Claim Missing Document
Check
Articles

Found 33 Documents
Search

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT DALAM RANGKA PEMBUATAN SISTEM INFORMASI KELAUTAN (STUDI KASUS: PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO DI SELAT MADURA) Sukojo , Bangun Muljo; Pratomo, Danar Guruh; Jaelani, Lalu Muhamad
GEOID Vol. 4 No. 2 (2009)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peristiwa semburan lumpur panas di lokasi pengeboran PT. Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, terjadi sejak 27 Mei 2006. Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Salah satu skenario penanganan teknis untuk menghentikan semburan lumpur panas adalah dengan membuang langsung lumpur panas tersebut ke Selat Madura melalui Kali Porong. Usaha ini diindikasikan membawa perubahan terhadap Suhu Permukaan Laut (SPL) di sekitar Muara Kali Porong dan Selat Madura. Pada penelitian ini untuk mengetahui kecenderungan SPL di sekitar Muara Kali Porong dan Selat Madura sebelum dan setelah pembuangan lumpur panas ke Kali Porong, dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Citra satelit yang digunakan untuk melakukan monitoring SPL adalah citra ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) multitemporal tahun 2005, 2006,2007 dan 2008. Nilai SPL yang diperoleh pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan algoritma Kishino. Berdasarkan hasil pengolahan data citra ASTER dan pengamatan langsung di lapangan terdapat adanya perbedaan nilai SPL. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kondisi saat pencitraan dan pada saat pengambilan data lapangan. Pada penelitian ini juga dapat diketahui bahwa perubahan SPL dari citra ASTER yang terjadi pada saat sebelum dan sesudah lumpur panas dibuang melalui Kali Porong terjadi secara  tidak konsisten. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kondisi cuaca pada saat dilakukannya proses pencitraan pada masing-masing citra.  
PENGARUH TOPOGRAFI DASAR LAUT TERHADAP GERAKAN ARUS LAUT Utami , Wedar Tresnaning; Pratomo, Danar Guruh
GEOID Vol. 5 No. 1 (2009)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permukaan muka bumi di daratan maupun dilautan beragam bentuknya. Bedanya bentuk muka bumi di lautan tidak seruncing dan sekasar relatif di daratan. Bentuk topografi dasar laut merupakan salah satu kondisi laut yang sangat unik, terdiri dari banyak bentukan dan kompleks. Dari keadaan ini dapat dilihat pengaruhnya terhadap gerakan arus lauy yang semakin dalam letaknya semakin terpengaruh oleh topografi dasar laut. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data pengukuran arus laut dengan current meter, dan data topografi dasar laut pada beberapa daerah yang berbeda karakteristik topografi dasar lautnya yaitu daerah Barru Propinsi Sulawesi Selatan, daerah Pegantungan, Belitung Propinsi Bangka Belitung serta daerah Pangkalan Balam, Bangka Propinsi Bangka Belitung. Hasil dari penelitian ini terlihat bahwa topografi mempengaruhi arus pada kecepatannya saat menuju daratan pada waktu arus pasang serta saat berbalik ke daratan pada waktu surut. Serta berpengaruh pada gerakan arus pada saat bertemu dengan bentuk topografi dasar laut yang ekstrem. Semakin landai bentuk topografi semakin cepat dan laminer gerakan arusnya, tetapi semakin beragam bentuk topografinya maka semakin lambat dan dapat terbentuk aliran turbulen pada gerakan arusnya.
ANALISIS KECEPATAN ARUS UNTUK PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN MARINE CURRENT TURBINE DI PANTAI SELATAN JAWA Pratomo, Danar Guruh; Widiastuti, Lilik
GEOID Vol. 13 No. 1 (2017)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Energi pembangkit fosil merupakan faktor terbesar terjadinya kerusakan lingkungan yang menyebabkan terjadinya pemanasan global, hujan asam, dan perubahan iklim. Selain itu, energi fosil yang semakin menipis dan tidak dapat diperbarui kembali mendorong penggunaan energi terbarukan yang dirasa lebih efisien dan tidak merusak lingkungan. Salah satu energi terbarukan yang sedang dikembangkan oleh beberapa negara maju yakni energi kelautan yang berasal dari pengaruh fenomena pasang surut air laut. Keuntungannya adalah dapat diprediksikan berdasarkan waktu dan karakter pasang surut yang terjadi di suatu tempat. Lokasi penelitian berada di Pantai Selatan Jawa yang memiliki kecepatan arus yang cukup tinggi karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan pemodelan numerik terhadap aliran fluida 3D yang menghasilkan kecepatan arus dan digunakan untuk penentuan lokasi pembangunan MCT. Pemodelan dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter seperti data batimetri, data garis pantai, data pasang, serta data kecepatan arus geostropik dari satelit altimetri. Waktu pemodelan didasarkan pada data curah hujan tahun 2016. Untuk perhitungan estimasi energi yang dihasilkan menggunakan parameter MCT yang memiliki diameter 16 m, 18 m dan 20 m, kedalaman 30 sampai dengan 40 m serta kecepatan arus minimum 1,5 m/s. Dari hasil pemodelan didapatkan, terdapat 124 titik lokasi pembangunan MCT yang memiliki estimasi energi per bulan sebesar 166,900 MWh pada bulan Maret yang mewakili curah hujan teredah dan 159,416 MWh pada bulan Oktober yang mewakili curah hujan tertinggi.
DETEKSI PIPA BAWAH LAUT DENGAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER (Studi Kasus: Muara Bekasi) Pratomo, Danar Guruh; Khomsin, Khomsin; Pambudhi, Dody
GEOID Vol. 13 No. 2 (2018)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pipa bawah laut merupakan instalasi yang dibangun untuk menyalurkan fluida produksi (minyak dan gas). Salah satu kegiatan perawatan pipa laut adalah inspeksi secara berkala terhadap kondisi pipa laut tersebut. Kegiatan inspeksi pipa di dasar laut dilakukan untuk mengendalikan resiko yang dapat terjadi pada pipa tersebut. Kegiatan ini memerlukan informasi yang teliti mengenai kondisi, posisi, dan keadaan sekitar pipa. Pada penelitian ini kegiatan inspeksi dilakukan dengan melakukan pendeteksian keberadaan pipa bawah laut berdasarkan data multibeam echosounder dengan menggunakan perangkat lunak EIVA NaviSuite. Data multibeam yang digunakan merupakan data hasil survei bathimetri di sekitar Muara Bekasi. Sebelum data multibeam diolah, dilakukan terlebih dahulu pengolahan data patch test untuk mendapatkan nilai alinyemen multibeam dengan sensor gerak dan gyro yang terdapat pada IMU (Inertial Measurement Unit). Hasil pengolahan data patch test untuk pitch sebesar -0,055°, roll -0,361°, dan yaw -1,095°. Berdasarkan pengolahan data multibeam, permukaan dasar laut di lokasi survei relatif datar dengan kisaran kedalaman antara 24,13m sampai dengan 25,05m di bawah permukaan laut. Pada lokasi tersebut terdapat pipa sepanjang 531m yang terletak di atas permukaan dasar perairan. Pada pipa terbebut, terdapat 91m bagian pipa yang membentang bebas (freespan) dengan ketinggian maksimum bawah pipa terhadap permukaan dasar laut adalah 1,95m.
KAJIAN PEMANFAATAN KADASTER LAUT DAN VISUALISASI 3 DIMENSI (Studi Kasus : Pulau Maratua, Berau, Kalimantan Timur) Astuti, Resti Yully; Budisusanto, Yanto; Pratomo, Danar Guruh
GEOID Vol. 13 No. 2 (2018)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan lautan seluas 2,9 juta km2. Indonesia memiliki wewenang mengelola ruang lautnya. Namun, kerangka kebijakan dan kelembagaan yang mengatur pemanfaatan ruang laut tersebut masih rumit. Sehingga perlu adanya pertimbangan dari aspek legal maupun teknis dalam penerapannya. Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. penelitian ini membuat peta dasar implementasi kadaster laut dan visualisasi 3 dimensi ruang laut berdasarkan kedalaman pada zona perikanan budidaya di Pulau Maratua sebagai salah satu dari 111 pulau kecil terluar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melakukan overlay pada data RZWP-3-K dan data eksisting pemanfaatan ruang laut untuk memperolah informasi wilayah KJA yang tidak sesuai dengan rencana zonasinya. Selanjutnya hasil overlay tersebut digabungkan dengan data kontur laut untuk memperoleh informasi kedalaman di wilayah yang tumpang tindih dan divisualisasikan menjadi model 3 dimensi. Dari hasil analisis peta dasar kadaster laut diketahui bahwa di Pulau Maratua saat ini terdapat 6 keramba jaring apung (KJA). Namun terdapat 3 KJA yang lokasinya tidak sesuai dengan rencana zonasi Pulau Maratua, sehingga terjadi tumpang tindih pemanfaatan ruang laut. Salah satu KJA yang tidak sesuai adalah KJA5, yang tumpang tindih dengan subzona perlindungan ekosistem. Pada KJA5 ini dibuat model 3 dimensi untuk menunjukkan pembagian pemanfaatan ruang laut berdasarkan pada kedalaman
GEOMARINE 1: AUTONOMOUS USV (UNMANNED SURFACE VEHICLE) UNTUK MENDUKUNG SURVEI HIDRO-OCEANOGRAFI Pratomo, Danar Guruh; Rahmadiansah, Andi; Cahyadi , Mokhamad Nur; Anjasmara, Ira Mutiara; Khomsin, Khomsin; Adi, Fajar Setio
GEOID Vol. 13 No. 2 (2018)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Survei hidro-oceanografi dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik dari suatu perairan. Salah satu kegiatan yang termasuk dalam survei hidro-oceanografi adalah penentuan kedalaman dan pencitraan bentuk topografi dasar laut. Pada umumnya, survei tersebut dilakukan dengan menggunakan wahana apung (kapal) yang relatif besar yang minimal dapat menampung surveyor dan pengemudi kapal. Wahana apung konvensional tersebut memiliki keterbatasan dalam bermanuver, terutama di daerah perairan yang dangkal dan sempit. Keterbatasan dalam mobilisasi, juga menjadi kendala ketika wahana apung konvensional akan digunakan untuk survei di area perairan pedalaman (sungai, waduk, dam, bekas galian tambang). Geomarine 1 merupakan solusi alternatif untuk melakukan survei hidro-oseanografi di daerah perairan dimana penggunaan wahana apung konvensional tidak dapat digunakan secara efektif. Geomarine 1 merupakan wahana apung tanpa awak (Unmanned Surface Vehicle) yang memiliki sistem mandiri (autonomous).  Wahana apung tanpa awak ini dilengkapi dengan sensor anti tabrakan (collision avoidance) dan fungsi kembali ke titik awal (home return) apabila survei sudah selesai dilakukan ataupun pada saat baterai akan habis. Sensor survei hidro-oceanografi yang terdapat pada wahana ini merupakan kombinasi sensor akustik dan optik. Sensor akustik digunakan untuk penentuan kedalaman dan pencitraan topografi dasar laut, sedangkan sensor optik digunakan untuk perekaman kondisi fisik perairan secara visual.
ANALISIS PEMODELAN 3D CANDI JAWI MENGGUNAKAN WAHANA QUADCOPTER DAN TERESTRIAL LASER SCANNER (TLS) Yuwono, Yuwono; Pratomo, Danar Guruh; Cahyono, Agung Budi; Mulyono, Yulita Eka Rana
GEOID Vol. 13 No. 2 (2018)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan teknologi masa kini semakin beragam dan terus berkembang. Mengikuti perkembangan teknologi, peralatan survei, dan pemetaan terus berinovasi dari tingkat manual sampai dengan menekan satu tombol semua selesai. Hal ini merupakan suatu keuntungan sekaligus kemudahan yang dapat dimanfaatkan. Salah satu contoh perkembangan teknologi alat survei dan pemetaan ialah munculnya quadcopter dan Terestrial Laser Scanner (TLS). Belakangan ramai diketahui quadcopter dan TLS bukan hanya untuk pemetaan terestris saja, melainkan juga dapat dimanfaatkan sebagai alat akusisi data untuk keperluan pemodelan 3D suatu objek. Keberadaan alat ini sangat membantu untuk dokumentasi dan pengarsipan. Kedua alat tersebut dipraktikkan untuk mengukur bangunan cagar budaya yang bertujuan agar diperoleh model tiga dimensi dengan tujuan akhir hasilnya dapat disimpan sebagai arsip, digunakan sebagai media penelitian dan dapat dimanfaatkan jika sewaktu-waktu bangunan tersebut rusak atau roboh dan memerlukan rekonstruksi ulang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Pengukuran dengan dua alat tersebut dikerjakan pada sebuah candi di Jawa Timur yang dikenal sebagai Candi Jawi. Pengukuran Candi Jawi meliputi pemotretan dengan quadcopter, pengamatan Ground Control Point (GCP), pengukuran Independent Check Point (ICP), dan pemindaian candi dengan Terestrial Lasser Scanner (TLS). Hasil yang diperoleh ialah model tiga dimensi hasil data quadcopter RMSe X, Y, Z sebesar 0,017 meter, 0,017 meter, dan 0,018 meter. Sementara besar nilai RMSe model tiga dimensi hasil olahan point cloud TLS untuk X, Y, dan Z ialah 0.056 meter, 0,066 meter, dan 1,44 meter. Kedua model dari kedua alat menunjukkan hasil yang relatif kecil karena bernilai kurang dari 0,5 meter dan memenuhi syarat Level of Detail (LoD) 3 untuk konsep visualisasi eksterior model bangunan, kecuali pada nilai Root Mean Square Error (RMSe) Z model 3D data point cloud TLS.
ANALISIS POSISI KERANGKA KAPAL TERHADAP KESELAMATAN ALUR PELAYARAN MENGGUNAKAN DATA MULTIBEAM ECHOSOUNDER (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya) Yuwono, Yuwono; Pratomo, Danar Guruh; Al-Azhar, Muhammad Ilham Fahmi
GEOID Vol. 14 No. 1 (2018)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tingkat kecelakaan transportasi laut di Indonesia terus meningkat dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. Sejak 2010-2016, terdapat total 54 kasus kecelakaan kapal di Indonesia. Untuk wilayah Alur Pelayaran Barat Surabaya sendiri, tercatat ada 10 kerangka kapal yang karam di dasar laut. Keberadaan kerangka kapal tersebut dapat membahayakan keselamatan alur pelayaran serta mengganggu efektivitas kinerja distribusi logistik di Indonesia Timur. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan kerangka kapal adalah multibeam echosounder, dengan memanfaatkan prinsip kerja gelombang akustik untuk memperoleh data batimetri serta detail morfologi seabed. Hasil penelitian menunjukkan, kerangka kapal dengan nama “Tongkang Utama 9” ditemukan telah berada di dalam wilayah alur pelayaran. Nilai kedalaman kerangka kapal tersebut masih aman bagi kapal (dengan nilai draft hingga 8,3 meter) yang berlayar di atasnya. Namun, lokasi kerangka kapal tersebut hanya berjarak 10 meter dari as alur pelayaran, sehingga jenis lalu lintas alur pelayaran di wilayah APBS harus mengalami perubahan menjadi sistem rute satu arah demi kepentingan bersama.
REDUKSI DATA PEMERUMAN MENGGUNAKAN TIDAL CONSTITUENT AND RESIDUAL INTERPOLATION (TCARI) (STUDI KASUS: SELAT MAKASSAR) Kendartiwastra, Duty; Pratomo, Danar Guruh; Handoko, Eko Yuli
GEOID Vol. 14 No. 1 (2018)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Koreksi data pemeruman biasanya dilakukan dengan mengurangi nilai kedalaman terhadap tinggi muka air laut yang telah tereferensi terhadap chart datum di waktu yang sama. Faktanya, perbedaan lokasi pemeruman dan pengamatan pasut menyebabkan tinggi muka air laut di kedua tempat tersebut tidak sama dalam waktu yang sama. Hal tersebut terjadi karena adanya perambatan nilai amplitudo dan fase gelombang pasut yang terjadi karena perbedaan karakteristik pasut antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pembuatan tidal zoning menggunkana metode Tidal Constituent and Residual Interpolation merupakan salah satu solusi untuk permasalahan ini. Kostanta dan residual didapatkan dari data pengamatan 7 stasiun pasut di sekitar Selat Makasssar menggunakan metode least square. Keduanya kemudian diinterpolasi di atas grid yang telah dibobotkan, lalu dihitung menggunakan persaamaan Laplace. Selanjutnya, ekstraksi tinggi muka air laut dilakukan pada zona pemeruman yang terletak 27,752 kilometer dari Stasiun Mahakam. Dengan interval convidence 95%, menunjukkan bahwa hasil batimetri yang telah terkoreksi oleh tidal zoning dan pengamatan pasut secara langsung memberikan perbedaan yang signifikan.
Analisa Perbandingan Volume 3'S (TS, GNSS, &TLS) Khomsin, Khomsin; Pratomo, Danar Guruh; Akbar , Achmad Faizuddin
GEOID Vol. 14 No. 1 (2018)
Publisher : Departemen Teknik Geomatika ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Teknologi survei dan pemetaan semakin hari semakin berkembang. Saat ini untuk survei topografi, alat yang digunakan adalah Total Station, GNSS, drone, dan Terrestrial Laser Scanner. Pada penelitian ini akan mengukur 2 stockpile dan membandingkan hasil perhitungan volume dari data TS, TLS, dan GPS. Sebagai acuan, hasil pengukuran TLS. Uji ketelitian menggunakan RMSE (Root Mean Square Error) di beberapa titik ICP (Independent Check Point). Pada penelitian ini nilai RMSE volume antara TS dan TLS memiliki selisih kecil. Sedangkan hasil perhitungan volume dengan GPS RTK dan TLS memiliki nilai deviasi yang lebih besar pada area studi. hasil uji RMSE dari (ICP) didapatkan RMSE dari hasil koordinat Total Station terhadap TLS pada area studi yang berada di gudang sebesar 0,001 m pada absis, 0,002m pada ordinat, dan 0,001 m pada ketinggian. Dan pada GPS RTK (0,007)M pada absis, (0,006) m pada ordinat , dan (0,005)m pada ketinggiannya. Jika pada studi area timbunan didapatkan nilai RMSE pada Total Station (0,002) m, (0,001) m, (0,002) m dan pada GPS RTK (0,008) m, (0,008) m, (0,004) m.