Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search
Journal : LEX PRIVATUM

PENERAPAN HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA TANPA HAK MENJADI PERANTARA DALAM JUAL BELI NARKOTIKA GOLONGAN I (Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung Nomor 2441 K/Pid.Sus/2022) Sharon Syalomitha Hamel; Herlyanty Bawole; Debby Telly Antow
LEX PRIVATUM Vol. 15 No. 2 (2025): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum terhadap tindak pidana terhadap pelaku tanpa hak menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I pada studi kasus: putusan Mahkamah Agung 2441 K/Pid.Sus/2022 dan Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tanpa hak menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I pada studi kasus: putusan Mahkamah Agung 2441 K/Pid.Sus/2022. Dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, dapat ditarik kesimpulan yaitu : 1. Penerapan hukum pada putusan Mahkamah Agung Nomor 2441 K/Pid.Sus/2022 atas nama Rahmadani bin Bahrudin menunjukkan bahwa hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara, lebih rendah dari ancaman minimal 5 tahun yang diatur dalam Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika. Hukuman yang lebih ringan ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penerapan hukum dalam kasus narkotika, karena tidak memberikan efek jera yang diharapkan untuk mencegah pelaku lain terlibat dalam perantara jual beli narkotika golongan I. 2. Pertimbangan Hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2441 K/Pid.Sus/2022 hakim mempertimbangkan jumlah barang bukti shabu (0,31 gram) yang relatif sedikit sebagai alasan untuk meringankan hukuman. Meskipun pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan mempertimbangkan jumlah barang bukti yang relatif sedikit, hal ini tidak sejalan dengan prinsip kepastian hukum karena, pada Undang-Undang narkotika terutama pada pasal 114 ayat (1) tidak membedakan jumlah barang bukti dalam menentukan batas minimum pidana. Pertimbangan hakim ini bertentangan dengan nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan yang adil. Karena penyalahgunaan narkotika ini merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang berdampak buruk bagi masyarakat dan negara, sehingga pertimbangan hakim harus mempertimbangkan nilai keadilan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya jumlah barang bukti. Kata Kunci : pertimbangan hakim, perantara jual beli narkotika
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN MALPRAKTIK PROGRAM BAYI TABUNG DI INDONESIA Kristina Elisabet Juniarta Sihombing; Herlyanty Y. A. Bawole; Sarah D.L. Roeroe
LEX PRIVATUM Vol. 15 No. 2 (2025): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Program bayi tabung (In Vitro Fertilization/IVF) merupakan solusi medis bagi pasangan yang mengalami kesulitan mendapatkan keturunan. Namun, perkembangan teknologi ini juga menimbulkan risiko malpraktik yang berdampak signifikan terhadap pasien. Risiko ini dapat berupa kegagalan prosedur, kesalahan dalam penanganan embrio, atau kelalaian medis lainnya yang berpotensi merugikan pasien secara fisik, psikologis, dan finansial. Oleh karena itu, penting untuk memiliki regulasi yang ketat untuk melindungi hak-hak pasien dalam menghadapi situasi semacam ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap korban malpraktik program bayi tabung di Indonesia serta penerapan sanksi terhadap pelaku malpraktik. Perlindungan hukum ini tidak hanya mencakup aspek preventif melalui regulasi perundang-undangan, tetapi juga aspek represif yang memungkinkan korban untuk menuntut ganti rugi atau sanksi terhadap tenaga medis yang melakukan pelanggaran. Aspek preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya malpraktik melalui pengawasan ketat, pelatihan tenaga medis, dan sertifikasi yang sesuai standar internasional. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi literatur. Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis berbagai regulasi yang relevan seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta mekanisme pengaduan melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi korban diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yang mencakup hak atas informasi medis yang transparan, hak untuk mendapatkan layanan kesehatan yang aman, serta hak untuk menuntut secara perdata dan pidana. Sanksi terhadap pelaku malpraktik mencakup sanksi pidana, perdata, dan administratif, yang diterapkan untuk memastikan keadilan bagi korban dan menjaga profesionalisme di bidang medis. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Malpraktik, Bayi Tabung, Hak Pasien, Regulasi Medis.
ANALISIS YURIDIS PEMBUKTIAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS ELEKTRONIK Regina Biandina wala; Altje Musa; Herlyanty Y. A. Bawole
LEX PRIVATUM Vol. 15 No. 2 (2025): Lex Privatum
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan pembuktian dalam tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik dan untuk mengatahui bagaimana pembuktian tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik dalam praktik peradilan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: Sistem pembuktian di Indonesia menggunakan teori pembuktian negatief wettelijk bewijstheorie, yang berarti pembuktian yang merujuk pada keyakinan hakim, tetapi timbul dari Undang- Undang secara negatif. Pengaturan mengenai pembuktian telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 183 dan 184 yang didalamnya mengatur mengenai keyakinan hakim dan alat bukti yang sah yang digunakan dalam membuktikan suatu tindak pidana benar- benar terjadi. Peraturan mengenai tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik diatur dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang tercantum dalam pasal 14 tentang kekerasan seksual berbasis elektronik. Untuk membuktikan bahwa seseorang benar- benar bersalah haruslah melalui berbagai tahapan pembuktian yaitu tahap pengumpulan alat bukti, penyampaian bukti sampai ke pengadilan, penilaian terhadap setiap bukti sampai pada beban pembuktian di pengadilan. Kata Kunci: Pembuktian Hukum Pidana, Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik