Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

POTENSI DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI LARVASIDA ALAMI Lian Varis Riandi; Yudha Fahrimal; Rinidar Rinidar; Siti Prawitasari Br. Hasibuan
JOURNAL OF HEALTHCARE TECHNOLOGY AND MEDICINE Vol 5, No 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : Universitas Ubudiyah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33143/jhtm.v5i2.399

Abstract

Abstrak Nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan kematian seperti malaria, demam berdarah, chikungunya, dan kaki gajah. Popukasi nyamuk meningkat pada musim penghujan dikarenakan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk, seperti kaleng bekas, lubang di pohon, ban bekas, dan got yang dipenuhi sampah (Hadi dan Sofiana., 2000).Tingkat efektifitas larvasida daun belimbing wuluh diuji pada larva Aedes sp. dan Culex sp. instar III, pengujian dilakukan pada 3 jenis kosentrasi yang berbeda yaitu 2 %, 4%, dan 6 %. Setiap kosentrasi ekstrak daun belimbing wuluh dilarutkan dengan menggunakan CMC (carboxymethyl cellulose) dan dimasukkan kedalam paper cup yang berisi aquadest sebanyak 100 ml, setiap gelas cup tersebut berisi 10 ekor larva. Tingkat larvasida ektrak daun belimbing wuluh dilihat dari jumlah larva yang mati pada jam 1, 2, 4 dan 24 jam. Sebagai kontrol positif menggunakan larutan abate 10% dan kontrol negatif menggunakan air suling dengan volume 100 ml.Data dianalisis dengan analisis varian (ANAVA), jika hasil menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Setiap pengujian dilakukan Analisis Probit dengan program SPSS ver18.Hasil pengujian larvasida ektrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang dilarutkan dengan metanol, etil asetat dan n-hexan yang uji pada larva nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Culex sp. dengan dosis 2%, 4% dan 6% dan diamati dalam 24 jam tidak terjadi kematian larva pada pengujian tersebut. Kematian larva pada pengujian ini tergantung dari kadungan kimia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Kata Kunci: Larva, Daun belimbing wuluh, Larvasida
PENGARUH PAPARAN TIMBAL (Pb) TERHADAP HISTOPATOLOGIS INSANG IKAN NILA (Oreochromis nilloticus). The Effect of Lead (Pb) Exposure to the Histopathology of Nile Tilapia (Oreochromis nilloticus) Gill Rosmaidar Rosmaidar; Nazaruddin Nazaruddin; T Armansyah TR; Ummu Balqis; Yudha Fahrimal
JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER Vol 1, No 4 (2017): AGUSTUS-OKTOBER
Publisher : JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.999 KB) | DOI: 10.21157/jim vet..v1i4.5091

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh paparan timbal (Pb) terhadap histopatologis insang  ikan nila (Oreochromis nilloticus). Penelitian ini menggunakan ikan nila sebanyak 12 ekor dengan kriteria: sehat, bobot badan 15-18 gram, umur ± 2 bulan, jenis kelamin jantan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan desain rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4 kelompok perlakuan masing-masing dengan 3 ulangan. Semua kelompok diberikan pakan pelet. Kelompok P0 sebagai kontrol, ikan hanya diberi pakan pelet, P1 diberikan paparan timbal  6,26 mg/l, P2 diberikan paparan timbal 12,53 mg/l, dan P3 diberikan paparan timbal 25,06 mg/l. Perlakuan dilakukan selama 30 hari, dan pengambilan organ insang dilakukan pada hari 31. Sampel insang kemudian diambil dan difiksasi dalam larutan Davidson 10% dilanjutkan dengan pembuatan sediaan histopatologis dan pewarnaan hematoksilin dan eosin (HE). Pengamatan histopatologis dilakukan dengan mikroskop cahaya biokuler, kemudian untuk pengambilan gambar dengan menggunakan fotomikrograf. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.  Hasil pemeriksaan histopatologis insang ditemukan edema, kongesti, nekrosis, hiperplasia lamela sekunder, dan fusi lamela. Dari hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kosentrasi timbal yang diberikan semakin parah kerusakan organ insang yang terjadi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kosentrasi timbal dapat meningkatkan kerusakan jaringan secara histopatologis.The aims of this research was to determine The effect of lead (Pb) exposure to the histopathology of Nile tilapia (Oreochromis nilloticus) gill. This study used 40 tilapia fish with criteria: healthy; body weight 15-18 gram; age ± 2 month; male sex. This study, is a laboratory experiment (in vivo) using complete randomized design with 4 treatments groups, each group were repeated 3 times. Each groups were fed with pellet. P0 as control, fish fed only pellets, P1 is given lead exposure 6,26 mg/L and pellet feed, P2 is given lead exposure 12,53 mg/L, P3 is given lead exposure 25,06 mg/L. Treatment carried out for 30 days, and fish were  euthanized on  the 31st days. Gill samples were then collected and fixed in Davidson 10% solution followed by histopathology preparation using haematoxylin and eosin (HE) staining. Histopathologic observations were performed using a biocular light microscope, then for using photomicrograph. The data obtained were analyzed descriptively. The results of gill histopathologic examination found edema, congestion, necrosis, primary and secondary lamellae hyperplasia, and lamellae fusion. The result showed that the higher lead concentration the more severe damage on fish gills.  Based on result of this research can be conclided that lead concertration can increased tissue demage histopathologically.
Keragaman Lalat Penghisap Darah Sebagai Vektor Potensial Trypanosoma Evansi di Daerah Pegunungan dan Pesisir di Kabupaten Aceh Besar Raja renca; Yudha Fahrimal; Razali Daud
JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER Vol 7, No 1 (2022): NOVEMBER-JANUARI
Publisher : JURNAL ILMIAH MAHASISWA VETERINER

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/jim vet..v7i1.6857

Abstract

ABSTRAKPenelitian bertujuan mengindentifikasi keragaman jenis lalat penghisap darah sebagai vektor potensial T. evansi  di pegunungan dan pesisir pantai. Koleksi sampel dilakukan pada peternakan yang ada di kecamatan Saree dan Jantho untuk mewakili daerah pegunungan, dan Kecamatan Krueng Raya, dan Pekan Bada untuk mewakili daerah pesisir. Dalam penelitian ini masing-masing lokasi dipasang perangkap lalat tipe NZ1 trap yang ditempatkan di sekitar kandang berjarak sekitar ± 10 m dari kandang selama 24 jam dan menggunakan tangguk serangga (sweepnet) yang dilakukan pada daerah dalam kandang. Lalat dieuthanasi menggunakan ethanol 70%. Seluruh sampel yang diperoleh dari setiap lokasi diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi. Hasil penelitian yang dilakukan pada peternakan di Kabupaten Aceh Besar diperoleh 3 (tiga) jenis lalat penghisap darah yaitu Haematobia exigua, Stomoxys calcitran, dan Tabanus sp. Spesies lalat yang mendominasi adalah Haematobia exigua.Kata kunci : Haematobia exigua, Stomoxys calcitran, Tabanus spABSTRACTThis study aims to identify the diversity of blood-sucking  flies as the potential vector of T. evansi in the montainous and coastal areas. The collection of samples were conducted on the farms in saree and jantho sub-disricts to represent montainous areas, and krueng Raya sub-districts and Pekan Bada to represent coastal areas. In this study each location the trap flies type NZ-1 trap was installed which placed around the cage about 10 m away from the cage for 24 hours and using the insect net (Sweepnet) which done on the inside of the cage. The fly was euthanized using 70% ethanol. All samples obtained from each location identified using identification keys. The results of this study conducted, in the livestock  in Aceh Besar district obtained 3 sp blood-sucking flies that Haematobia exigua, Stomoxys calcitran and Tabanus sp. The species of blood-sucking flies that dominate is Haematobia exigua.Keywords: Haematobia exigua, Stomoxys calcitran, Tabanus sp
IDENTIFIKASI LEUKOSIT POLYMORPHONUCLEAR (PMN) DALAM DARAH SAPI ENDOMETRITIS YANG DITERAPI DENGAN GENTAMISIN, FLUMEQUIN, DAN ANALOG PGF2α Juli Melia; Amrozi a; Ligaya Ita Tumbelaka; Yudha Fahrimal
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 6, No 2 (2012): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.258 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v6i2.342

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui persentase leukosit polymorphonuclear (PMN) dalam preparat ulas darah sapi endometritis. Enam ekor sapi endometritis dibagi dalam dua kelompok perlakuan. Kelompok I (n=3) diterapi dengan 250 mg gentamisin/ekor, 250 mg flumequin/ekor, dan PGF2α sebanyak 12,5 mg/ekor secara intra uteri. Kelompok II (n=3) diterapi dengan menggunakan antibiotik dengan dosis dan cara pemberian yang sama seperti pada Kelompok I. Hasil penghitungan leukosit diferensial sebelum terapi menunjukkan persentase jumlah limfosit yang lebih tinggi dibandingkan bentuk leukosit lainnya pada Kelompok I dan II masing-masing adalah 62,50±1,17 dan 63,66±2,35, sedangkan persentase jumlah neutrofil pada Kelompok I dan II masing-masing adalah 29,33±0,94 dan 27,33±0,94. Setelah terapi, tidak ada perbedaan persentase (P0,05) bentuk leukosit antara kedua kelompok perlakuan. Terapi kombinasi antibiotik dan PGF2α pada sapi penderita endometritis tidak menghasilkan perubahan diferensial leukosit termasuk PMN.
GAMBARAN KLINIS SAPI PIOMETRA SEBELUM DAN SETELAH TERAPI DENGAN ANTIBIOTIK DAN PROSTAGLANDIN SECARA INTRA UTERI Arman Sayuti; Juli Melia; Amrozi a; Syafruddin s; Roslizawaty r; Yudha Fahrimal
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 6, No 2 (2012): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.631 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v6i2.310

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran klinis sapi pyometra sebelum dan setelah diterapi dengan antibiotik dan prostaglandin. Dalam penelitian ini digunakan enam ekor sapi betina yang didiagnosis menderita piometra berdasarkan pemeriksaan secara klinis dan ultrasonografi pada organ reproduksi. Sapi tersebut dibagi ke dalam dua kelompok perlakuan, masing-masing 3 ekor sapi untuk tiap kelompok. Kelompok I diterapi dengan 5 ml antibiotik (gentamicine, flumequine) ditambah 15 ml NaCl fisiologis dan PGF2α (Luprostiol) 12,5 mg secara intra uteri, sedangkan kelompok II diterapi hanya dengan menggunakan antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan pada sapi yang didiagnosis piometra ditemukan adanya cairan yang penuh mengisi uterus (100%), korpus luteum persisten pada salah satu ovarium (100%), discharge di sekitar ekor, perineum, dan vulva yang berwarna kuning (50%), krem (33,3%), dan hijau keabu-abuan (16,6%). Sapi yang diterapi dengan antibiotik dan PGF2α menyebabkan pengeluaran leleran yang lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan sapi yang diterapi hanya dengan antibiotik.
ANTI-TRYPANOSOMA ACTIVITY OF ETHANOLIC EXTRACT OF NEEM LEAF (Azadirachta indica) ON Trypanosoma evansi IN RATS (Rattus norvegicus) Yudha Fahrimal; Siti Maghfirah; Rinidar Rinidar; Al Azhar; Nuzul Asmilia; Erina Erina
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 11, No 1 (2017): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.734 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v11i1.5450

Abstract

The aim of this study was to determine the effect of neem leaf extract (Azadirachta indica) on parasitemia of rats infected with Trypanosoma evansi (T. evansi) Aceh local isolate. A total of 24 male rats aged three months were used in this study and randomly divided into six treatment groups equally. The negative control group (K0) without T. evansi infection and neem leaf extract, the positive control group (K1) was infected with T. evansi but no neem leaf extract given, group K2, K3, K4, and K5 were infected with 5x104 T. evansi and were given neem leaf extract after patent infection with dose of 50, 100, 400, and 800 mg/kg BW respectively. The extract was given orally for three consecutive days. On the fourth day, rat blood was drawn for parasitemia examination. The results showed that no T. evansi detected in rats in negative control group (K0), while parasitemia in group K1; K2; K3; K4; and K5 was 12,295 x106/mL; 10,495 x106/mL; 9,360 x106/mL; 5,080x106/mL; and 2,398x106/mL of blood, respectively. Percentage of inhibition of parasitemia in K2, K3, K4, and K5 reached 14.64, 23.78, 58.68, and 80.50%, respectively. Based on the result of the study, neem leaf extract of 800 mg/kg BW gave the highest reduction of parasitemia in rats infected with T. evansi.
The Use of Sour Soup (Annona murricata) Seed Powder as Acaricide on Cow and Goat Yudha Fahrimal; Razali Daud; Adi Chandra; Syauki Iqbal; Roslizawaty Roslizawaty
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 4, No 1 (2010): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.91 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v4i1.9797

Abstract

This research was aimed to study curative effect of sour soup seed powder on cattle invested with ticks and goat infected with scabies. This study was using 12 cattle invested with ticks and 12 goats with scabies. The cattle divided into 4 groups (S1, S2, S3 and S4) while goats were divided into 3 groups (K1, K2, and K3) equally. For cattle with ticks group S1 received water (control group), while group S2, S3, and S4 received 1%, 5%, and 10% sour soup powder respectively. Ticks that fell to the ground and not engorged were collected and identified. Statistical analysis showed that all concentrations of sour soup were effective in paralyzing and or killing ticks of the genera Boophilus sp. and Dermacentor sp. but were not effective against Rhipicepalus sp. For goats with scabies, groups K1, K2, and K3 received 1, 5 and 10% sour soup powder respectively mixed with water applied to whole area of infected and uninfected skin surrounding infected area. Number of mites per cm2 before and after treatment was counted. Statistical analysis showed that 1, 5, and 10% sour soup powder effective in reducing the number of scabies mites on day 1 and 7 after treatment and were significantly different from those number of mites before treatment (P0.01). Statistical analysis also showed that no significant difference among concentration of sour soup seed powder in decreasing the number of mites (P0.05).
PROFIL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINFEKSIKAN Trypanosoma evansi DAN DIBERIKAN EKSTRAK KULIT BATANG JALOH (Salix tetrasperma Roxb) Yudha Fahrimal; Eliawardani E; Afira Rafina; Al Azhar; Nuzul Asmilia
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 8, No 2 (2014): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.256 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v8i2.2653

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran darah (hematokrit, eritrosit, leukosit, dan diferensial leukosit) tikus yang diinfeksi Trypanosoma evansi (T. evansi) dan diberi ekstrak kulit batang jaloh (Salix tetrasperma Roxb). Duapuluh lima ekor tikus jantan dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri atas 5 ekor tikus. Kelompok 0 (K0) tanpa perlakuan, kelompok I (K1) hanya diinfeksikan dengan 103 T. evansi, kelompok II (K2) diinfeksikan dengan 103T. evansi dan diberikan ekstrak kulit batang jaloh 30 mg/kg bobot badan, kelompok III (K3) diinfeksikan 103 T. evansi dan diberikan ekstrak kulit batang jaloh 45 mg/kg bobot badan, dan kelompok IV (K4) diinfeksi dengan 103 T. evansi dan diberikan ekstrak kulit batang jaloh 60 mg/kg bobot badan. Infeksi T. evansi dilakukan secara intraperitoneal sedangkan ekstrak diberikan secara oral selama 3 hari berturut-turut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata ± SD nilai hematokrit dan eritrosit tikus dari K1, K2, K3 dan K4 lebih rendah dari K0. Sebaliknya, rata-rata ± SD jumlah leukosit (103/µl) lebih tinggi dari K0. Diferensial leukosit menunjukkan jumlah masing-masing sel leukosit semua tikus dalam kelompok perlakuan meningkat setelah pemberian ekstrak kulit batang jaloh kecuali eosinofil dan limfosit yang justru menurun. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa Infeksi T. evansi menurunkan kadar hematokrit dan eritrosit namun meningkatkan kadar leukosit tikus dan pemberian ekstrak kulit batang jaloh dosis rendah dalam waktu yang singkat mampu mengembalikan profil darah tikus mendekati nilai normal.
PROFIL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINFEKSIKAN Trypanosoma evansi DAN DIBERIKAN EKSTRAK KULIT BATANG JALOH (Salix tetrasperma Roxb) Yudha Fahrimal; Eliawardani E; Afira Rafina; Al Azhar; Nuzul Asmilia
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 8, No 2 (2014): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.256 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v8i2.2654

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran darah (hematokrit, eritrosit, leukosit, dan diferensial leukosit) tikus yang diinfeksi Trypanosoma evansi (T. evansi) dan diberi ekstrak kulit batang jaloh (Salix tetrasperma Roxb). Duapuluh lima ekor tikus jantan dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri atas 5 ekor tikus. Kelompok 0 (K0) tanpa perlakuan, kelompok I (K1) hanya diinfeksikan dengan 103 T. evansi, kelompok II (K2) diinfeksikan dengan 103T. evansi dan diberikan ekstrak kulit batang jaloh 30 mg/kg bobot badan, kelompok III (K3) diinfeksikan 103 T. evansi dan diberikan ekstrak kulit batang jaloh 45 mg/kg bobot badan, dan kelompok IV (K4) diinfeksi dengan 103 T. evansi dan diberikan ekstrak kulit batang jaloh 60 mg/kg bobot badan. Infeksi T. evansi dilakukan secara intraperitoneal sedangkan ekstrak diberikan secara oral selama 3 hari berturut-turut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata ± SD nilai hematokrit dan eritrosit tikus dari K1, K2, K3 dan K4 lebih rendah dari K0. Sebaliknya, rata-rata ± SD jumlah leukosit (103/µl) lebih tinggi dari K0. Diferensial leukosit menunjukkan jumlah masing-masing sel leukosit semua tikus dalam kelompok perlakuan meningkat setelah pemberian ekstrak kulit batang jaloh kecuali eosinofil dan limfosit yang justru menurun. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa Infeksi T. evansi menurunkan kadar hematokrit dan eritrosit namun meningkatkan kadar leukosit tikus dan pemberian ekstrak kulit batang jaloh dosis rendah dalam waktu yang singkat mampu mengembalikan profil darah tikus mendekati nilai normal.
26. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) JANTAN YANG DIINFEKSIKAN Trypanosoma evansi DAN DIBERI EKSTRAK DAUN SERNAI (Wedelia biflora) (Histopathology of Male Rat (Rattus novergicus) Kidney Infected with Trypanosoma evansi and Treated with Sernai Leaves Extract (Wedelia biflora)) Yudha Fahrimal; Rahmiwati R; Dwinna Aliza
Jurnal Medika Veterinaria Vol 10, No 2 (2016): J. Med. Vet.
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.med.vet..v10i2.4386

Abstract

This research was aimed to study histopathology of rat kidney infected with Trypanosoma evansi after administration of sernai leaves extract (Wedelia bifolora). The samples used were kidneys of 25 male rats strain Wistar which were equally divided into 5 treatment groups. Group P1 was uninfected and untreated control, group P2 was infected with 1x103 T. evansi but not sernai leaves extract, rats from groups P3, P4, and P5 were infected with 1x103 T. evansi and given sernai leaves extract with the dose of 30 mg/kg bw, 45 mg/kg bw, and 60 mg/kg bw respectively. The sernai extract was administered orally using a stomach tube for 3 consecutive days. The next day after last treatment, all rats were sacrificed and necropsied. Kidneys were collected for histopathological examination such as degeneration and necrosis of tubules cells, convoluted contortus duct lumen, and adhesion and atrophy of glomerulus. Sernai leaves extract with the dose of 45 mg/kg bw was the most effective dose to prevent kidney damage due to T. evansi infection.