tomorrow. It was at least found on some of the indicators in the Law of Waqf, namely: progressive thinking about productive waqf (cash waqf), institutional strengthening on waqf, structuring the management of waqf administration, and law enforcement of waqf
Tunggu Tubang as a Method for Peaceful Inheritance Distribution of Semende Indigenous Peoples/Tunggu Tubang Sebagai Metode Pembagian Harta Waris secara Damai Masyarakat Adat Semende Salmudin, Salmudin -; Muntaqo, Firman; Hasan, KN. Sopyan
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 13, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j-fsh.v13i1.11028

Abstract

AbstractTunggu Tubang is a system of komunal woman inheritance in Semende Islamic society, which is still used today. This article aims to describe the position of Tunggu Tubang as the institution of the Customary Inheritance system and its relation to Islamic inheritance law. This research is classified as qualitative research, combining normative and empirical legal research. The results of this study indicate that Tunggu Tubang is a part of the implementation of Islamic inheritance law based on urf (habit), which has beneficial benefits (maqashid syariah) for managers and families, to be continued to generations of children and grandchildren and the preservation of the function of inheritance. Customary Inheritance Law with Tunggu Tubang Institution is an optional option, as a lex specialis Islamic inheritance law is based on the heirs agreement for islah (peace) in the distribution of inheritance, if they do not agree, they must return according to the provisions of Islamic Inheritance Law.Keywords: tunggu tubang; Islamic inheritance; adat law.AbstrakTunggu Tubang merupakan sistem kewarisan mayorat perempuan dalam masyarakat Islam Semende yang masih berlaku hingga saat ini. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan kedudukan Tunggu Tubang  sebagai pranata kewarisan hukum adat dalam hubungannya dengan hukum kewarisan Islam. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, penggabungan penelitian hukum normatif dan empiris.  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tunggu Tubang adalah bagian dari pelaksanaan hukum kewarisan Islam berdasarkan urf (kebiasaan) yang mempunyai manfaat kemaslahatan (maqashid syariah) bagi pengelola dan keluarga, untuk diteruskan kepada generasi anak cucunya serta kelestarian fungsi harta waris. Hukum kewarisan adat dengan pranata Tunggu Tubang merupakan opsi pilihan, sebagai lex specialis hukum kewarisan Islam berdasarkan adanya kesepakatan ahli waris untuk islah (perdamaian) dalam pembagian harta waris, apabila tidak sepakat harus kembali menurut ketentuan hukum kewarisan Islam.Kata Kunci: tunggu tubang; kewarisan Islam; hukum adat.
The Synchronization Process of Legal System in Tunggu Tubang Land Certification Firman Muntaqo; Mashudi Mashudi; Murzal Zaidan; Fahmi Yoesmar Ar-Rasyidi
JURNAL AKTA Vol 9, No 1 (2022): March 2022
Publisher : Program Magister (S2) Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/akta.v9i1.21090

Abstract

The study on the Tunggu Tubang Land Certification in the Semende area aims to examine 3 (three) problems, they are aspects of historical and sociological rechts supporting and inhibiting; synchronization of the legal system, as well as; alternative arrangements for facilitation of Tunggu Tubang land certification. The research used a normative juridical approach. The results of the study state that the study of synchronization of the legal system, there are no obstacles to the certification of Tunggu Tubang land, with the argument that the Tunggu Tubang land comes from private land (land of customary land), or civil rights/private rights/privaatrecht according to the western legal system, and does not include the power of rights. The Ulayat as common property of the community, therefore basically can be certified. Alternative facilitation of Tunggu Tubang land certification can be done by heeding the legal concept of the Tunggu Tubang Institution which stipulates that, Tunggu Tubang which contains the principles: There is land that is jointly owned by the descendants of the female line of the founder of Tunggu Tubang; there is an administrator who is not entitled to sell/transfer the land of Tunggu Tubang, but only manages it for the benefit of the descendants of the founder of Tunggu Tubang.
PENGADAAN TANAH PADA KAWASAN HUTAN BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI SEKTOR MIGAS Firman Muntaqo; Sri Turatmiyah; Bagoes Mahendra Jaya; Machdum Satria
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 9, No 2 (2020): VOLUME 9 NOMOR 2 NOVEMBER 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v9i2.921

Abstract

Pembangunan untuk kepentingan umum di bidang minyak dan gas bumi, adalah prioritas pembangunan nasional  berbatas waktu. Berbagai kendala dihadapi dalam proses pengadaan tanahnya, terlebih jika tanah yang diperlukan berada di kawasan hutan. Penelitian menyimpulkan, kendala pengadaan tanah di kawasan hutan adalah akibat perundang-undangan di bidang kehutanan bersifat sektoral, penggunaan tanah dengan konsep yang berbeda sebagai hutan, yang tidak berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria, mengakibatkan terjadinya tumpang tindih pengaturan terhadap objek yang sama (tanah), tidak sinkron dan tidak harmonis dengan Undang-Undang Pokok Agraria. Untuk mengatasi dan mengeliminir berbagai kendala tersebut, penting dan mendesak dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi Undang-Undangan Kehutanan dengan Undang-Undang Pokok Agraria, sebagai dasar pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di bidang minyak dan gas bumi di kawasan hutan. Dimasa mendatang, pemanfaatan tanah sebagai hutan oleh Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup seharusnya didasarkan pada Hak Pengelolaan Publik yang terdaftar, bersertifikat, yang secara administratif dikoordinir oleh Kementrian Agraria dan Tata Ruang.
SERTIPIKAT HAK MILIK YANG DIAKUI SEBAGAI ASET PERSEROAN TERBATAS DAN MENJADI JAMINAN HUTANG idrus maulana chatib; Firman Muntaqo; Amin Mansyur
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Volume 8 Nomor 2 November 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v0i0.389

Abstract

Abstrak: Pembangunan perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Demikian bunyi salah satu konsideran dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Kepemilikan Perseroan Terbatas atas sebuah hak atas tanah memiliki pembatasan dimana Perseroan Terbatas tidak dapat memiliki tanah dengan status hak milik. Hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh perorangan dan badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1963 tentang Penunjukan Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Untuk menjamin fasilitas kreditnya Perseroan Terbatas menggunakan sertifikat hak milik atas nama Direksi yang diakui sebagai milik Perseroan berdasarkan surat pernyataan dan pencatatan dalam laporan keuangan Perseroan. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa Perseroan adalah pemilik sebenarnya dari suatu hak milik atas tanah bukan merupakan sebuah kepastian hukum, namun pencatatan dalam laporan keuangan merupakan pengakuan sah bahwa suatu aset merupakan milik Perseroan Terbatas. Pencatatan tersebut harus ditindaklanjuti dengan perubahan nama dan status tanah sehingga sah menjadi milik Perseroan Terbatas, selama hal tersebut tidak dilakukan, maka Perseroan Terbatas tidak memiliki dasar hak untuk melakukan perbuatan hukum terkait tanah tersebut.Abstract: National economic development is carried out based on economic democracy with the principle of togetherness, equitable efficiency, sustainable, environmentally sound, independent, and maintaining a balance of progress and national economic unity which aims to realize the welfare of society. This is stated in the considerations of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies. Ownership rights of land can only be owned by individuals and legal entities stipulated by the Government in accordance with Government Regulation Number 38 of 1963 concerning the Appointment of Legal Entities that Can Have Ownership Rights of Land. In developing its business a Company requires the availability of funds or capital which at this time is often obtained through loans or credit to banking institutions. A statement stating that the Company is the actual owner of a land title is not a legal certainty, but the recording in the financial statements is a legitimate acknowledgment that an asset belongs to a Company. The registration must be followed up with changes to the name and status of the land so that it is legally owned by the Company, as long as this is not done, the Company does not have the right to carry out legal actions related to the land.
Pemerintahan Yang Baik dan Penyelesaian Konflik Lahan (Perkebunan) Yang Demokratis FIRMAN MUNTAQO
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 10, No 2 (2013): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5757.199 KB) | DOI: 10.35973/sh.v10i2.496

Abstract

Demokrasi itu adalah kedaulatan berada sepenuhnya di tangan rakyat, dan kebebasan itu bukan berarti mayoritas bisa berkuasa serta boleh mengabaikan peraturan dan landasan utama pembentukan sebuah negara maupun wilayah. Indonesia sedang dalam proses tranformasi demokrasi sebagaimana dicita-citakan para pendirinya dalam konstitusi. Tak terelakkan lagi, diperlukan kemampuan dari para pekerja demokrasi untuk mencari varian demokrasi yang compatible dengan konteks yang dihadapi.Terlepas dari upaya untuk menemukan format demokrasi yang compatible bagi peyelenggaraan negara dan pemerintahan, sejatinya dalam UUPA yang merupakan implementasi amanat Pasal 33 UUD NKRI 1945 telah meletakkan konsep dasar pengaturan pemanfaatan lahan/tanah atas dasar sistem ekonomi kerakyatan, sebagai perwujudan demokrasi ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai Politik Hukum Agraria, termasuk politik penyelesaian Konflik Lahan, termasuk bidang perkebunan. Berdasarkan UUPA yang menyatakan, bahwa hukum agraria nasional berdasarkan hukum adat, maka sejatinya pola pengelolaan dan pemanfaatan tanah pada level masyarakat yang terorganisir dalam kesatuan yang disebut “Masyarakat Hukum Adat” (misalnya “Marga” di Sumatera Selatan) telah menggambarkan bagaimana demokrasi lokal (Local Democracy) di praktekkan. Praktek demokrasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah pada masyarakat hukum adat seharusnya dapat menjadi bahan berharga dalam membentuk peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, sekaligus sebagai bahan pembentukan instrumen hukum bagi penyelesaian konflik pertanahan. 
DEALEKTIKA TEORITIS SISTEM EKONOMI PASAR SOSIAL DENGAN SISTEM EKONOMI KERAKYATAN BERDASARKAN PANCASILA (STUDI PENJABARAN DAN IMPLEMENTASI IDEOLOGI EKONOMI DAN POLITIK AGRARIA) FIRMAN MUNTAQO
Jurnal Spektrum Hukum PMIH UNTAG Semarang Vol 11, No 1 (2014): Jurnal SPEKTRUM HUKUM
Publisher : PMIH Untag Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2726.241 KB) | DOI: 10.35973/sh.v11i1.497

Abstract

Sistem ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah penjabaran visi misi ideologi suatu bangsa  dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyatnya yang dijabarkan sebagai politik ekonomi yang dilegalisasi dengan  instrument hukum tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan sebagai dasar konstitusional pelaksaanya. Idealnya politik ekonomi dan sistem ekonomi dibentuk atas dasar ideologi bangsa yang di bangun berdasarkan aspek Natuur maupun Culturur bangsa, juga harus mampu berinteraksi dengan perkembangan sosial negara bangsa dan perkembangan sistem ekonomi dunia secara seimbang, dengan mengabdi pada tujuan nasional, yaitu kesejahteraan rakyatnya
Perlindungan Hukum Developer Dan Konsumen Rumah Susun Dalam Perjanjian Dengan Sistem Pre Project Selling Di Indonesia Meliana Meliana; Joni Emirzon; Firman Muntaqo
Lex LATA Volume 3 Nomor 1, Maret 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v3i1.918

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya kasus yang terjadi dalam transaksi jual beli rumah susun khususnya apartemen dengan sistem pre project selling. Kasus yang terjadi disebabkan oleh belum dibangun atau tidak selesainya pembangunan apartemen yang ditawarkan sehingga cenderung menjadikan konsumen sebagai pihak yang paling dirugikan. Dalam penelitian ini, permasalahan penelitian terdiri dari: (1) Bagaimana pengaturan pre project selling di Indonesia? (2) Bagaimana  tanggung jawab developer terhadap konsumen rumah susun dengan sistem pre project selling di Indonesia berdasarkan analisis dua putusan?(3) Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap developer dan konsumen rumah susun yang tertuang dalam pre project selling di Indonesia berdasarkan analisis dua putusan? (4) Bagaimana pengaturan pre project selling dimasa mendatang? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) Pengaturan pre project selling saat ini diatur dalam KUH Perdata, Undang-Undang tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Rumah Susun, Perlindungan Konsumen serta Permen PUPR tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah, (2) Pada analisis putusan pertama, perlindungan hukum dan tanggung jawab hukum konsumen dan developer telah berjalan dengan baik karena hakim hanya mengabulkan sebagian dari gugatan konsumen, (3) Pada putusan kedua, perlindungan hukum dan tanggung jawab hukum terhadap developer telah berjalan dengan baik namun tidak bagi konsumen karena gugatan konsumen ditolak karena tidak memenuhi persyaratan pengajuan PKPU, (4) Konsep pengaturan pre project selling dimasa mendatang dapat mencontoh negara Singapura dengan menerapkan pengaturan berbasis online yang tersistem dan terintegrasi, pembuatan peraturan perundang-undangan terkait pre project selling yang lengkap dan jelas serta pengawasan terhadap jalannya pembangunan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah secara keseluruhan perlindungan hukum dan tanggung jawab hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat telah berjalan dengan baik dan  seharusnya peraturan perundang-undang yang dibuat nantinya dapat lebih jelas, lengkap dan tegas serta dapat diimplementasikan dengan baik dalam kehidupan masyarakat.
PENERAPAN KEWAJIBAN PENUNTUT UMUM MELAKUKAN PENYIDIKAN DALAM RANGKA PERCEPATAN PENYELESAIAN PERKARA PIDANA PERUSAKAN HUTAN (Studi Kasus/Perkara Perusakan Hutan Pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan) meri aryani meri aryani; Syarifuddin Pettanase; Firman Muntaqo
Lex LATA Volume 2 Nomor 2, Juli 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/lexl.v2i2.533

Abstract

Penerapan kewajiban penuntut umum melakukan penyidikan dalam rangka percepatan penyelesaian perkara pidana perusakan hutan (studi kasus/perkara perusakan hutan pada kejaksaan tinggi sumatera selatan) difokuskan terhadap adanya pemberian wewenang kepada penuntut umum untuk melakukan penyidikan serta faktor yang menyebabkan penyidikan oleh penyidik yang tertuang dalam berkas acara pemeriksaan dianggap kurang lengkap oleh jaksa penuntut umum. Penelitian ini adalah penelitian normatif. Bahan penelitian diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hokum sekunder dan bahan hokum tersier. Dikumpulkan melalui studi kepustakaan yang didukung wawancara Menggunakan pendekatan penelitian deskriftif kualitatif dengan teknik penarikan kesimpulan deduktif. Hasil penelitian ini adalah kelengkapan persyaratan berkas perkara perusakan  hutan yang harus dilengkapi oleh penyidik berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan pada dasarnya masih mengacu KUHAP, dan/atau alat bukti lain berupa informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau peta. faktor-faktor yang menyebabkan PPNS tidak dapat memenuhi kelengkapan berkas berdasrkan Studi Kasus/Perkara Perusakan Hutan Pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan adalah : 1. Faktor Peraturan Perundang-undangan, 2. Faktor Internal, 3. Fakor Fasilitas. Tindakan Jaksa Penuntut Umum untuk dapat menyelesaikan perkara perusakan hutan, yaitu : Koordinasi antara penuntut umum dengan penyidik sejak awal penerbitan SPDP; melakukan pendekatan multi rezim hukum yang mengandalkan berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Dalam pelaksanaan percepatan penyelesaian perkara pidana perusakan hutan di masa mendatang hendaknya ada aturan yang jelas, defenitif, spesifik dan lengkap mengenai kedudukan penyidik dalam tindak pidana perusakan hutan dan harus ada SOP yang jelas dalam pengambil alihan kewenangan penyidik oleh Penuntut Umum.Kata Kunci: Hutan, Pidana Perusakan Hutan, Penyidikan, Penuntut Umum kewenangan.