Claim Missing Document
Check
Articles

Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Gunung Merapi di Kabupaten Magelang Menggunakan Metode Geomagnetik Melalui Pemodelan Inversi 3D Denandra, Alza; Amir, Harman; Dwiridal, Letmi; Zulhendra, Zulhendra
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 2 (2025): Agustus
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kabupaten Magelang merupakan wilayah dataran tinggi yang berada di zona vulkanik aktif Gunung Merapi, dengan litologi dominan berupa batuan vulkanik muda hasil aktivitas Kuarter. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi struktur bawah permukaan wilayah Gunung Merapi di Kabupaten Magelang menggunakan metode geomagnetik berbasis data EMAG2 dan pemodelan inversi 3D. Hasil analisis menunjukkan variasi nilai suseptibilitas magnetik berkisar antara -40 hingga >60 SI, yang merepresentasikan perbedaan litologi bawah permukaan, seperti lava segar, intrusi beku, batuan alterasi, dan zona rekahan. Visualisasi 3D menunjukkan distribusi anomali magnetik yang mengikuti arah struktur geologi, termasuk sesar aktif seperti Sesar Opak. Model 3D pada tiga lintasan memperlihatkan akumulasi batuan vulkanik dan tubuh intrusi yang signifikan pada kedalaman 1–4 meter. Temuan ini menunjukkan bahwa metode geomagnetik efektif dalam mengungkap struktur bawah permukaan dan memiliki nilai strategis dalam upaya mitigasi bencana di kawasan rawan letusan Gunung Merapi.
Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Gunung Argopuro Kabupaten Probolinggo Menggunakan Metode Geomagnetik Melalui Pemodelan Inversi 3D Saqilah, Alya; Amir, Harman; Dwiridal, Letmi; Zulhendra, Zulhendra
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 2 (2025): Agustus
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi struktur bawah permukaan Gunung Argopuro, Kabupaten Probolinggo, menggunakan data geomagnetik EMAG2 melalui pemodelan inversi 3D. Data dianalisis dengan metode Reduce to Pole (RTP), menghasilkan anomali magnetik antara -2600 nT hingga +5800 nT. Hasil pemodelan mengungkap keberadaan tubuh batuan non-magnetik (pluton/batolit) pada kedalaman >4 km dengan suseptibilitas sangat rendah (<0.0012 SI), yang diduga sebagai sisa dapur magma purba. Selain itu, terdeteksi zona intrusi batuan beku segar pada kedalaman 2–5 km dengan suseptibilitas menengah-tinggi (0.0013–0.0015 SI), berasosiasi dengan andesit Gunung Argopuro (Qva). Temuan ini menunjukkan sistem magmatik kompleks dengan pola dome dan kaldera purba, penting untuk pemahaman geologi regional, mitigasi bencana, dan eksplorasi sumber daya. Kata kunci: Gunung Argopuro, Geomagnetik, Inversi 3D, Suseptibilitas, Struktur Bawah Permukaan.
Penentuan Kedalaman Titik Curie Berdasarkan Data Geomagnetik dengan Menggunakan Analisis Spektral dan Upward Continuation Zikri, Ahmad Raihan; Amir, Harman; Dwiridal, Letmi; Zulhendra, Zulhendra
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 2 (2025): Agustus
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v9i2.30915

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kedalaman titik Curie di wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dengan menggunakan metode analisis spektral dan upward continuation berbasis data geomagnetik. Kedalaman titik Curie merupakan parameter penting dalam mengidentifikasi potensi panas bumi, karena berkaitan dengan distribusi panas di bawah permukaan bumi. Data yang digunakan berupa anomali medan magnet total dari satelit Thematic Mapper EMAG2 v3 dengan resolusi 2 arc- minute. Analisis spektral dilakukan untuk memperoleh kedalaman atas, kedalaman pusat, dan kedalaman titik Curie pada tiap blok, sedangkan teknik upward continuation digunakan untuk memisahkan komponen regional dan residual pada anomali magnetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman titik Curie di wilayah studi berkisar antara 30 km hingga >140 km, dengan rata-rata 67,96 km. Wilayah tengah hingga timur laut seperti Kecamatan Mertoyudan, Bandongan, dan Secang memiliki kedalaman yang relatif dangkal dan gradien geotermal tinggi, yang mengindikasikan potensi panas bumi sedang hingga tinggi. Sebaliknya, bagian barat dan barat daya menunjukkan kedalaman lebih besar dan gradien rendah. Dengan demikian, kombinasi metode yang digunakan terbukti efektif dalam mengidentifikasi zona prospektif panas bumi berdasarkan distribusi kedalaman titik Curie.
Analysis Of Seismic Quiescence Precursors Before The M7.4 Earthquake Of 28 September 2018 In Central Sulawesi Based On Seismotectonic Spatial Distribution And Earthquake Fracture Lengths zu, Zurahma; Syafriani; Dwiridal, Letmi; Zulhendra, Zulhendra
Jurnal Pendidikan, Sains, Geologi, dan Geofisika (GeoScienceEd Journal) Vol. 6 No. 1 (2025): Februari
Publisher : Mataram University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Central Sulawesi earthquake with coordinates 2°30‘S -1°50’ N and 119°0'-124°20 E magnitude 7.4 in Palu, Donggala Regency on 28 September 2018. This earthquake was a significant and destructive earthquake in Central Sulawesi. A significant earthquake is preceded by a seismic quiescence. The aim of the study was to determine when the seismic quiescence occurred and seismic activity after the earthquake alongside fracture length. The method of analysis of seismic quiescence and fracture length is z-value and Wells and Coppersmith equation. Data processed with MATLAB and Zmap were 1478 events from 1983-2023. The study area is divided into several grids with sizes of 0.1°* 0.1°. The number of earthquakes included (N = 800, 700, 600, 500, 400, 300, and 200). The z-value was calculated for each grid based on the earthquake data organized in one grid and seismic activity after earthquake. The results of the analysis of the z-value calculation in each grid show of seismic quiescence before a significant earthquake. Based on the results of the spatial distribution of z-value in Central Sulawesi, the seismic quiescence preceded the 28 September 2018 earthquake event (M 7.4) by about 21 years beginning in 1990. When cut at 2019.6, there was a decrease in seismic activity again, which indicated that an earthquake would occur, so it was thought to be a trigger factor for future earthquake precursors. While the fracture length of the 7.4 Mw earthquake of 104,232 meters shows a positive correlation between magnitude and fracture length.
Analysis of Seismicity and Return Period of Earthquakes in South Pesisir Regency West Sumatra Province Using the Likelihood Method Husna, Azmi Asmaul; Syafriani; Hamdi; Letmi Dwiridal
Jurnal Pendidikan, Sains, Geologi, dan Geofisika (GeoScienceEd Journal) Vol. 6 No. 1 (2025): Februari
Publisher : Mataram University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/goescienceed.v6i1.589

Abstract

The South Pesisir area was one of the areas that was rocked by an earthquake on September 30, 2009. The earthquake that occurred caused damage and loss of life. Based on these conditions, the South Pesisir Regency area was identified as an earthquake-prone area. Therefore, it is necessary to research seismicity and return period in the regency. This research used the statistical likelihood method to determine the accumulated rock stress, seismcity and return period of eartquakes. The data used is earthquake data for the period 1934-2023 with a magnitude ≥4 SR and a depth of ≤300 km. The results of this research provided an overview of the seismicity and return period in the South Pesisir Regency. Seismicity was determined based on rock stress condition (b-value) and on the level seismic activity (a-value). Based on calculations showed that the a-value and b-value for the 20-year and 90-year intervals ranged between 6.16-10.9 and 0.953-2.17, respectively. Earthquakes return periods at intervals of 20 years and 90 years for the magnitude range 4.0-4.4 produced almost the same return period, namely less than one year. Meanwhile, earthquakes with magnitudes of 4.5-6 had recurrence periods ranging from 1 to 63 years.