Claim Missing Document
Check
Articles

Relevansi Pemeriksaan Calon Tersangka sebelum Penetapan Tersangka Erdianto Effendi
Undang: Jurnal Hukum Vol 3 No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/ujh.3.2.267-288

Abstract

In Indonesian criminal procedure law, there is no requirement for an investigator to first conduct an examination of a potential suspect until the determination as a suspect. The determination of a suspect is deemed sufficiently reasonable if it is based on examination of evidence, ranging from witness testimony, expert testimony, document and other evidence. After the Decision of the Constitutional Court Number 21/PUU-XII/2014, there were differences in interpretation and debate regarding the examination of the potential suspect, because this examination was mentioned in the consideration of the decision as a necessity but not part of the verdict. In this article, it is revealed that the designation of a person as a suspect is part of forced efforts and is almost equivalent to the designation of a person as a convicted person due to the similarities in the various restrictions and deprivation of rights that can be applied as a result of the two determinations, for example in detention. The shift in the meaning of the determination of a suspect as part of this forced effort encourages that citizens’ rights be protected not only when a person is a suspect, but also before becoming a suspect. Thus, the rights inherent in a suspects also needs to be given to those who will be designated as suspects, also called as potential suspects. Abstrak Dalam hukum acara pidana Indonesia, tidak ada keharusan bagi penyidik untuk terlebih dahulu melakukan pemeriksaan calon tersangka sehingga sampai pada penetapannya sebagai tersangka. Penetapan tersangka dipandang telah cukup beralasan apabila didasarkan pada pemeriksaan alat bukti, mulai dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan bukti lainnya. Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, terjadi perbedaan penafsiran dan perdebatan tentang pemeriksaan calon tersangka ini, disebabkan pemeriksaan ini disebut dalam bagian pertimbangan putusan sebagai suatu keharusan namun tidak menjadi bagian amar putusan. Dalam artikel ini ditunjukkan, penetapan seseorang sebagai tersangka merupakan bagian dari upaya paksa dan bahkan hampir setara dengan penetapan seseorang sebagai terpidana, disebabkan kesamaan berbagai pembatasan dan perampasan hak yang dapat diterapkan akibat dari dua penetapan tersebut, misalnya dalam penahanan. Perubahan pemaknaan penetapan tersangka sebagai bagian dari upaya paksa ini mendorong agar hak-hak warga negara telah harus dilindungi tidak saja ketika seseorang sudah berstatus tersangka, tetapi juga pada saat sebelum menjadi tersangka. Dengan demikian, hak-hak yang melekat dalam diri tersangka juga perlu diberikan kepada mereka yang akan ditetapkan sebagai tersangka, atau disebut calon tersangka.
PEMAHAMAN HAKIM TERKAIT PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK DI PROVINSI RIAU Erdianto Effendi; Ferawati
JURNAL HUKUM DAS SOLLEN Vol 7 No 1 (2022): Jurnal Hukum Das Sollen
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indragiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32520/das-sollen.v7i1.1904

Abstract

Salah satu masalah utama dalam penegakan hukum pidana di Indonesia saat ini adalah over kapasitas di lembaga pemasyarakatan, sehingga dipandang perlu menemukan berbagai solusi untuk memecahkan masalah tersebut, di antaranya dengan penerapan diversi pada sistem peradilan pidana anak. Dalam praktik terdapat dugaan bahwa diversi jarang diterapkan karena kuranngnya pemahaman terhadap diversi. Dengan menggunakan penelitian secara empirik, ditemukan fakta bahwa Penerapan diversi di 3 pengadilan negeri yang menjadi objek penelitian sudah berjalan sebagaimana mestinya, yaitu dilakukan terhadap perkara anak yang berusia 12 sampai 18 tahun terhadap perkara yang diancam kurang dari 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan (residive). Walaupun penerapannya sudah benar, pemahaman hakim tentang diversi beragam. Tidak semua hakim memahami diversi, hal ini disebabkan hakim perkara anak adalah hakim yang secara khusus ditugaskan untuk mengadili perkara anak.
Tafsir Ayat Sifat Melawan Hukum Materil Yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum Dalam Kaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi Erdianto Effendi
Al-Risalah Vol 14 No 02 (2014): December 2014
Publisher : Faculty of Sharia, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.802 KB) | DOI: 10.30631/alrisalah.v14i02.394

Abstract

Perkembangan penegakan hukum atas pelaku tindak pidana korupsi dalam tataran implementasi memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran HAM bagi para tersangka tindak pidana korupsi. Salah satunya karena berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tidak jelas tentang definisi melawan hukum (wederrechtelijke). Ketidaktegasan tersebut menimbulkan adanya potensi penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum untuk menafsirkan istilah melawan hukum berdasarkan subjektivitasnya sendiri khususnya terkait unsur melawan hukum materiil (materiele wederretelijkheid). Penerapan sifat melawan hukum materil senyatanya menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, karena subjektifitas penafsiran sifat melawan hukum materil bertentangan dengan asas legalitas yang dianut dalam hukum pidana Indonesia. Untuk menhindari potensi tersebut, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor: 003/PUU-IV/2006 menghapuskan dapat dipidananya pelaku tindak pidana korupsi atas tuduhan perbuatan melawan hukum materiil.
Keberadaan Pengadilan Tipikor di Pekanbaru Dalam Persfektif Tujuan Hukum Acara Pidana Erdianto Effendi
Al-Risalah Vol 13 No 01 (2013): June 2013
Publisher : Faculty of Sharia, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.063 KB) | DOI: 10.30631/alrisalah.v13i01.440

Abstract

Pada awalnya, Pengadilan Tipikor dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebagai sebuah pengadilan khusus, Pengadilan Tipikor berinduk pada Pengadilan Negeri (PN) dalam hal ini PN Jakarta Pusat. Pada perkembangannya, keberadaan Pengadilan Tipikor mengalami perubahan. Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember 2006, Pengadilan Tipikor harus dibentuk dengan Undang-Undang tersendiri, paling lambat tiga tahun sejak dikeluarkannya putusan MK. Berdasarkan Pasal 3 UU No. 46 Tahun 2009 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap ibukota kabupaten/ kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan. Berkenaan dengan kasus pengesahan revisi Perda Provinsi Riau No. 6 Tahun 2010 yang melibatkan anggota DPRD yang ditangani oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru, maka keberadaan pengadilan tersebut sudah sah, karena sudah dianggap sesuai yurisdiksinya berdasarkan putusan MK tersebut. Penanganan kasus tersebut juga dianggap telah menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan, karena kasus tersebut juga telah memenuhi prinsip-prinsip kriminalisasi.
PELECEHAN SEKSUAL DAN PENAFSIRAN PERBUATAN CABUL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Erdianto Effendi
Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 2 (2019): Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.313 KB) | DOI: 10.30652/jih.v8i2.7859

Abstract

Abstrak Pelecehan seksual merupakan bentuk kekerasan seksual yang paling ringan tetapi paling sering terjadi. Banyak korban yang tidak mendapatkan rasa keadilan karena sejauh ini belum ada pengaturan yang tegas tentang pelecehan seksual dalam hukum pidana Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif, diketahui bahwa penegakan hukum terhadap pelaku pelecehan seksual dilakukan dengan menggunakan Pasal 281 hingga 294 KUHP yang mana definisi perbuatan melanggar kesusilaan dan perbuatan cabul dikembalikan kepada perasaan kesusilaan masyarakat setempat dan menempatkan unsur ketidaksukaan korban sebagai unsur terpenting untuk dapat ditegakkannya hukum terhadap pelaku pelecehan seksual.   AbstractSexual harassment is the mildest but most common form of sexual assault. Many victims do not get a sense of justice because so far there has not been a strict regulation on sexual harassment in Indonesian criminal law. By using juridical normative research methods, it is known that law enforcement against perpetrators of sexual harassment is carried out using Articles 281 to 294 of the Criminal Code in which the definition of acts that violate decency and obscene acts is returned to the feeling of decency of the local community and places the element of victim dislike as the most important element to be able to enforcement of the law against sexual harassers. 
Perlindungan HAM Bagi Para Pelaku Makar Di Indonesia Dalam Proses Penyidikan Sampai Proses Peradilan Erdianto Effendi; Elmayanti
Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi Vol 3 No 1 (2022): Jurnal Mahupiki April 2022
Publisher : Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (20822.583 KB) | DOI: 10.51370/jhpk.v3i1.64

Abstract

Pelaku tindak pidana, termasuk pelaku makar wajib dilindungi hak asasinya dalam proses penyidikan sampai pemidanaan. Praktik menunjukkan bahwa pelanggaran Hak asasi manusia terhadap tahanan dan narapidana masih saja terjadi. Melalui pendekatan penelitan yuridis normatif, disimpulkan bahwa Penegakan hukum terhadap mereka yang dianggap sebagai pelaku makar khususnya dalam penggunaan upaya paksa dan pemasyarakatan masih ditemukan adanya pelanggaran HAM bukanlah menunjukkan adanya pelanggaran HAM secara khusus terhadap pelaku makar karena praktik serupa pun terjadi juga terhadap penindakan tindak pidana lain.
MAKAR DENGAN MODUS MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL Erdianto Effendi
Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum Vol. 1 No. 2 (2019): Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.283 KB) | DOI: 10.25105/hpph.v1i2.5461

Abstract

Perubahan sosial dari era otoritarian di masa Orde Baru ke orde reformasi membuat masyarakat mengalami anomali. Mengungkapkan perasaan dianggap sebagai pemenuhan hak asasi manusia yang dipahami seakan semuanya boleh sehingga beterbaranlah berbagai informasi yang bersifat hoax bahkan sampai menjurus kepada tindakan melawan hukum yang serius. Dalam perspektif penegak hukum sejumlah tindakan melalui media sosial dikualifikasi sebagai delik makar. Perspektif tersebut mengandung kontroversi tentang pengertian makar itu sendiri khususnya berkaitan pula dengan pertanyaan apakah makar dapat dilakukan dengan media sosial. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat normatif, disimpulkan bahwa (i) ada dua pandangan dalam menafsirkan makar secara teori yaitu pandangan bersifat fisik dan pandangan yang menafsirkan makar harus berbentuk fisik, (ii) Penegakan hukum di masa Orde Lama menggunakan pendekatan  fisik sebagai kriteria makar sedangkan dalam orde Reformasi sebelum era Presiden Jokowi justru menggunakan pendekatan psikis (iii) Jika dilihat dari pendekatan psikis, kasus “makar” aktual yang terjadi dengan menggunakan media sosial dapat dikualifikasi sebagai makar, sedangkan jika menggunakan pendekatan fisik, maka perbuatan di media sosial dewasa ini belum dapat dikualifikasi sebagai makar, (iv) meskipun menggunakan pendekatan psikis perbuatan tersebut dapat saja dikualifikasi sebagai makar, harus diteliti dengan cermat apakah perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum menurut konstitusi.Kata Kunci: Makar, media sosial
KEARIFAN LOKAL BUDAYA SUKU SAKAI TERHADAP SUMBER DAYA PERAIRAN DI KABUPATEN BENGKALIS Setia Putra; Erdianto Effendi
Riau Law Journal Vol 1, No 1 (2017): Riau Law Journal
Publisher : Faculty of Law, Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.583 KB) | DOI: 10.30652/rlj.v1i1.4179

Abstract

AbstrakMasyarakat Suku Sakai menangkap ikan di sungai dengan menombak dan mengail, serta menangkap udang dengan menggunakan tangguk. Di rawa-rawa atau di sungai-sungai kecil mereka menangkap ikan dengan menggunakan lukah dan jaring.  Mereka memasang lukah dari jaring pada sore hari menjelang malam dan pada pagi hari dapat dilihat hasil tangkapannya. Ada larangan menangkap ikan dengan putas,  pukat, sentrum dan racun bisa didenda adat berupa uang adat yang disepakati Pengurus Bathin (Kepala, Manti, Mangku). Dilarang menebang hutan dekat sungai dan danau, bila dilakukan maka didenda adat untuk memulihkan kerusakan dan disuruh menanam pohon 7 kali lebih banyak.Kata Kunci: kearifan lokal, perairan, Sakai AbstractThe Sakai tribe catches fish in the river by using the spear and hook, and using tangguk for shrimp. In swamps or small rivers they used a fish trap and netting to catch the fish. They put on the fish trap nets on the afternoon or before the night and they take the catch out in the morning. There is a ban on fishing with putas, gillnets, centrum and toxins and it can be fined by indigenous customary pecuniary who agreed by Bathin Board (Chief, Manti, Mangku). It is forbidden to cut down the forests near the rivers and the lakes, and the indigenous fined to recover the damage is to plant the tree seven times more.Keywords : local wisdom, water, Sakai
PENAFSIRAN UJARAN KEBENCIAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA BERDASARKAN BEBERAPA PUTUSAN PENGADILAN Erdianto Effendi
Riau Law Journal Vol 4, No 1 (2020): Riau Law Journal
Publisher : Faculty of Law, Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.37 KB) | DOI: 10.30652/rlj.v4i1.7824

Abstract

Ujaran kebencian merupakan bentuk tindak pidana yang banyak terjadi khususnya terkait dengan situasi politik baik nasional maupun daerah. Meskipun sudah diatur dalam berbagai perundang-undangan, makna ujaran kebencian tersebut masih bersifat multitafsir. Dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif, diketahui bahwa yang dimaksud dengan ujaran kebencian seharusnya dimaknai dengan ujaran yang mengajak membenci seseorang indvidu atau kelompok masyarakat berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan, bukan pernyataan kebencian kepada seseorang atau sekelompok orang.
ANALISIS YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HEWAN PADA TINDAK PIDANA ANIMAL ABUSE DI INDONESIA Tirza Bonita; Erdianto Effendi; Ledy Diana
Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Hukum Vol 9, No 2 (2022): Juli - Desember 2022
Publisher : Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Animal abuse has recently emerged and has gone viral on social media.The high number of abandoned animals also affects the number of cases of animalabuse. The factor of the Indonesian population who also does not understandabout animal cruelty makes animal abuse often occur. Many regulations relatedto animal protection are currently unknown to the public and even lawenforcement officials themselves. Weak punishment for animal abuse in theCriminal Code is an obstacle in protecting the animals around us. Therefore,legal protection for animals in the crime of animal abuse is needed to reform toenforce the law and protect the existence of animals from human evil treatment ofanimals considering that animals are also living creatures that do not deserve tobe hurt.This type of research is normative juridical research, namely researchconducted by examining literature discussions with secondary data sourcesconsisting of primary legal materials in the form of laws and regulations,secondary legal materials from legal books, and tertiary legal materials in theform of dictionaries. Then the data were analyzed qualitatively, namely analyzingthe data descriptively obtained from secondary data.From the results of the study it was concluded that, first, the legalregulation of animal protection in Indonesia uses Law Number 41 of 2014concerning Animal Husbandry and Animal Health, amendments to Law Number18 of 2009 concerning Animal Husbandry and Health, Government RegulationNumber 95 of 2012 concerning Animal Husbandry and Animal Health. VeterinaryPublic Health and Animal Welfare and the Criminal Code. Article 302 forimposing punishment on perpetrators of criminal acts of animal abuse is Article302, which has a weak sentence and the sanctions do not provide a deterrenteffect to perpetrators of criminal acts of animal abuse. Second, the urgency ofrenewing regulations to protect animals from criminal acts of abuse is needed, toprotect animals from persecution and until now new rules regarding animalprotection are currently contained in the RKUHP which it is not yet known whenit will be ratified.Keywords: Analysis-Legal Protection-Animal-Criminal-Abuse
Co-Authors ', Erdiansyah ', Frengki ', Wahyuni , Erdiansyah ABDUL HAMID ADE Inda Yani Ade Mulyani Adi Tiara Putri Adi Tiaraputri Adinda Nabilla Adri, Saidil Afni Adelina Simanjuntak Afrialdo, Masrizal Agafe Marulytua Ambarita Ahmad Zaki Akfini Aditias, Akfini Al Rusdi Alberth Simanjuntak Alfadrian Alfadrian Alpajri, Muhammad Alviona Vinda Safira Anak Agung Istri Sri Wiadnyani Ananta, Bella Andika Surya Andri Hidayat, Andri Andria Familta Anita Apriani Anita Julianti Anugrah, Roby Anwar, Muda R. Aprianti, Gusni Ardian Syahputra Arief Laksamana Aviska Loveana Tomanda Ayu Yohana Putri, Ayu Yohana Azimu Halim, Azimu Azlina, Ira Sinta Azmi Ramadhan Bagus, M. Rizky Bella Maida Sasmita Bella Shintia Anggraini Bijaksono, Athfal Habiby Bima Sakti Zalvadeora Caryn, Caryn Cyntia Ayustika Fitria Daeng Ayub Daniel Af Hutapea Danu Hermansyah, Danu Davit Rahmadan Davit Rahmadan Davit Rahmadan Dayu Dawana Dedek Budi Saputra Delia Nadriah Awina Wirdatul Nadriah Demi Manurung Dessy Artina Destrian Hasugian Devi Angriyani Dewa Ayu Putu Laksmi Dewi, Elya Kusuma Diana Dewi Setia Wati Diana Diana Dimas Prayoga Dimo Gilbranu Edwin Capri Purba Ega Septianing Yudhiati, Ega Septianing Ega Suzana Elmayanti, Elmayanti Emilda Firdaus Erdiansyah ' Erdiansyah Erdiansyah Erick Van Lambok S. Sialagan Erwin, Risto Evi Deliana HZ Fajar, Muhammad Abdul Fanny Ayunda Dwi Putri Fardika, Devia Fitriana Fauziah, Putri Febby Widya Febria, Anggun Febrianton ' Ferawati Ferawati ' Ferawati Ferawati Ferawati Ferawati Ferawati, Ferawati Ferawati Ferdian, Wan Gilang Firdaus ' Firdaus Firdaus Fitri Febriyati Fitri Wahyuni Fitri, Anisa Frans Bragent Silitonga Fuji Lestari Gabriel, Alexander Ricardo Galingging, Winda Rosmauli Br Gendis Wahyuningrum Gilbranu, Dimo Gunawan Hutagalung Gusliana HB Gusti Erlangga JF Gustin, Darti Weni H Riyanda Elsera Yozani, H Riyanda Halawa, Ramadani Saputra Hamdani . Handoko, Tito Harisul Huda Hartina, Dian Hartini, Theresia Devi Haryanto, Popo Hengki Firmanda Heni Susanti Heni Susanti, Heni Henny Afrianti Henny Afrianti, Henny Hidayat, Roy Hidayat, Tengku Arif Ikhwan Habib, Ikhwan Ilham, Khairul Indah Permata Sukma Indah Rezeki Manurung Ipung Syahrir Situmorang Irdan Hasan Irfan Yobel Halomoan Sinaga Irvan Suherry Irwandi, Muhammad Ishaq Ishaq Johan Johan Jonatan Alexander G Juliani, Chaterine Junaidi ' Junaidi Junaidi Khaira Islamaili Khairul Bakri Khudsiyah, Deya Hazirattul Kinanti, Dinda Puteri Kurniawan, Raihan Lamtiur Siregar Larissa Evita Azalia, Larissa Evita Ledy Diana Lestari, Leny Lili Wulansari Lumbanraja, Sahala J M Ichsyan M. Ahsanul Walidain M. Fadhillah Johar M. Imam Indra M. Iqbal Malynda ' MANALU, KRISTINA Manurung, Indah Rezeki Margerytha Wulandara Hb Martinus Zebua Maxtry Parante Mexsasai Indra Mhd Syukri Mhd. Indra Kurniawan Mieke Christian S Miftahul Rahmi Muhammad Habibi Muhammad Ragel Muhammad Tuah Mukhlis R Mukhlis R. Mulia Andri, Mulia Mulyansyah, Handi Munthe, Henry Haro Muslimin Muslimin Nadia Yuri Malinda Nadya Alika Jely Nadya Syafira Naldi, Syafri Napitupulu, Titir Feronika Natasya Alfiana Sagita Saragi Nilma Suryani Nindy Axella Nova Ariati Nova Rifadilla Nova Yanti Siburian Novrianto Tambunan Nst, Habi Afpandi Nugraha Azel Putra, Nugraha Azel Nurfadilah Nurfadilah Nurhediansyah, Redyka Octavia, Ainun Yati Oktavianus, Jeffry Martunas Orde Prianata Pane, Paisal Arifsa Pangestu, Aji Bagus Pengky Stephen Sigalingging Putra, Raka Prasetya Putra, Ryanda Putri Asri Sri Rahayu Putri, Adi Tiara Putri, Melya Deana Putri, Nurul Izzah Alia RA, M. FAUZY Rafiqah Darwin Rahmad Hendra Ramadhana, Rhizkita Rani Oslina Nainggolan Raynanda Simanjuntak, Raynanda Rena Yulia Renhard Pebrian Reski Aslamiah Lubis Reski Reski Retno Andreas Reyhan Prima Gevari Rhizkita Ramadhana Rian Kurniawan Rianda Maisya Ridwan Sahputra Rifdah Juniarti Hasmi Rinda Yani, Rinda Rinta Meinika Rio Satria Harahap Risgaluh Maulidya Riyan Syahputra Rizki Pratama Kaloko Rizky Soehantoro RONALDO GUSTI SANDRA Roni Gunawan Rajagukguk Rori Oktavian Saputra Rut Lamria Kristina Tambunan Ryanda Putra S, Agrialdo Gamaliel S, Mieke Christian Safira, Dini Adelia Safrianda Safrianda Saidil Adri Sally Fisabillina Samadi, Muhammad Alfarid Samuel ' Santo Barri Gultom, Santo Barri Saragih, Geofani Milthree Satrio, Andreas Sembiring, Rinawati Septiani, Dela Setia Putra Setia Putra, Setia Sibarani, Tamara Roully Sihombing, Mual Ady Putra Silalahi, Jonathan Christoper Sinaga, Lusya Ermauli Br Sridevi Ronauli Sujianto Sujianto Sulandari, Devina Sutri Utami Sutrisno ' Syahra Syahra Syaifullah Yophi Ardiyanto Syamsuddin Syamsuddin Syamsul Arifin Tabah Santoso Teguh Arif Setiawan Tiara Andicha Putri Tiaraputri, Adi Tirza Bonita Tomanda, Aviska Loveana Tri Dayanto Sugianto, Tri Dayanto Tri Handika Putra Tri Novita Sari Manihuruk Tri Saputra Triboyono, Agus Ulfia Hasanah Ulil Abshor Ulil Abshor, Ulil Veithzal Rivai Zainal Vicky Khoila Winarto Vidya Sanaya Vika Anggraini Wahyu Andrie Septyo Wati, Irena Weni Safitri Ismail Wialanda Wiguna Widia Edorita Widya Selvia Winda Wulan Wino Thantow Malbuano Wira Paska Lismer Simamora Wulanda Septrila Metri Yahring, Adinan Yakub Frans Sihombing Yanto, Fahmi Riau Yeni Elviani Yonggi Oktavianus Yuri Prayoga A. Zhikrillah Zhikrillah Zulfikar Jayakusuma Zulham Daris Firidho