This study examines the implementation of dispute resolution effectiveness for breaches of vessel charter agreements in Batam City, Indonesia. Despite the existence of clear contractual provisions and applicable legal frameworks, breaches of contract—such as delayed payments and extended vessel use—remain prevalent, posing financial risks to involved parties. The research aims to analyze the effectiveness of current dispute resolution practices and identify the factors influencing their implementation. An empirical legal research method was employed, utilizing statutory and sociological approaches, with primary data collected through interviews and observations at PT Pelayaran Nasional Pasifik Samudera Shipping and PT Pasifik Jaya Maritim. The findings indicate that both companies prioritize non-litigation approaches, emphasizing negotiation and familial cultural values to maintain long-term business relationships. However, the reliance on internal mechanisms and the limited involvement of professional legal personnel often result in challenges related to legal certainty and prolonged conflict resolution. The study concludes that while non-litigation strategies effectively minimize formal disputes, achieving a balance between cultural negotiation practices and firm legal frameworks is essential to improving dispute resolution outcomes in the vessel charter sector. [Studi ini mengkaji efektivitas penyelesaian sengketa atas wanprestasi dalam perjanjian sewa kapal di Kota Batam, Indonesia. Meskipun terdapat ketentuan kontrak yang jelas dan kerangka hukum yang berlaku, wanprestasi—seperti keterlambatan pembayaran dan penggunaan kapal yang melebihi waktu yang disepakati—masih terjadi secara signifikan, yang menimbulkan risiko finansial bagi pihak-pihak terkait. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penyelesaian sengketa yang ada saat ini dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaannya dengan menggunakan teori efektivitas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris, dengan pendekatan yuridis dan sosiologis, dan data primer dikumpulkan melalui wawancara serta observasi di PT Pelayaran Nasional Pasifik Samudera Shipping dan PT Pasifik Jaya Maritim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua perusahaan lebih mengutamakan pendekatan non-litigasi, dengan penekanan pada negosiasi dan nilai-nilai budaya kekeluargaan untuk menjaga hubungan bisnis jangka panjang. Namun, ketergantungan pada mekanisme internal dan keterlibatan terbatas dari tenaga profesional hukum sering kali menimbulkan tantangan terkait kepastian hukum dan penyelesaian sengketa yang memakan waktu lama. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun strategi non-litigasi efektif dalam meminimalkan sengketa formal, pencapaian keseimbangan antara praktik negosiasi, budaya, dan kerangka hukum yang tegas sangat penting untuk meningkatkan hasil penyelesaian sengketa di sektor sewa kapal.]