Claim Missing Document
Check
Articles

KEDUDUKAN ANAK ADOPSI DALAM PEWARISAN HUKUM ADAT BALI: ANALISIS AWIG-AWIG DESA MANISTUTU, KABUPATEN JEMBRANA Ni Luh Putu Marta Puspita Yanti; Ratna Artha Windari; Ni Ketut Sari Adnyani
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 6 No. 3 (2023): November, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v6i3.94103

Abstract

Hukum waris adat Bali mengatur pembagian warisan dengan prinsip patrilineal, di mana anak laki-laki, baik kandung maupun adopsi, memiliki kedudukan penting dalam sistem pewarisan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan anak adopsi laki-laki dalam sistem pewarisan Hukum Adat Bali di Desa Manistutu, Kabupaten Jembrana. Metode yang digunakan adalah yuridis empiris dengan pendekatan sosiologis, mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengangkatan anak adopsi di Desa Manistutu harus memperhatikan golongan Purusa atau Pradana, dan apabila tidak sesuai dengan ketentuan ini, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum serta potensi konflik. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap pengembangan hukum adat dan memberikan rekomendasi bagi pemangku kepentingan dalam pengaturan hak waris anak adopsi.
POTENSI PENYELUNDUPAN HUKUM MELALUI PERMOHONAN PERUBAHAN IDENTITAS OLEH KELOMPOK LGBTQ+ BERDASARKAN PENETAPAN NOMOR 874/PDT.P/2023 PENGADILAN NEGERI DENPASAR Putu Nirmala Pridayanti; Ratna Artha Windari; Si Ngurah Ardhya
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 6 No. 3 (2023): November, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v6i3.94105

Abstract

Penetapan Nomor 874/Pdt. P/2023 oleh Pengadilan Negeri Denpasar mencerminkan komitmen peradilan untuk memberikan keadilan bagi komunitas LGBTQ+. Namun, keputusan ini juga memunculkan kekhawatiran terkait kemungkinan terjadinya penyelundupan hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi penyelundupan hukum yang berhubungan dengan perubahan identitas di pengadilan dan mencari langkah-langkah pencegahannya. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang – undangan, konseptual,kasus dan perbandingan. Bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil analisis menunjukkan adanya celah hukum dalam proses perubahan identitas gender, serta ketidakjelasan dalam Pasal 56 UU No. 1 Tahun 1974 yang berisiko dapat disalahgunakan, terutama dalam konteks pernikahan sesama jenis. Berbeda dengan Belanda dan Jerman, Indonesia tidak mengakui jenis perkawinan ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengembangkan regulasi yang adil bagi semua pihak, termasuk kelompok LGBTQ+.
ANALISIS KEABSAHAN (SMART CONTRACT) TRANSAKSI ASET DIGITAL DI PLATFORM ETHERUM DALAM TEKNOLOGI BLOCKCHAIN Hendri Dewarto Silitonga; Ratna Artha Windari; Si Ngurah Ardhya
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 7 No. 1 (2024): Maret, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v7i1.94160

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis dan memahami pengaturan hukum mengenai transaksi aset digital cryptocurrency di indonesia dalam Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai acuan dalam memberikan kepastian hukum terhadap penggunaan aset digital cryptocurrency di Indonesia, (2) mengidentifikasi keabsahan smart contract pada platform Ethereum berdasarkan sistem hukum kontrak di Indonesia berdasarkan perspektif syarat sahnya perjanjian yang dimuat di dalam pasal 1320 KUH Perdata. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif , yakni melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach) . Sumber bahan hukum yang digunakan yaitu KUH Perdata, UU ITE, Bappebti, PP, dan artikel ilmiah yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mencamtumkan secara eksplisit mengenai transaksi aset digital, istilah dokumen elektronik dan informasi elektronik, menkategorikan aset digital yang menjadikan aset digital memiliki kedudukan yang sah dan diakui secara hukum. (2) Keabsahan smart contract pada platform Ethereum jelas tidak memenuhi syarat subjektif dalam 1320 KUH Perdata yang membuat smart contract batal atau tidak sah sebagai suatu perjanjian yang mengikat para pihak.
IMPLEMENTASI PASAL 8 UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN DAN PAOS 68 AWIG-AWIG DESA ADAT DUDA TERKAIT LARANGAN PERKAWINAN SEDARAH I Gusti Agung Ayu Wulandari; Ratna Artha Windari; Ni Ketut Sari Adnyani
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 7 No. 1 (2024): Maret, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v7i1.94161

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui dan menganalisis penerapan larangan perkawinan berdasarkan Pasal 8 UU Perkawinan dan Paos 68 Awig-Awig di Desa Adat Duda; (2) untuk menganalisis dan mengkaji upaya Prajuru Desa Adat Duda dalam mengatasi praktik perkawinan sedarah yang dilakukan oleh krama Desa Adat Duda. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris, dengan menggunakan data tangan pertama sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung. Bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan teknik penelitian dokumenter, teknik observasi dan teknik wawancara. Analisis kualitatif digunakan ketika menentukan teknik analisis data yang akan digunakan. Analisis kualitatif diterapkan pada penelitian yang bersifat deskriptif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Fenomena perkawinan sedarah masih terjadi di desa adat Duda, sehingga ketentuan Pasal 8 UU Perkawinan belum dapat dilaksanakan dengan baik. Implementasi ketentuan ini belum terlaksana dengan baik karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hukum, serta rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap apa yang dilihatnya. Walaupun sebenarnya secara adat terdapat awig-awig yang mengatur, namun sudah berupaya dipertegas oleh prajuru adat karena perkawinan tersebut terlanjur dilangsungkan karena kebutuhan masyarakat. Kemudian, (2) Upaya Prajuru Adat dalam mengatasi praktik perkawinan sedarah bukan hanya berupa tindakan preventif dan represif, tetapi juga merupakan usaha kolektif untuk menjaga keharmonisan sosial, mengedukasi masyarakat, dan memastikan bahwa nilai-nilai adat tetap hidup dalam kehidupan sehari-hari.
IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 86 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI UD SARI KARYA DESA BELANTIH, KINTAMANI, BANGLI Ni Komang Teti Setyawati; Ratna Artha Windari; I Gusti Ayu Apsari Hadi
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 7 No. 1 (2024): Maret, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v7i1.94165

Abstract

PeneIitan ini bertujuan untuk mengkaji penerapan PasaI 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan yang mengatur hak perIindungan keseIamatan dan kesehatan kerja di UD Sari Karya, Desa BeIantih, Kintamani, BangIi. Penelitian ini diIatarbeIakangi oleh masih adanya praktik kerja yang tidak sepenuhnya memperhatikan keseIamatan dan kesehatan para pekerja. Metode yang diterapkan adalah yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan deskriptif. SampeI peneIitian dipiIih secara purposive sampIing sebagai bagian dari teknik non-probabiIity sampIing. Data peneIitian dikumpuIkan meIaIui observasi, wawancara mendaIam, dan studi dokumen, kemudian dianaIisis secara kuaIitatif untuk mendapatkan pemahaman yang menyeIuruh. HasiI penelitian menunjukkan bahwa implementasi Pasal 86 belum berjalan optimaI. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi ini antara Iain Iemahnya pengawasan dari pihak yang berwenang serta rendahnya tingkat kesadaran hukum baik di pihak pemberi kerja maupun pekerja terkait perIindungan keseIamatan dan kesehatan kerja. Dampaknya, Iingkungan kerja beIum sepenuhnya memenuhi standar keseIamatan yang memadai. Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan untuk perbaikan mencakup penyusunan perjanjian kerja tertuIis yang jeIas dan mengikat, pemenuhan tanggung jawab oIeh pemberi kerja daIam menyediakan fasiIitas kerja yang aman dan sehat, serta pemberian jaminan sosiaI untuk pekerja guna meminimalkan risiko kecelakaan kerja. Selain itu, peningkatan pengawasan hukum dan penyuIuhan terkait pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja menjadi Iangkah penting dalam mendukung perIindungan pekerja secara menyeIuruh.
Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Menghentikan Peredaran Obat Keras Tanpa Resep Dokter Oleh Apotek Indonesia Kadek Kresna Dwipayana; Ratna Artha Windari; Si Ngurah Ardhya
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 7 No. 2 (2024): Agustus, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v7i2.94188

Abstract

Obat adalah bahan kimia atau bahan alami yang dapat meringankan atau meredakan rasa sakit bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia. Obat-obatan tidak dapat dihindari oleh manusia. Obat biasanya dimasukkan ke dalam beberapa kategori, seperti obat bebas, bebas terbatas, keras, dan narkotika dan psikotropika. Tidak semua jenis obat dapat dikonsumsi atau dibeli tanpa pengawasan, seperti obat golongan keras. Orang Indonesia dapat membeli obat di rumah sakit, klinik, apotek, dan tempat lain. Apotek adalah tempat yang populer bagi masyarakat untuk membeli obat-obatan tersebut. Namun, perlu diketahui bahwa ada oknum di apotek yang mengirimkan medikament golongan (K) secara bebas dapat membahayakan kesehatan pelanggan karena khawatir akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Maka, pemerintah Indonesia membentuk lembaga khusus untuk menangani masalah ini. Lembaga tersebut disebut bpom, dan memiliki tugas untuk menghentikan penjualan obat, makanan, dan kosmetik yang melanggar peraturan di Indonesia. Dengan adanya lembaga ini, diharapkan kasus peredaran narkoba tanpa resep dokter di Indonesia akan berkurang.
PENTINGNYA SERTIFIKAT TANAH ELEKTRONIK DI ERA DIGITAL SEBAGAI BUKTI HAK KEPEMILIKAN TANAH I Kadek Dewi Sasih Adnyani; Ratna Artha Windari; Muhamad Jodi Setianto
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 7 No. 2 (2024): Agustus, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v7i2.94192

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dua aspek utama: (1) Sertifikat Tanah Elektronik Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2023 dan (2) Pentingnya Sertifikat Tanah Elektronik Di Era Digital Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Tanah, khususnya terkait penerbitan Sertifikat Elektronik. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Sumber hukum yang dianalisis tidak terbatas pada Undang-Undang yang berlaku dalam bidang agraria, tetapi juga mencakup undang-undang yang mengatur penerbitan dokumen elektronik dalam pendaftaran tanah. Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumen yang berfokus pada sertifikat elektronik.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Peralihan dari sertifikat tanah fisik ke digital tidak perlu dilakukan secara terburu-buru. Meskipun kedua jenis sertifikat memiliki keuntungan yang hampir setara, meskipun dalam hal ini sertifikat tanah elektronik menawarkan praktisitas yang lebih besar bagi pemiliknya; dan (2) Sertifikat tanah elektronik dapat diintegrasikan dengan sistem informasi lainnya, seperti perpajakan, perencanaan tata ruang, dan perbankan. Integrasi ini memudahkan koordinasi antar instansi pemerintah dan mempercepat proses perizinan serta transaksi properti.Kepastian hukum atas kepemilikan tanah Menjadi aspek krusial dalam menarik investasi serta mendukung pertumbuhan ekonomi.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN JASA FINTECH DI INDONESIA BERDASARKAN PASAL 4 HURUF A UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I Kadek Tampan Nova Winanda; Si Ngurah Ardhya; Ratna Artha Windari
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 7 No. 3 (2024): November, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v7i3.94590

Abstract

Fokus penelitian0ini adalah untuk0mengetahui dan menganalisa mengenai bagaimana model perlindungan hukum pada data pribadi pembeli yang menggunakan layanan Fintech di Indonesia dan mengkaji bagaimana akibat hukum yang dikenakan terhadap pelaku penyebaran data pribadi konsumen pada penyelenggara jasa Fintech di Indonesia. Studi0ini menerapkan metode penelitian0hukum0 normatif, Metode penelitian yang digunakan meliputi beberapa pendekatan, yakni pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, serta pendekatan perbandingan. Dalam penelitian hukum normatif, bahan hukum yang dikumpulkan serta dianalisis berupa data sekunder yang bersumber dari kepustakaan. Metode pengumpulan bahan hukum dilaksanakan melalui eksplorasi kerangka normatif dan penerapan teknik studi dokumen. Dalam penulisan penelitian ini digunakan teknik deskriptif, dimana teknik ini dilakukan untuk menguraikan dan mendeskripsikan mengenai rasio pengaturan perlindungan konsumen data personal di Indonesia dengan Singapura dalam perlindungan konsumen yang memakai jasa Fintech. Temuan menunjukan meskipun telah terdapat landasan hukum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 huruf A, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 mengenai Perlindungan Data Pribadi, implementasinya masih menghadapi tantangan signifikan; dan Penegakan hukum pada pelaku penyebaran data personal konsumen masih belum optimal, yang tercermin dari tingginya angka pengaduan terkait pinjaman online ilegal yang mencapai 12.021 kasus.
KOTA INKLUSIF DALAM BINGKAI REGULASI DI INDONESIA Windari, Ratna Artha; Arimbawa, Wahyudi
Sustainable, Planning and Culture (SPACE) : Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 6 No. 1 (2025): Sustainable, Planning and Culture (SPACE) : Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Publisher : UNHI Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/zyqdyc38

Abstract

Kota inklusif dipandang sebagai jawaban atas problematika social exclusion yang muncul di sebagian besar kota-kota di dunia. Kota memiliki peran yang sangat signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan. Hal ini yang kemudian melatarbelakangi ditetapkannya beberapa tujuan dalam Sustainable Development Goal (SDG) yang mengarah pada isu inklusifitas, khususnya pada tujuan ke 11 yang menekankan pada pembangunan kota dan pemukiman warga yang inklusif, aman, dan kukuh. Berkembangnya isu tentang kota inklusif berdampak pula pada berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, baik dari aspek sosial, politik, ekonomi dan hukum. Berbagai kajian akademis terhadap kota inklusif telah dilakukan, namun belum ditemukan penelitian yang secara spesifik mengkaji kota inklusif dari sudut pandang hukum di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai aturan hukum terkait kota inklusif dan implementasinya di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan mengkaji hukum sebagai norma yang berlaku di masyarakat. Jenis pendekatan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan analisis hukum (legal analytical and conceptual approach). Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi literatur (literature review) dan di analisis secara yuridis normatif menggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia sesungguhnya telah memiliki berbagai regulasi terkait inklusifitas, akan tetapi belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai kota inklusif. Secara implementatif, terdapat beberapa daerah di Indonesia yang mengklaim dirinya sebagai kota inklusif maupun desa inklusif, namun tidak semua memiliki payung hukum yang jelas terhadap pembentukan kota dan desa inklusif, yang seharusnya dijabarkan dalam Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota sebagai turunan dari ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan SDG Goal 11.
PERTANGGUNGJAWABAN MUTLAK (STRICT LIABILITY) DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Artha Windari, Ratna
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 1 No 1 (2015): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v1i1.5013

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dalam sistem common law dan civil law, serta bentuk pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam common law system, strict liability merupakan transformasi dari pertanggungjawaban atas dasar perjanjian (contractual liability), yang sama sekali tidak mensyaratkan adanya unsur kesalahan, sedangkan konsep pertanggungjawaban dalam civil law system keberadaan unsur kesalahan masih terkandung didalamnya, akan tetapi dilakukan pengalihan beban pembuktian unsur kesalahan tersebut dari penggugat kepada tergugat (shifting the burden of proof). Bentuk pertanggungjawaban dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menganut strict liability sebagai derivasi dari pertanggungjawaban berdasarkan perbuatan melawan hukum (tortious liability), dimana terjadi pengalihan beban pembuktian kesalahan dari konsumen kepada pelaku usaha. Kata Kunci: Strict liability, perlindungan konsumen.
Co-Authors Adi Sukmaningsih, Ni Komang Irma Aldo Rico Geraldi Anak Agung Ayu Ngurah Riska Suhariani Angga Prawiradana, Ida Bagus Ardhya, Si Ngurah Arimbawa, Wahyudi Astiti, Made Ayu Apsari Hadi, I Gusti Dewa Ayu Juwita Dewi Dewa Gede Sudika Mangku Hendri Dewarto Silitonga I Gede Ari Krisnanta Permana I Gusti Agung Ayu Wulandari I Gusti Ayu Apsari Hadi I Gusti Ayu Apsari Hadi I Gusti Ayu Widiadnyani I Kadek Dewi Sasih Adnyani I Kadek Tampan Nova Winanda I Komang Kawi Arta I Made Putrama I Made Yudana I Nengah Suastika I Nyoman Pursika I Putu Prana Suta Arsadi I Putu Soviawan I Wayan Landrawan Ida Bagus Angga Prawiradana Ida Bagus Putu Yudha Putra Ida Bagus Resta Parasara Juliasih, Ni Wayan Juwita Dewi, Dewa Ayu Kadek Agus Pranata Kusuma Kadek Kresna Dwipayana Kadek Try Suka Adnyana Kadek Widya Antari Ketut Agustini Ketut Meri Kertiasih Klisliani Serpin Krisnanta Permana, I Gede Ari M.Si Drs. Ketut Sudiatmaka . Made Astiti Made Dwi Wahyuni Made Sugi Hartono Made Witama Mahardipa Maha Yani, Putu Febrilia Muhamad Jodi Setianto Ni Kadek Astrina Desiana Ni Ketut Sari Adnyani Ni Komang Irma Adi Sukmaningsih Ni Komang Teti Setyawati Ni Luh Putu Marta Puspita Yanti Ni Made Dewi Riyani . Ni Pt Linda Muliawati . Ni Putu Rai Yuliartini Ni Wayan Juliasih Nyoman Dini Andiani Prana Suta Arsadi, I Putu Pranata Kusuma, Kadek Agus Prisilia Eka Trisna, Putu Diana Putu Agus Yana Saputra Putu Diana Prisilia Eka Trisna Putu Febrilia Maha Yani Putu Nirmala Pridayanti Putu Supartini . Resta Parasara, Ida Bagus Riska Suhariani, Anak Agung Ayu Ngurah Serpin, Klisliani Soviawan, I Putu Suka Adnyana, Kadek Try Sukadi, - Sukadi, - Wayan Natta Maruta Widya Antari, Kadek Witama Mahardipa, Made Yana Saputra, Putu Agus Yudha Putra, Ida Bagus Putu