Claim Missing Document
Check
Articles

Emisi Karbondioksida (CO2) Lahan Gambut Pasca Kebakaran Tahun 2018 di Kota Pontianak Shandra Andina Rahsia; Evi Gusmayanti; Rossie Wiedya Nusantara
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 18, No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.18.2.384-391

Abstract

Lahan gambut di Kota Pontianak sering mengalami kebakaran yang berulang hampir setiap tahun. Tutupan lahan gambut yang terbakar beragam, mulai dari semak belukar hingga kebun masyrakat seperti akasia, kelapa sawit dan kebun campuran. Selain melepaskan emisi CO2 pada saat kebakaran berlangsung, lahan gambut yang mengalami perubahan fisik dan kimia akibat kebaarakan dapat mempengaruhi jumlah emisi CO2 yang dilepaskan ke atmosfer pasca terjadinya kebakaran.  Penelitian ini bertujuan untuk mengukur jumlah emisi CO2 pada lahan gambut yang terbakar pada pertengahan tahun 2018 di Kota Pontianak serta menganalisis korelasinya dengan beberapa faktor lingkungan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei- Juli 2019 di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat pada lahan gambut pasca kebakaran dengan vegetasi awal berupa tanaman akasia dan vegetasi saat dilakukan penelitian berupa semak belukar. Pengukuran Emisi CO2 menggunakan metode sungkup tertutup dengan alat ukur portable EGM 4 (Infra Red Gas Analyzer). Selain itu dilakukan pula pengambilan sampel tanah untuk menganalisis beberapa karakteristik fisik (bobot isi, kadar air gravimetrik, muka air tanah) dan kimia gambut ( kandungan bahan organik, kadar abu, kadar C Organik, pH dan Eh tanah) serta pengukuran variabel lingkungan (suhu udara dan suhu tanah). Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai fluks CO2 pada selama periode pengukuran berkisar dari 183 – 595 ton CO2 dengan rerata sebesar 416,07 t CO2 ± 92,99 . Emisi CO2 ini berkorelasi tidak nyata dengan variabel lingkungan. Selain mengindikasikan kompleksitas proses dekomposisi gambut sebagai penghasil emisi CO2 di lahan pasca kebakaran yang tidak dapat dikaitkan dengan variabel lingkungan tertentu, hal ini menunjukkan perlunya melakukan pengukuran dalam jangka waktu yang lebih panjang agar pola emisi dapat terlihat.
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Cadangan Karbon sebagai Indikator Degradasi Lingkungan di Kecamatan Sandai Kabupaten Ketapang Debi Sumarlin; Evi Gusmayanti; Gusti Zakaria Anshari
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 3 (2021): November 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.3.576-581

Abstract

Sumberdaya hutan dan lahan merupakan sumberdaya yang menjadi andalan dalam aktivitas sosial ekonomi masyarakat terutama di negara berkembang. Sumber daya hutan dan lahan memiliki permasalahan seperti kegiatan konversi area hutan ke penggunaan lahan non hutan.  Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Sandai pada periode 2000 sampai 2019. Selanjutnya hasil analisis digunakan untuk mengestimasi cadangan karbon. Data perubahan penggunaan lahan diperoleh dari analisis visual citra landsat, sedangkan cadangan karbon dihitung berdasarkan total luas penggunaaan lahan dengan standar cadangan karbon di setiap penggunaan lahan. Hasil analisis citra pada tahun 2019 dicocokkan dengan kondisi di lapangan. Hasil pengecekan pada 30 titik dengan kondisi terakhir penggunaan lahan tahun 2019 diperoleh kecocokan sebanyak 26 titik (87%), Ketidakcocokan terjadi karena perubahan penggunan lahan hutan sekunder menjadi kebun (1 titik), semak belukar menjadi tambang (1 titik), pertanian lahan kering menjadi lahan terbuka (1 titik) dan penggunaan lahan transmigrasi berubah menjadi semak belukar (1 titik). Penggunaan lahan yang paling dominan mengalami perubahan adalah hutan lahan kering sekunder dan perkebunan. Hutan lahan kering sekunder tahun 2000 yaitu seluas 39.931,11 ha, pada tahun 2011 menjadi 32.833,22 ha dan tahun 2019 menjadi 17.180,02 ha. Hutan lahan kering sekunder mengalami penurunan luas 22.751,09 ha dari luas 39.931,11 ha pada tahun 2000. Penggunaan lahan perkebunan tahun 2000 adalah 2.303,01 ha, mengalami penambahan luas tahun 2011 menjadi 3.996,79 dan tahun 2019 menjadi 13.937,42 ha. Penggunaan lahan perkebunan mengalami penambahan luas sebesar 13.937,42 ha dari luas 2.003,01 ha pada tahun 2000. Cadangan karbon tahun 2000 adalah 5.873,585 ton/ha, tahun 2011 menjadi 5.391,709 ton/ha dan tahun 2019 4.605,672 ton/ha. Cadangan karbon mengalami penurunan dari tahun 2000 sampai 2019 sebesar 1.267,91 ton/ha.    AbstractForest and land resources are the leading sector in the socio-economic activities of the community, especially in developing countries. Forest and land resources have problems such as the conversion of forest areas to non-forest land uses. The purpose of this study is to identify land use changes in Sandai District in the period 2000 to 2019. An analysis for above ground carbon stock also carried out in this study. Land use change data was obtained from visual analysis of Landsat imagery, while carbon stock was calculated based on the total land use area with carbon stock standards in each land use. Ground checking was carried out to validate the image in 2019 with field conditions. The results of ground checking at 30 points with the latest conditions of land use in 2019 obtained 26 points (87%), mismatches occurred due to changes in secondary forest land use to plantations (1 point), shrubs to mining (1 point), dryland agriculture to bareland (1 point) and transmigration changed to shrubs (1 point). The most dominant land use changes are secondary dryland forest and plantations. The secondary dryland forest in 2000 was 39.931,11 ha, it became 32,833.22 ha in 2011, and 17.180,02 ha in 2019. Secondary dryland forest decreased by 22.751,09 ha in 2019 from 39.931,11 ha in 2000. Plantations in 2000 was 2.303,01 ha increase to 3.996,79 in 2011 and 13,937.42 ha in 2019. Plantations increased by 13.937,42 ha in 2019 from 2.003,01 ha in 2000. Carbon stocks in 2000 were 5.873.585 tons/ha, it became 5,391,709 tons/ha in 2011 and 4,605.672 tons/ha in 2019. Carbon stocks decreased from 2000 to 2019 by 1.267,91 tons/ha.
Dampak Pemberian Pupuk Hayati dan NPK Terhadap Emisi CO2 Pada Perkebunan Kelapa Sawit Di Lahan Gambut Dika Riyani; Evi Gusmayanti; Muhammad Pramulya
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 19, No 2 (2021): Agustus 2021
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.19.2.219-226

Abstract

Pemanfaatan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit selalu disertai dengan pemupukan, seperti pupuk hayati dan NPK. Namun kegiatan pemupukan ini berpotensi meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik gambut yang selanjutnya menghasilkan emisi CO2. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur emisi CO2 sebelum dan sesudah pemupukan hayati dan NPK dari perkebunan kelapa sawit fase belum menghasilkan (umur tanaman 3 tahun) dan fase menghasilkan (umur tanaman 12 tahun). Penelitian ini dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat.  Emisi CO2 yang diukur pada enam belas subplot dengan metode sungkup tertutup menggunakan sensor CO2 Vaisala GMP343.  Pengukuran emisi CO2 dilakukan seminggu sekali dari bulan Agustus sampai Oktober 2020.  Bersamaan dengan pengukuran emisi CO2 dilakukan pengukuran suhu tanah, suhu udara dan kedalaman muka air tanah yang diikuti pengambilan sampel tanah untuk analisis pH, Eh dan kadar air gravimetrik.  Pengambilan sampel tanah terganggu untuk analisis kesuburan gambut dilakukan sebanyak tiga kali yaitu seminggu sebelum pengukuran emisi CO2, setelah aplikasi pupuk hayati dan setelah aplikasi pupuk NPK.  Hasil penelitian menunjukan emisi CO2 sebelum dan sesudah pemupukan tidak berbeda nyata.  Rerata emisi CO2 setelah pemupukan hayati cenderung lebih rendah dan kembali meningkat setelah pemupukan NPK.  Besaran emisi CO2 pada tanaman belum menghasilkan sebelum pemupukan sebesar 0,65 ± 0,36 g CO2 m-2 jam-1, setelah pemupukan hayati sebesar 0,56 ± 0,28 g CO2 m-2 jam-1 dan setelah pemupukan NPK sebesar  0,60 ± 0,32 g CO2 m-2 jam-1.  Sedangkan rerata emisi CO2 pada lokasi tanaman menghasilkan sebelum pemupukan yaitu 0,53 ± 0,24 g CO2 m-2 jam-1, setelah pemupukan hayati 0,38 ± 0,18 g CO2 m-2 jam-1 dan setelah pemupukan NPK meningkat menjadi 0,66 ± 0,43 g CO2 m-2 jam-1.ABSTRACTFertilization is a common practice when utilizing peatlands for oil palm plantation.  It includes bio fertilizer and compound NPK fertilizer.  However, fertilization may potentially increase microorganism activities leading to higher CO2 emission. This study aims to measure CO2 emissions before and after application of bio fertilizer and compound NPK fertilizer to oil palm plantations. This research was conducted on palm plantations in West Kalimantan. There are two plots of measurements i.e. immature oil palm, about 3 years of age and producing oil palm about 12 years of age, and every plot consists eight subplots. The measurement of CO2 emissions carried out according to closed chamber method using Vaisala GMP343 CO2 sensor once a week from August to October 2020. Along with measurement of CO2 emissions, environmental factors were also measured, i.e.  soil temperature, air temperature and groundwater level, pH, Eh and gravimetric water content.  Sampling of disturbed soil for peat fertility analysis was carried out three times, a week before measuring CO2 emissions, after application of bio-fertilizers and after application of compound NPK fertilizer. The results showed that CO2 emissions before and after fertilization were not significantly different. The average CO2 emission after biological fertilization tends to be lower than that before fertilizer application and tend to increase after NPK fertilization. The amount of CO2 emission in immature plot before fertilization is 0,65 ± 0,36 g CO2 m-2 hour-1, after biological fertilization is 0,56 ± 0,28 g CO2 m-2 hour-1 and after NPK fertilization is 0,60 ± 0,32 g CO2 m-2 hour-1.  Meanwhile, the average CO2 emission at the location of the plant produced before fertilization was 0,53 ± 0,24 g CO2 m-2 hour-1, after biological fertilization was 0,38 ± 0,18 g CO2 m-2 hour-1 and after NPK fertilization increased to 0,66 ± 0,43 g CO2 m-2 hour-1.
Emisi Karbon Dioksida (CO2) dari Pertanian Skala Kecil di Lahan Gambut Jamaludin Jamaludin; Evi Gusmayanti; Gusti Zakaria Anshari
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 18, No 3 (2020): November 2020
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.18.3.582-588

Abstract

Pembukaan lahan gambut menyebabkan emisi gas karbon dioksida (CO2) ke atmosfer, termasuk alih fungsi hutan rawa gambut menjadi pertanian rakyat (skala kecil).Tujuan penelitian untuk mengukur emisi CO2 dari pertanian skala kecil di lahan gambut, yaitu perkebunan karet (Hevea brasiliensis) berumur 8-10 tahun, kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berumur 5-6 tahun, dan jahe (Zingiber officinale) berumur 0-6 bulan. Sampel gas CO2 diambil dengan metode sungkup tertutup (closed chamber). Pengukuran konsentrasi gas CO2 dilakukan dengan gas kromatografi. Sungkup ditempatkan pada dua kondisi lahan, yaitu perlakuan pemotongan akar (trenching) untuk mewakili respirasi heterotrofik, dan tanpa pemotongan akar untuk mewakili respirasi total. Hasil penelitian mendapatkan bahwa emisi CO2 dari pertanian rakyat memiliki kontribusi dalam meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer. Total emisi CO2 dari kebun karet, kelapa sawit dan jahe, masing-masing sebesar 42,6 ton CO2 ha-1 th-1, 35,9 ton CO2 ha-1 th-1, dan 34,4 ton CO2 ha-1 th-1. Nilai respirasi heterotrofik dari kebun karet diperkirakan sebesar 61,4%, dan kelapa sawit 57,4%.  Pemotongan akar (trenching) pada pertanian jahe tidak efektif karena sistem perakaran serabut yang tidak menyebar jauh, sehingga respirasi heterotropik tidak dapat dipisahkan dari respirasi total.   Muka air tanah menunjukan hubungan yang negatif terhadap nilai emisi (r = -0,197, p-value = 0,023) dari ketiga penggunaan lahan. Besarnya emisi carbon dari pertanian skala kecil pada lahan gambut yang terdrainase mendekati nilai patokan (default value) IPCC 2014, yang antara 40 – 73 ton CO2 ha-1 th-1. Pengendalian emisi karbon dari pertanian skala kecil pada laham gambut berkontribusi penting dalam upaya untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor pertanian.ABSTRACTConversion of peatland to smallholder agriculture leads carbon dioxide (CO2) emission into the atmosphere. This research aims to measure CO2 emissions from smallholder agriculture on tropical peatlands used for rubber (Hevea brasiliensis) 8-10 years, oil palm (Elaeis guineensis Jacq) 5-6 years,  and ginger (Zingiber officinale) 0-6 months. We collected gas samples from a closed chamber and measured CO2 emissions for four months, using gas chromatography. We separated heterotrophic from total respiration by trenching. The results showed that CO2 emissions from smallholder agriculture had a contribution to increase the concentration of CO2 in the atmosphere. Carbon emissions were 42.6 t CO2 ha-1 yr-1, 35,9 t CO2 ha-1 yr-1, and 34,4 t CO2 ha-1 yr-1 from rubber, oil palm, and ginger. The estimated autotrophic respiration in rubber and oil palm plantations was 38,6% and 42,8%, respectively. Water table depth shows a negative correlation to the CO2 emission (r = -0,197, p-value = 0,023). In conclusion, this research found a large carbon emission from small-scale agriculture on tropical peatlands, which is almost similar to carbon emission from other large-scale commercial plantations on drained tropical peat according to the 2014 IPCC default value, which ranges 40-73 t CO2 ha-1 yr-1. Reducing carbon emission from small scale agricultures on peatlands would significantky contribute to achieve the reduction of green house gas target in agricultural sector.
PEMBUATAN BOKASHI DAN BIOURINE BERBASIS KOTORAN KAMBING DI DESA MANDIRI PEDULI GAMBUT KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT Evi Gusmayanti; Rakhmad Perkasa Harahap; Gusti Zakaria Anshari
JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Vol 28, No 3 (2022): JULI-SEPTEMBER
Publisher : Universitas Negeri Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24114/jpkm.v28i3.38887

Abstract

Desa Arang Limbung merupakan salah satu desa yang menerima program restorasi gambut dari Badan Restorasi Gambut (sekarang BRGM, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.  Di desa ini, terdapat Kelompok Tani Makmur yang menerima program restorasi gambut berupa program Revitalisasi dalam bentuk usaha ternak kambing.  Sebagai kelompok tani yang dibentuk untuk menerima program dari BRGM dengan latar belakang pekerjaan yang bukan peternak menyebabkan usaha ternak kambing yang dikelola oleh kelompok tani ini mengalami beberapa kendala.  Selain sektor produksi ternak yang belum optimal akibat tingginya angka kematian anak kambing, usaha ternak kambing ini belum menghasilkan pendapatan yang memadai bagi anggota kelompoknya.  Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sumber pendapatan dari usaha ternak kambing adalah mengelola limbah ternak berupa kotoran padat dan urin menjadi produk bokashi dan biourin yang dapat dijual.  Peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk membuat bokashi dan biourin dilaksanakan melalui pelatihan yang diadakan pada bulan Juli 2022.  Pelatihan tersebut dihadiri oleh 12 orang anggota kelompok Tani Makmur dan didampingi oleh tim pengabdian masyarakat dari Universitas Tanjungpura.  Kegiatan pelatihan dilaksanakan melalui metode penyuluhan dan mempraktekkan secara langsung proses pembuatan bokashi dan biourin.  Sebagian besar peserta pelatihan merasakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pada akhir kegiatan pelatihan dan berharap dapat menghasilkan produk bokashi dan biourin yang dapat digunakan dalam budidaya tanaman milik sendiri maupun dijual untuk menambah penghasilan keluarga
KANDUNGAN FENOL, TANIN, DAN TOTAL KOLONI BAKTERI PENDEGRADASI FENOL PADA LAHAN GAMBUT YANG DIRESTORASI HIDROLOGI Octavia Yesie Andeni; Evi Gusmayanti; Gusti Zakaria Anshari
Agros Journal of Agriculture Science Vol 26, No 1 (2024): Januari
Publisher : Fakultas Pertanian, Universitas Janabadra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37159/jpa.v26i1.4050

Abstract

Phenolic compounds are one of the organic materials that can inhibit the decomposition process of peat, are toxic to plants, and difficult to degrade. Degradation of phenolic content can be done enzymatically by phenol-degrading bacteria. The purpose of this study was to compare the content of phenol, tannin, and total colonies of phenol-degrading bacteria on mixed agricultural land at upstream and downstream of the canal blocking built through the hydrological restoration program. The research was conducted from September 2022 to January 2023. Soil samples were taken from two transects (upstream and downstream of canal blocking) using a peat drill.  The samples were analyzed to measure phenol, tannin, and bacterial content.  The results showed insignificant differences in the content of phenol and tannin in peat samples collected from the two transects. The pH, water content, and C-organic content were found in a similar pattern. Total colonies of phenol-degrading bacteria tended to be higher in the transect located upstream compared to the downstream of canal blocking. Keywords: phenol, phenol-degrading bacteria, tannin.INTISARISenyawa fenolik merupakan salah satu bahan organik yang dapat menghambat proses dekomposisi gambut, bersifat racun bagi tanaman, dan sulit terdegradasi. Degradasi kandungan fenolik dapat dilakukan secara enzimatik oleh bakteri pendegradasi fenol. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kandungan fenol, tanin, dan total koloni bakteri pendegradasi fenol pada lahan pertanian campuran hulu dan hilir sekat kanal yang dibangun melalui program restorasi hidrologi. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2022 hingga Januari 2023. Sampel tanah diambil pada dua transek (hulu dan hilir sekat kanal) dengan menggunakan alat bor gambut. Sampel dianalisis untuk mengukur kandungan fenol, tanin, dan bakteri. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang tidak signifikan kandungan fenol dan tanin pada sampel gambut yang dikumpulkan dari kedua transek. PH, kadar air, dan kandungan C-organik ditemukan dalam pola yang sama. Total koloni bakteri pendegradasi fenol cenderung lebih tinggi pada transek yang terletak di bagian hulu dibandingkan di bagian hilir sekat saluran. Kata kunci: fenol, bakteri pendegradasi fenol, tanin
Evaluasi Kinerja Kelompok Kerja Masyarakat Berbasis Komunitas dalam Mengelola Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal di Kota Singkawang Bewa Mulyatama; Gusti Zakaria Anshari; Evi Gusmayanti
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 22, No 4 (2024): July 2024
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.22.4.1054-1066

Abstract

Keterlibatan masyarakat dalam program Sanitasi berbasis Masyarakat (SANIMAS) diharapkan aktif, namun kenyataanya keterlibatan Masyarakat sebagai pengurus Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) dari SANIMAS dalam melakukan pengelolaan serta pemeliharaan IPAL komunal sangat minim. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja KPP dalam pengelolaan IPAL, serta membandingkan kondisi pengelolaan KPP aktif, kurang aktif dan tidak aktif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara semi-terstruktur, pengamatan dan pengumpulan dokumen. Sampel yang diambil adalah lima KPP, yaitu Rukun, Bambu Runcing, Nek Bagak, Melati dan Cendana. Lokasi penelitian pada Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian mendapatkan KPP tidak melaksanakan pengelolaan IPAL dengan baik. Dua KPP, yaitu Melati dan Cendana menunjukan kegiatan pengelolaan KPP, tetapi termasuk kurang aktif. Hasil pengamatan IPAL menunjukkan bahwa kondisi IPAL yang dipelihara secara rutin tidak disebabkan oleh aktivitas pengurus KPP, tetapi akibat dari inisiatif anggota yang memiliki kepentingan untuk merawat IPAL. Penelitian menyimpulkan bahwa program SANIMAS banyak menghadapi berbagai kendala, terutama dalam perihal pemeliharaan IPAL, yang menjadi beban masyarakat. Bantuan pemerintah untuk memelihara IPAL komunal sangat dibutuhkan, terutama perihal pemberdayaan manajemen dan bantuan teknis untuk memelihara fungsi IPAL komunal. Pemerintah hendaknya menawarkan pembangunan IPAL yang layak ekonomi untuk dikelola langsung per rumah tangga karena masih luas lahan yang tersedia. Pengelolaan IPAL komunal saat ini menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan kesulitan dalam pengambilan keputusan dan eksekusi putusan yang berbasis pada manajemen bangunan milik bersama.
Fluktuasi Muka Air Tanah Lahan Pertanian Skala Kecil di Desa Penerima Program Restorasi Gambut Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Evi Gusmayanti; Rossie Wiedya Nusantara; Jajat Sudrajat
Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 22, No 1 (2024): January 2024
Publisher : School of Postgraduate Studies, Diponegoro Univer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jil.22.1.20-27

Abstract

Muka air tanah merupakan salah satu indikator penting degradasi lahan gambut.  Sesuai aturan pemerintah, pemanfaatan lahan gambut yang memiliki fungsi budidaya disyaratkan untuk menjaga muka air tanah maksimal 40 cm di bawah permukaan tanah.  Dalam upaya untuk mengendalikan degradasi gambut, pemerintah melakukan program restorasi gambut yang salah satunya bertujuan untuk pembasahan gambut dengan membangun sekat-sekat kanal pada lokasi prioritas, termasuk di Kabupaten Kubu Raya.  Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran muka air tanah di dua lahan pertanian skala kecil milik masyarakat di Desa Madusari, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.  Desa ini merupakan salah satu desa penerima program restorasi gambut berupa pembangunan sekat kanal.  Terdapat dua plot pengukuran yang memiliki tipe sekat kanal yang berbeda, yaitu sekat kanal yang dibagun Dinas Pekerjaan Umum dan sekat kanal yang dibangun Badan Restorasi Gambut.  Masing-masing plot terdiri dari enam titik pengukuran muka air tanah, yang mulai diukur sejak bulan Februari sampai Mei 2022.  Muka air tanah diukur melalui sumur pantau (piezometer) yang terbuat dari pipa PVC berdiameter sebesar 5 cm yang dibenamkan ke dalam tanah.  Selain muka air tanah, sifat fisik gambut yang diukur dalam kegiatan penelitian ini meliputi kedalaman gambut, bobot isi, berat jenis partikel, porositas, permeabilitas serta kadar air gravimetrik dan volumetrik.  Data curah hujan diperoleh dari stasiun BMKG terdekat, yaitu Stasiun Supadio, Pontianak. Hasil penelitian menunjukkan muka air tanah di sekitar sekat kanal bervariasi berdasarkan lokasi terhadap sekat kanal dan jarak dari kanal.  Sampai jarak tertentu, sekat kanal dapat meningkatkan muka air tanah sehingga terbukti efektif dalam program pembasahan gambut
UJI BEBERAPA MACAM TEKNIK SAMBUNG PUCUK TERHADAP KEBERHASILAN SAMBUNGAN BIBIT DURIAN Uswatun Hasanah; Patriani Patriani; Evi Gusmayanti
Jurnal Sains Pertanian Equator Vol 4, No 1: April 2015
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jspe.v4i1.8619

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik sambung pucuk yang terbaik pada sambungan bibit durian. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 taraf perlakuan p1=sambung celah, p2= sambung celah terbalik, p3=sambung cemeti, dengan banyaknya 8 ulangan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi persentase keberhasilan sambungan (%), pertambahan panjang entris (cm) dan jumlah daun terbentuk (helai). Berdasarkan hasil penelitian, teknik sambung pucuk memberikan pengaruh nyata terhadap persentase keberhasilan sambungan dan pertambahan panjang entris, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun.
PENGARUH ABU KULIT DURIAN DAN PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG MANIS PADA TANAH GAMBUT Saifuddin saifuddin; Henny Sulistyowati; Evi Gusmayanti
Jurnal Sains Pertanian Equator Vol 6, No 2 (2017): Oktober 2017
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jspe.v6i2.19474

Abstract

The research is aimed to determine the effect of ash and cow manure on growth and yield of sweet corn cultivated  on peat soil. Ash applied in this study was prepared from durian shell. The research was held at Sungai Kakap, one of durian producer area in Kubu Raya District, West Kalimantan. The experiment is arranged  according to factorial randomize block design with two factors, i.e., dosage of ash (Factor A) and dosage of cow manure (Factor B). Factor A consists of three levels is, a1 (30 ton/ha equivalent to 8,07 kg/plot), a2 (41 ton/ha equivalent to 11,21 kg/plot), a3 (47 ton/ha equivalent to 14,35 kg/plot) and factor B also consists of b1 (10 kg/ha equivalent to 5kg/plot), b2 (20 kg/ha equivalent to 10 kg/plot), b3 (30 kg/ha equivalent to 15 kg/plot). Every treatments is replicated 4 times, and each of this experimental unit has three sample crops. The results showed that interaction of factor A and factor B has not significantly affected growth and yield of sweet corn. The main effect of Factor B has been identified statistically significant. Among the levels of Factor B, application of 10 kg cow manure per plot (equivalent to 20 ton/ha) is considered as the best dosage in this study.
Co-Authors - - Agustina - - Hidayat - Warganda Abdul Jabbar Adhitiyawarman, Adhitiyawarman Agustina Listiawati Ahmad Subuh Akbar, Aji Ali Ali Akbar , Aji Aliamin Aliamin aliamin aliamin Andriyani, Yulita Anshari, Gusti Z Anshari, Gusti Z. Anshari, Gusti Zakaria Aripin, Samsun Asmadi asmadi Barry, Desi Silvani Putri Aulian Basuni Bewa Mulyatama Bowen, Jennifer C Chairani Siregar Dadan Kusnandar Darussalam Darussalam, Darussalam Dayanti, Erin Debi Sumarlin Dika Riyani Dwi Zulfita Dwi Zulfita ersandi sandi Fanni Aditya Farah Diba Fathmawati Fathmawati Gates, Ruby Gusti Zakaria Anshari Gusti Zakaria Anshari Gusti Zakaria Anshari Gusti Zakaria Anshari Gusti Zulkifli Mulki Hardiyanti Ningsih Hasibuan Henny Sulistyowati Henny Sulistyowati Henny Sulistyowati Hoyt, Alison Iva Tifani Iwan Sasli J.K. Simamora, Cico Jajat sudrajat Jajat Sudrajat Jamaludin . Jamaludin Jamaludin Josua Parulian Hutajulu Kristin, Valenti Muhammad Elifant Yuggotomo Muhammad Iqbal Muhammad Pramulya Muhammad Pramulya Muhti Dewi Prihutami Mulyadi Rohim Murni, Sri Dewi NORMALA NORMALA Octadinata, Rizky Octavia Yesie Andeni PATRIANI PATRIANI PATRIANI PATRIANI Perryman, Clarice R Prihantoro, Regie Tio Rakhmad Perkasa Harahap Ratna Yulita Rio, Kornelius Rossie Wiedya Nusantara Rossie Wiedya Nusantara Rossie Wiedya Nusantara Saifuddin saifuddin Shandra Andina Rahsia Sholahuddin Sinaga, Christina Sisdamantri, Atmi Ayu Siti Sawerah Surachman Surachman Surachman Surachman Sutikno Sutikno Tangti Yosepa Togatorop, Marthin Jonathan Triatmojo, Leo Pamungkas ULYA SRI RAHAYU Usela, Viesta Cahya USWATUN HASANAH Wandanil, Wandanil Yani, Akhmad Z. Anshari, Gusti Zapariza, Rudi