Claim Missing Document
Check
Articles

Kepastian Hukum Tentang Pendaftaran Persekutuan Firma Setelah Terbitnya Permenkumham Nomor 17 Tahun 2018 I Wayan Gede Eka Gunawan; I Ketut Sudantra
Acta Comitas Vol 6 No 02 (2021)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2021.v06.i02.p13

Abstract

Abstract The purpose the reseach is determined of the background of issuance of Permenkumham Number 17 of 2018 and legal certainty of the mandatory fellowship registration firm after the issuance of Permenkumham No. 17/2018. The kind of research using legal normative research, with primier legal material, secondary and tertiory, from these legal materials can be drawn the conclusions by using descriptive analysis methods. The results showed that in order to meet the dynamics of society in the registration of CV, firms and Private Company and registration of their deeds of establishment through an online system to make it faster, efficient and in one instant, the government issued Permenkumham No. 17/2018. But the issuance Permenkumham No. 17/2018 is different from Article 23 and Article 28 of the Indonesian Commercial Code regarding the registration of Firm business entities which must be registered at the Registrar's Office of the District Court where the Firm is located and then the deed must be announced in the News of the Republic of Indonesia. Because of the KUHD has a higher legal hierarchy than a Permen, the Permen cannot override the existing regulations, because by law all its obligations and regulations must still be considered to exist and apply. Permenkumham No. 17/2018 is not in line with the KUHD which is on the legal hierarchy, so it is necessary to conduct an examination at the Supreme Court, in order to obtain results regarding legal certainty from the Permenkumham. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang latar belakang diterbitkannya Permenkumham Nomor 17 Tahun 2018 dan kepastian hukum wajib daftar persekutuan firma setelah terbitnya Permenkumham No. 17/2018. Jenis penelitian dari penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan bahan hukum primier, sekunder dan tersier, dari bahan hukum tersebut dapat menarik kesimpulan dengan menggunakan metode analisa diskriptif. Adapun hasil penelitian memperlihatkan bahwa untuk memenuhi dinamika masyarakat dalam pendaftaran firma, CV dan persekutuan terbatas, dimana Pendaftaran Akta Pendiriannya melalui online system agar lebih cepat, efisien dan dalam satu pintu instansi, maka pemerintah menerbitkan Permenkumham No. 17/2018. Tetapi terbitnya Permenkumham No. 17/2018 terdapat perbedaan dengan Pasal 23 dan Pasal 28 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tentang pendaftaran badan usaha Firma yang mana wajib didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat kedudukan firma tersebut dan kemudian aktanya wajib di umumkan dalam Berita Acara NKRI. Karena KUHD hirarki hukumnya lebih tinggi dari Permen, sehingga Permen tidak dapat mengesampingkan peraturan yang ada diatasnya, karena demi hukum segala kewajiban dan peraturannya harus tetap dianggap ada dan berlaku. Permenkumham No. 17/2018 tidak selaras dengan KUHD yang berada pada hirarki hukum diatasnya, sehingga perlu dilakukan pengujian di Mahkamah Agung, agar memperoleh hasil tentang kepastian hukum dari Permenkumham tersebut.
Hak Waris Laki-Laki Nyentana dalam Perspektif Hukum Adat Waris Bali Luh Anastasia Trisna Dewi; I Ketut Sudantra
Acta Comitas Vol 6 No 03 (2021)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2021.v06.i03.p10

Abstract

Abstract This study aims to examine the inheritance rights of men who marry nyentana to inheritance in their family of origin according to Balinese customary law. This research uses a normative research method, and utilizes a statutory and conceptual approach. The results of the study concluded that according to "Balinese inheritance law", a son who marries "nyentana" does not have inheritance rights in his original family because he is considered to have left the kedaton. However, after the establishment of the Pesamuhan Agung III Main Council of Pekraman Village (MUDP) Bali in 2010, boys who marry nyentana have limited space to inherit. However, the Decision of the Supreme Council III of the Pekraman Village Main Assembly (MUDP) does not automatically apply as Balinese customary law, before the values ??and principles on that Decision adheres into the awig-awig of traditional villages. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hak waris laki-laki yang kawin nyentana terhadap harta warisan di keluarga asalnya menurut hukum adat Bali. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif, serta memanfaatkan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa menurut “hukum adat waris Bali”, anak laki-laki yang kawin ”nyentana” tidak memiliki hak waris dalam keluarga asalnya karena ia dianggap ninggal kedaton. Pasca ditetapkannya Pesamuhan Agung III Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Bali tahun 2010, anak laki-laki yang kawin nyentana memiliki ruang untuk mewaris yang sifatnya terbatas. Walaupun demikian, Keputusan Pesamuan Agung III Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) tidak serta merta berlaku sebagai hukum adat Bali, sebelum nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dalam ketentuan Keputusan a quo awig-awig desa adat.
Di Balik Prevalensi Perkawinan Usia Anak Yang Menggelisahkan: Hukum Negara Versus Hukum Adat I Ketut Sudantra; I Gusti Ngurah Dharma Laksana
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.648 KB) | DOI: 10.29303/ius.v7i1.594

Abstract

Perkawinan adalah suatu peristiwa hukum sehingga diyakini ada aspek hukum yang berpengaruh terhadap masih tingginya prevalensi perkawinan usia anak di Indonesia, termasuk Bali. Hukum perkawinan yang berlaku bagi masyarakat adat di Bali bersifat pluralistik sebab berlaku lebih dari satu sistem hukum dalam lapangan sosial yang sama, yaitu sistem hukum negara (hukum perkawinan nasional) dan sistem hukum adat (hukum adat Bali). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan perkawinan usia anak dalam dua sistem hukum tersebut, apakah sinkron atau tidak. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Penelitian ini mengandalkan data sekunder, baik yang berupa bahan hukum (primer dan sekunder) maupun bahan non-hukum, yang dikumpulkan melalui penelusuran literatur. Analisis  dilakukan dengan teknik-teknik penalaran dan argumentasi hukum, seperti penafsiran dan konstruksi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kesesuaian pengaturan perkawinan usia anak dalam sistem hukum di Indonesia, baik dalam lingkup internal hukum negara maupun dalam dikotomi hukum negara dan hukum adat (Bali). Itu sebabnya ada kebutuhan perlunya sinkronisasi hukum untuk dapat mengakhiri atau setidaknya mengurangi praktik-praktik perkawinan usia anak di Indonesia.
Recognition the Role of Traditional Villages in Tourism Development from The Legal Pluralism Perspective Ni Ketut Sari Adnyani; Gede Marhaendra Wija Atmaja; I Ketut Sudantra
International Journal of Social Science and Business Vol. 6 No. 1 (2022): February
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/ijssb.v6i1.40647

Abstract

Pengelolaan keanekaragaman tradisi dan budaya di setiap daerah di Nusantara lahir dari kemajemukan masyarakat dengan ciri khas berbagai sistem hukum adat yang berbeda dengan hukum nasional yang justru dapat memperkaya khasanah hukum nasional Indonesia. Urgensi kajian artikel ini adalah perlu adanya integrasi kebijakan pembentukan regulasi dan pengelolaan di bidang kearifan lokal seperti adat dan tradisi yang terdapat di setiap daerah di Indonesia. Masalah yang dikaji adalah: pertama, mengkaji kebijakan pengembangan adat dan tradisi dalam konteks pluralisme hukum dan kedua, menganalisis konsep hukum sebagai integrator dalam kebijakan adat dan tradisi dalam konteks pluralisme hukum Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, perkembangan adat dan tradisi dalam konteks pluralisme hukum selama ini, hukum negara berada pada posisi ordinat dan kearifan lokal berada pada posisi subordinat, sedangkan telah terjadi marginalisasi kelompok masyarakat hukum adat di Indonesia. kebijakan pengembangan adat dan tradisi; dan kedua, konsep hukum dapat berfungsi sebagai integrator antara kepentingan subsistem dalam kebijakan pengembangan adat dan tradisi dalam konteks pluralisme hukum di Indonesia.
DAMPAK PARKIR LIAR TERHADAP KINERJA LALU LINTAS PADA RUAS JALAN DI KOTA DENPASAR SELATAN Putu Aditya Wiradana; I Ketut Sudantra
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 3 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v11.i03.p17

Abstract

Penelitian memiliki tujuan untuk mendiskusi perihal dampak parkir liar terhadap kinerja lalu lintas pada ruas jalan Di Kota Denpasar Selatan.Metode yang digunakan pada pembuatan karya ilmiah ini yakni penelitian hukum empiris. Karya ilmiah ini menerapkan pendekatan melalui pendekatan fakta (the fact approach) yang merupakan pendekatan yang berdasarkan dari fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Penelitian ini menggunakan undang-undang sedangkan bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu buku dan jurnal tentang hukum. Berdasarkan hasil studi Dapat disimpulkan bahwa berkurangnya lahan parkir yang tersedia dapat menyebabkan penggunaan ruas jalan sebagai parkir liar dan membuat kemacetan yang banyak terjadi di Kota Denpasar selatan. Secara umum terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan permasalahan kemacetan yang menjadi tidak dapat dikontrol jika dibiarkan, yaitu: Demand atau bertambahnya pengguna kendaraan, Supply atau keterbatasan sumber daya dalam melaksanakan pembangunan jalan raya dan fasilitas lainnya, dan System Operation atau kurangnya optimal dalam pengoperasian fasilitas transportasi yang ada. dan memicu banyak oknum-oknum sebagai juru parkir liar untuk memanfaatkan kejadian tersebut dan upaya pemerintah untuk menegakkannya sesuai dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah di Kota Denpasar untuk meminimalisir kejadian parkir liar tersebut berdasarkan tindakan dan berdasarkan hukum salah satunya yaitu Perda Kota Denpasar Nomor 13 Tahun 2016. ABSTRACT The aim of the research is to discuss the impact of illegal parking on traffic performance on roads in the city of South Denpasar. The method used in making this scientific paper is empirical legal research. This scientific work applies an approach through the fact approach which is an approach based on facts that occur in the field. This study uses laws while the secondary legal materials used are books and journals about law. Based on the results of the study, it can be concluded that the reduced available parking space can lead to the use of roads as illegal parking and create a lot of traffic jams that occur in South Denpasar City. In general there are several factors that can increase the problem of congestion which becomes uncontrollable if left unchecked, namely: Demand or increase in vehicle users, Supply or limited resources in carrying out the construction of highways and other facilities, and System Operation or lack of optimization in the operation of transportation facilities which exists. and triggered many elements as illegal parking attendants to take advantage of the incident and the government's efforts to enforce it in accordance with Article 368 paragraph (1) of the Criminal Code. The efforts made by the government in Denpasar City to minimize the incident of illegal parking are based on action and based on law, one of which is Denpasar City Regulation No. 13 of 2016.
Peran Notaris Dalam Pendirian Perseroan untuk Usaha Mikro Dan Kecil Andi Nilam Cahya Zulfikar; I Ketut Sudantra
Acta Comitas Vol 8 No 01 (2023)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2023.v08.i01.p2

Abstract

The purpose of this study is to analyze the company for micro and small businesses in terms of the Job Creation Act and the Limited Liability Company Act and analyze the role of a notary in establishing a company for micro and small businesses. This research is a type of normative research, using a statutory approach and a comparative approach. The results of this study are that there are very significant differences and there are still many legal loopholes contained in the Employment Creation Act regulations regarding companies for micro and small businesses, and that the process of establishing companies for micro and small businesses does not require a notarial deed in accordance with the provisions of the Act. - Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation where the establishment process is carried out by registering it electronically at the Ministry of Law and Human Rights without the need for a notary deed.
Peran Notaris Dalam Proses Pembuktian Pada Sengketa Hak Atas Tanah di Pengadilan Putu Aristia Anggara Putera; I Ketut Sudantra
Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan Vol 8 No 02 (2023)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2023.v08.i02.p12

Abstract

Dalam studi ini, bertujuan membahas mengenai tanggung jawab notaris atas akta yang berfungsi sebagai bukti di pengadilan, dan apakah notaris harus menghadiri panggilan pengadilan untuk berpartisipasi dalam proses pembuktian sengketa hak atas tanah. Penelitian ini menggunakan metode empiris. Di sini, penulis menggunakan metode fakta, analisis konsep hukum, dan analisis historis untuk membandingkan kebenaran teks dengan kenyataan sosial. Tujuan penulisan ini adalah guna meneliti tanggungjawab notaris atas akta yang menjadi alat bukti di pengadilan serta kewajiban notaris menghadiri panggilan pengadilan untuk terlibat dalam pembuktian sengketa ha katas tanah. Menurut penelitian ini, tanggungjawab notaris baik secara formil, materil maupun lahiriah atas aktanya sangat penting dalam suatu proses pembuktian. Notaris bertanggung jawab atas kebenaran formil para penghadap, khususnya jika akta tersebut adalah akta pihak. Namun, untuk kebenaran materiil, hanya penjelasan oleh penghadap yang menjadi tanggungjawab daripada notaris. Sedangkan untuk kebenaran materiil, notaris hanya bertanggungjawab atas bahwa benar apa yang tertuang pada akta merupakan kenyataan yang diberikan oleh para pembicara. MPD melindungi notaris dari kewajiban mereka untuk memenuhi panggilan pengadilan dan penyidikan. Berdasarkan undang-undang MPD bertugas untuk melaksanakan tindakan-tindakan tertentu apabila notaris mendapat panggilan baik oleh penyidik maupun oleh pengadilan. dalam hal notaris memberikan keterangan di pengadilan, notaris hanya menyampaikan keterangan sepanjang apa yang tertuang dalam akta.
Justice-Based Old Age Guarantee Payment Arrangements in Indonesia Kadek Dedy Suryana; R.A Retno Murni; I Ketut Sudantra; Desak Putu Dewi Kasih
Journal of Social Research Vol. 2 No. 5 (2023): Journal of Social Research
Publisher : International Journal Labs

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55324/josr.v2i5.748

Abstract

One of the objectives of establishing the Unitary State of the Republic of Indonesia as stated in the Preamble to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is to strive to improve the welfare of the people. The welfare in question must be enjoyed in a sustainable, fair, and equitable manner reaching all people. Where this is the right for every citizen to obtain social security that allows the full development of himself as a dignified human being, guaranteed by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as stipulated in Article 28H paragraph (3) and Article 34 paragraph (2). Social security is also guaranteed in the United Nations Declaration on Human Rights of 1948 and affirmed in the International Labour Organization Convention No. 102 of 1952 which advocates all countries to provide minimum protection to every workforce. The national social security system is basically a state program that aims to provide certainty of protection and social welfare for all Indonesians. Through this program, every resident is expected to be able to meet the basic needs of a decent life in the event of things that can result in loss or decrease in income, due to illness, accidents, loss of work, entering old age, or retirement. The government has several programs in implementing social security, one of which is the Old Age Security Program. Old age insurance is a benefit in the form of cash that is paid in a lump sum after the participant retires, passes away, or experiences permanent total disability. The old-age Guarantee program is designed to provide protection when a person enters old age or retirement, when they no longer have income. Therefore, the name is old age guarantee.
Perkawinan Negen Dadua sebagai Wujud Kesetaraan Gender dalam Masyarakat Hukum Adat Bali Wedanti, I Gusti Ayu Jatiana Manik; Windia, I Wayan P; Sudantra, I Ketut
SINTHOP: Media Kajian Pendidikan, Agama, Sosial dan Budaya Vol. 2 No. 2 (2023): Juli-Desember
Publisher : Lembaga Aneuk Muda Peduli Umat, Bekerjasama dengan Pusat Jurnal Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sinthop.v2i2.3229

Abstract

This article examines the concept of Negen Dadua marriage in Bali, a unique form of marriage recognized within Balinese Customary Law. This concept has emerged as a solution to inheritance and lineage issues, particularly in families without male children. The research method employed is normative-conceptual, utilizing primary and secondary legal sources. The analysis reveals that Negen Dadua marriage, recognized under national and Balinese customary law, accords both husband and wife the status of purusa, allowing them to maintain responsibilities and rights within their respective families. This study finds that Negen Dadua marriage not only complies with Balinese Customary Law and Hindu religion but also reflects a shift towards gender equality. It offers a solution to the inequity in inheritance and social roles between men and women. This indicates a positive development in social and legal awareness of gender equality in Bali, especially in family law. This marriage form, embodying gender equality, presents an efficient solution to inheritance issues without disadvantaging any party. The article concludes that Negen Dadua marriage is a manifestation of gender equality within the Balinese Customary Law community and represents a progressive step towards recognizing women's rights. Abstrak Artikel ini mengkaji Perkawinan Negen Dadua di Bali, yang merupakan bentuk perkawinan alternatif dalam Hukum Adat Bali. Konsep ini muncul sebagai solusi untuk masalah pewarisan dan keturunan, terutama di keluarga tanpa anak laki-laki. Metode penelitian adalah normatif konseptual, menggunakan sumber hukum primer dan sekunder. Analisis menunjukkan bahwa perkawinan negen dadua, diakui dalam hukum nasional dan adat Bali, memberikan status purusa kepada kedua suami dan istri, memungkinkan mereka mempertahankan tanggung jawab dan hak dalam keluarga masing-masing. Studi ini menemukan bahwa perkawinan negen dadua bukan hanya mematuhi Hukum Adat Bali dan agama Hindu, tetapi juga mencerminkan pergeseran menuju kesetaraan gender, menawarkan solusi untuk ketidaksetaraan dalam pewarisan dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan. Ini mengindikasikan perkembangan positif dalam kesadaran sosial dan hukum tentang kesetaraan gender di Bali, khususnya dalam hukum keluarga. Perkawinan ini, sebagai wujud kesetaraan gender, menawarkan solusi efisien untuk masalah pewarisan tanpa merugikan pihak mana pun. Artikel ini menyimpulkan bahwa perkawinan negen dadua adalah manifestasi dari kesetaraan gender dalam masyarakat Hukum Adat Bali dan merupakan langkah maju menuju pengakuan hak-hak perempuan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK PEREMPUAN BALI DALAM PERKAWINAN DAN PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI Dharma Widyaningrum, Cokorda Istri Sri; Sudantra, I Ketut
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 5 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i05.p03

Abstract

Tulisan ini bertujuan buat mengetahui hak- hak perempuan bali dalam hukum adat perkawinan bali serta untuk mengetahui latar belakang mengapa yang mewaris merupakan anak pria bukan anak wanita. Tata cara riset yang digunakan dalam penyusunan harian ini merupakan riset normatif dengan memakai pendekatan undang- undang yang ada dan pendekatan konsep. Bersumber pada hasil riset, bagi sistem kekeluargaan yang dianut dan tanggungjawab memelihara orang tua terdapat pada anak laki- laki, sebaliknya anak perempuan hendak kawin keluar masuk ke dalam keluarga pihak suami, sehingga dianggap sesuai apabila yang berhak mewaris merupakan anak pria bukan anak wanita. Namun dalam realitas sosialnya terdapat sebagian metode yang bisa ditempuh supaya anak perempuan bisa bagian harta peninggalan orang tuanya ialah dengan metode membagikan sebagian harta peninggalan lewat hibah ataupun hadiah pernikahan. ABSTRACT This article aims to find out the rights of Balinese women in Balinese customary marriage law and to find out the background to why it is the male child who inherits, not the female child. The research procedure used in preparing this daily is normative research using an existing legal approach and a conceptual approach. Based on research results, according to the family system that is adopted and the responsibility for looking after parents’ rests with boys, on the other hand, girls want to marry and enter their husband's family, so it is considered appropriate if the male child, not the female child, has the right to inherit. However, in social reality, there are several methods that can be used so that female children can share in their parents' inheritance, namely by distributing some of the inheritance through gifts or wedding gifts.