Claim Missing Document
Check
Articles

Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Terhadap Kejadian Infeksi Aliran Darah di Unit Neonatal Sebelum dan Setelah Edukasi Mustarim Mustarim; Rinawati Rohsiswatmo
Sari Pediatri Vol 18, No 6 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (100.125 KB) | DOI: 10.14238/sp18.6.2017.443-7

Abstract

Latar belakang. Cuci tangan merupakan strategi efektif menurunkan kejadian infeksi aliran darah (IAD). Namun, angka kepatuhan cuci tangan tenaga kesehatan masih belum optimal, khususnya di Unit Neonatal. Program edukasi terhadap tenaga kesehatan dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan cuci tangan. Tujuan. Mengetahui hubungan kepatuhan cuci tangan tenaga kesehatan terhadap kejadian IAD di Unit Neonatal sebelum dan setelah edukasi.Metode. Studi dengan desain potong lintang dilakukan di Unit Neonatal RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) periode Juli 2012-September 2014 sebelum dan setelah edukasi. Hasil. Rerata kepatuhan cuci tangan 68%, dengan kepatuhan tertinggi adalah perawat (69% sebelum edukasi dan 72,5% setelah edukasi), sedangkan terendah adalah petugas laboratorium (22%). Tingkat kepatuhan cuci tangan di unit level 2 lebih tinggi (73%) daripada level 3 (68,5%). Kepatuhan cuci tangan tenaga kesehatan terhadap kejadian IAD baik sebelum dan setelah edukasi tidak bermakna secara statistik (nilai p>0,05).Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan antara kepatuhan cuci tangan tenaga kesehatan terhadap kejadian IAD di Unit Neonatal sebelum dan setelah edukasi.
Laporan kasus berbasis bukti: Antibiotic Stewardship Sebagai Upaya Mengurangi Pemakaian Antibiotik pada Sepsis Neonatus Awitan Dini Rinawati Rohsiswatmo; Dion Darius Samsudin
Sari Pediatri Vol 23, No 3 (2021)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp23.3.2021.197-204

Abstract

Latar belakang. Pemberian antibiotik secara tidak rasional meningkatkan resistensi. Antibiotic stewardship program (ASP) adalah strategi untuk mengurangi pemakaian antibiotik pada kasus sepsis neonatus awitan dini (SNAD) di unit perinatologi.Tujuan. Mengurangi pemakaian antibiotik di unit perinatologi dengan ASP. Metode. Penelusuran literatur elektronik PubMed, Cochrane dan Google Scholar dengan kata kunci ”antibiotic stewardship” atau “antibiotic duration” dan “perinatology” dan “neonatal sepsis” dalam 6 tahun terakhir (2013-2019). Hasil. Uji klinis acak terkontrol oleh Rohatgi dkk mencakup 132 bayi dengan SNAD, diberikan antibiotik empiris selama 7 dan 10 hari. Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada durasi pemakaian oksigen, inotropik, transfusi darah dan waktu minum enteral penuh (p>0,05). Cantey dkk melakukan studi time series prospektif dengan menghentikan antibiotik setelah 48 jam terhadap 2502 bayi berat lahir <2100 gram dengan SNAD, hari pemakaian antibiotik menurun 27% (p<0,0001). Studi time series restrospektif pada 537 bayi dengan diagnosis SNAD oleh Grant dkk melakukan pemeriksaan c-reactive protein (CRP) pada usia 36 jam dan pemberhentian antibiotik empiris setelah 48 jam. Angka kepatuhan tenaga medis pada akhir penelitian mencapai 97,5%, dan pemakaian antibiotik lebih dari 48 jam menurun dari 50,4% menjadi 0,8% (p<0,0001). Kesimpulan. Antibiotic Stewardship Program dapat mengurangi pemakaian antibiotik untuk kasus SNAD pada unit perinatologi.
Optimalisasi Pertumbuhan Bayi Prematur dan Pasca Prematur di Indonesia; Mengacu pada Pedoman Nutrisi Bayi Prematur di RSCM Rinawati Rohsiswatmo; Radhian Amandito
Sari Pediatri Vol 21, No 4 (2019)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp21.4.2019.262-70

Abstract

Bayi prematur memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya gagal tumbuh dan gagal kembang dibandingkan bayi aterm. Intervensi yang diperlukan penting terutama selama 1000 hari pertama kelahiran. Risiko penyakit metabolik, obesitas, penyakit kardiovaskuler, gangguan tumbuh kembang, merupakan beberapa dari dampak negatif bila pemberian nutrisi yang ridak optimal di 1000 hari pertama. Indonesia merupakan salah satu negara dengan masalah stunting. Stunting bisa dicegah dengan pemberian nutrisi yang adekuat serta pemantauan rutin yang baik dengan grafik khusus bayi prematur. Selama perawatan, dokter anak harus sudah bisa memberikan nutrisi enteral dan parenteral yang agresif untuk mencegah extra-uterine growth restriction (EUGR). Sedangkan setelah pulang, pilihan susu yang tepat sangat penting untuk mencegah gagal tumbuh dan stunting. Di Indonesia tersedia berbagai jenis susu formula dan human milk fortifier untuk membantu bayi yang masih mendapatkan ASI dan berusia di bawah usia koreksi 40 minggu. Bila ASI dan human milk fortifier tidak sesuai, maka pemberian susu formula dapat dipilih dari susu formula standar (20kkal/30ml), formula prematur (24kkal/30 ml), dan formula 22kkal/30ml. Ketiga produk ini masih digunakan secara bergantian di Indonesia. Penentuan produk susu formula berhubungan dengan kondisi klinis dan kebutuhan kalori, serta perlu dipantaunya target kenaikan berat badan yang tampak dari kurva pertumbuhan yang tepat sesuai usia, jenis kelamin, dan usia gestasional. Data dari RSCM menunjukkan bahwa pada bayi dengan ASI eksklusif yang mengalami gagal tumbuh, pemberian susu 22kkal/30ml menyebabkan peningkatan persentil dan mencegah penurunan lebih lanjut. Saat ini, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo telah menyusun panduan untuk memudahkan dokter anak menentukan pemberian nutrisi dari hari pertama kelahiran di rumah sakit, selama perawatan, dan setelah pulang dari keperawatan.
Hiperbilirubinemia pada neonatus >35 minggu di Indonesia; pemeriksaan dan tatalaksana terkini Rinawati Rohsiswatmo; Radhian Amandito
Sari Pediatri Vol 20, No 2 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1101.867 KB) | DOI: 10.14238/sp20.2.2018.115-22

Abstract

Pada bayi baru lahir terjadi kenaikan fisiologis kadar bilirubin dan 60% bayi >35 minggu akan terlihat ikterik. Namun, 3%-5% dari kejadian ikterik tersebut tidaklah fisiologis dan berisiko untuk terjadinya kerusakan neurologis bahkan kematian. Sebagai pencegahan hiperbilirubinemia berat yang dapat menyebabkan kerusakan neurologis, pemeriksaan bilirubin telah menjadi rekomendasi universal bayi baru lahir yang terlihat kuning. Semakin tinggi perhatian klinisi untuk pencegahan kernikterus, semakin rendah insidensinya. Indonesia menghadapi masalah overtreatment di perkotaan, dan undertreatment di daerah terpencil. Masalah overtreatment ini dapat menyebabkan kecemasan ibu, waktu menyusui anak ke ibu berkurang, serta tidak memungkiri peningkatan biaya yang harus ditanggung. American Academy of Pediatrics (AAP) telah menyusun algoritma dan kurva untuk menyesuaikan tata laksana bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia. Kurva ini mengarahkan klinisi untuk melakukan pengukuran kadar bilirubin dengan cara yang memungkinkan untuk masing-masing fasilitas kesehatan. Pada kenyataannya, masih ada fasilitas kesehatan yang belum memiliki sarana yang memadai untuk pemeriksaan kadar bilirubin maupun terapi sinar. Saat ini ditemukan beberapa penemuan baru, seperti Bilistick, sebagai alat pemeriksaan bilirubin yang kurang invasif dan penggunaan filter atau film untuk menangani hiperbilirubinemia ringan dengan sinar matahari. Penemuan baru inilah yang diharapkan dapat membantu negara berkembang, seperti Indonesia dan lainnya, dalam tata laksana hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Gambaran Epidemiologi Infeksi Nosokomial Aliran Darah pada Bayi Baru Lahir Fatima Safira Alatas; Hindra Irawan Satari; Imral Chair; Rinawati Rohsiswatmo; Zakiudin Munasir; Endang Windiastuti
Sari Pediatri Vol 9, No 2 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp9.2.2007.80-6

Abstract

Latar belakang. Infeksi nosokomial (IN) pada bayi baru lahir sampai saat ini masih merupakan masalahserius di setiap rumah sakit karena dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, lama dan biaya rumahsakit serta risiko kecacatan pada bayi yang terinfeksi.Tujuan penelitian. Mengetahui gambaran epidemiologi, pola kuman dan resistensi mikroorganisme penyebabIN aliran darah (INAD) pada bayi baru lahir di ruang rawat Divisi Perinatologi Departemen IKA RSCM.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian prospektif deskriptif dengan desain studi seksi silang diruang rawat Divisi Perinatologi IKA RSCM.Hasil. Insidens INAD pada bayi baru lahir yaitu 34,8 infeksi per 100 pasien baru atau 50 infeksi per 1000kelahiran dengan case fatality rate 27,4% dari seluruh kasus INAD (2) Infeksi bakteri gram negatif (GN)merupakan bakteri terbanyak dengan kuman terbanyak Acinetobacter calcoaceticus 28,8% (3) Sensitivitasbakteri GN terhadap antibiotika lini pertama dan kedua rendah sedangkan lini ketiga yaitu meropenemdan lini keempat yaitu siprofloksasin cukup baik yaitu masing-masing 66,67 – 100%.Kesimpulan. Angka kejadian dan case fatality rate INAD pada bayi baru lahir masih cukup tinggi. Infeksibakteri gram negatif masih merupakan penyebab terbanyak
Manfaat Pemberian ASI Eksklusif dalam Pencegahan Kejadian Dermatitis Atopi pada Anak Anita Halim; Zakiudin Munasir; Rinawati Rohsiswatmo
Sari Pediatri Vol 15, No 6 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.76 KB) | DOI: 10.14238/sp15.6.2014.345-52

Abstract

Latar belakang. Dermatitis atopi merupakan manifestasi penyakit alergi yang sering terjadi pada anak. Prevalens dermatitis atopi (DA) meningkat di seluruh dunia dengan awitan tersering pada usia 1 tahun pertama, cenderung relaps, dan diikuti allergic march hingga dewasa. Peran ASI dalam mencegah DA masih kontroversi. Studi mengenai hal ini belum banyak dilakukan di Indonesia.Tujuan. Mengetahui manfaat pemberian ASI eksklusif dalam mencegah DA pada anak.Metode. Desain kasus kontrol berpasangan dengan matching usia dan riwayat atopi keluargaHasil. Limapuluh empat pasang subjek kasus-kontrol berusia 7-24 bulan ikut serta dalam penelitian. Sebagian besar kelompok kasus berusia 7-12 bulan, memiliki atopi keluarga, dengan awitan tersering pada usia 6 bulan pertama, dan predileksi pada wajah. Tidak terdapat perbedaan pola dan lama menyusui pada kelompok kasus dan kontrol. Manfaat ASI dalam mencegah DA pada anak belum terbukti (RO 0,867; IK95% 0,512-2,635; p 0,851).Kesimpulan. Penelitian ini belum dapat membuktikan manfaat pemberian ASI eksklusif untuk mencegah DA pada anak.
Perbandingan Keamanan Aminofilin dan Kafein pada Bayi Prematur dengan Apne Prematuritas Dian Artanti; Rinawati Rohsiswatmo; Rosalina Dewi Roeslani
Sari Pediatri Vol 19, No 2 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.2.2017.108-13

Abstract

Latar belakang. Apne berulang sering terjadi pada bayi prematur. Kejadian ini dapat menimbulkan hipoksemia dan bradikardi , bila keadaannya semakin memburuk maka membutuhkan resusitasi dengan ventilasi tekanan positif. Obat golongan metilxantin (kafein dan teofilin) telah digunakan untuk mencegah apne.Tujuan. Untuk mengetahui efek dan keamanan kafein dibandingkan teofilin pada bayi preamtur dengan periodik apne.Metode. Penelusuran pustaka database elektronik : Pubmed, Cochrane, dan HighwireHasil. Hasil telaah sistematis menunjukkan kejadian takikardia dan intoleransi minum lebih sedikit pada kelompok kafein dengan Relative Risk (RR) 0,17; 95 % Interval kepercayaan (IK) 0,04, 0,72; risk difference (RD) -0,29; 95 % IK -0,47, - 0,10. Studi klinis acak mendapatkan Tidak ada hubungan bermakna antara dosis pemberian kafein dan aminofilin pada konsentrasi plasma keduanya, kecuali pada kelompok kafein pada hari tertentu.Kesimpulan. Aminofilin dan kafein memiliki efektivitas yang sama dalam mengatasi apne pada bayi prematur. Efek toksisitas kafein lebih rendah dibandingkan aminofilin.
Ventricular function and high-sensitivity cardiac troponin T in preterm infants with neonatal sepsis Nusarintowati Ramadhina; Rubiana Sukardi; Najib Advani; Rinawati Rohsiswatmo; Sukman T. Putra; Mulyadi M. Djer
Paediatrica Indonesiana Vol 55 No 4 (2015): July 2015
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.089 KB) | DOI: 10.14238/pi55.4.2015.203-8

Abstract

Background Hemodynamic instability in sepsis, especially in the neonatal population, is one of the leading causes of death in hospitalized infants. The major contribution for heart dysfunction in neonatal sepsis is the myocardial dysfunction that leads to decreasing of ventricular function. The combination of echocardiography and laboratory findings help us to understand the ventricular condition in preterm infants with sepsis.Objective To assess for a correlation between ventricular function and serum high-sensitivity cardiac troponin T (hs-cTnT) level in preterm infants with neonatal sepsis.Methods We prospectively studied 30 preterm infants with neonatal sepsis who were admitted to the neonatal intensive care unit (NICU) of Cipto Mangunkusumo Hospital from June 1 – August 31, 2013. The ventricular functions were measured using 2-dimensional echocardiography. The parameters of right ventricular (RV) function assessment were tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) and RV myocardial performance index (MPI). For left ventricular (LV) performance, we assessed ejection fraction (EF), fractional shortening (FS), and LV-MPI. Serum hs-cTnT was measured and considered to be a marker of myocardial injury.Results Subjects had a mean gestational age of 31.5 (SD 2.18) weeks and mean birth weight of 1,525 (SD 437.5) g. The mean LV function measured by MPI was 0.281 (SD 0.075); mean EF was 72.5 (SD 5.09)%; and mean FS was 38.3 (SD 4.29)%. The RV function measured by TAPSE was mean 6.85 (SD 0.94) and that measured by MPI was median 0.255 (range 0.17-0.59). Serum hs-cTnT level was significantly higher in non-survivors than in survivors [282.08 (SD 77.81) pg/mL vs. 97.75 (24.2-142.2) pg/mL, respectively P =0.023]. There were moderate correlations between LV-MPI and hs-cTnT concentration (r=0.577; P=0.001), as well as between RV-MPI and hs-cTnT concentration (r=0.502; P=0.005). The positive correlation between LV and RV-MPI in neonatal sepsis was strong (r=0.77; P <0.001).Conclusion Left and right ventricular MPI show positive correlations with hs-cTnT levels. Serum hs-cTnT is significantly higher in non survivors. As such, this marker may have prognostic value for neonatal sepsis patients.
Incidence and risk factors of neonatal thrombocytopenia: a preliminary study Nila Kusumasari; Rinawati Rohsiswatmo; Djajadiman Gatot; Darlan Darwis
Paediatrica Indonesiana Vol 50 No 1 (2010): January 2010
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.074 KB)

Abstract

Background Thrombocytopenia is the most common hematological abnormality in the neonatal period. Hemorrhagic manifestations are found in 10% cases of thrombocytopenia. Neonatal thrombocytopenia commonly assumed due to sepsis, despite many risk factors that may caused thrombocytopenia.Objective To obtain incidence and risk factors of neonatal thrombocytopenia.Methods A cross sectional study was conducted in April 2009. Complete blood counts investigation was performed before age of 24 hours, medical conditions and risk factors of mothers and subjects were noted, as well as hemorrhagic manifestations. Subjects with thrombocytopenia were followed for 2 weeks. The risk factors consisted of hypertension in pregnancy, pre-eclampsia, eclampsia, intrauterine growth retardation, gestational diabetes mellitus, perinatal infection, asphyxia, sepsis, and necrotizing enterocolitis.Results Neonatal thrombocytopenia was found 17 (12.1%) of 140 subjects, consisted of 88.2% early onset and 11.8% late onset. Significant risk factor of mother was pre-eclampsia (PR 3.97, 95%CI 1.70 to 9.25), while significant risk factors of neonates were asphyxia (PR 5.66, 95%CI 2.49 to 12.86), sepsis (PR 5.33, 95%CI 2.33-12.19) and necrotizing enterocolitis (p=0.014; PR 9.2 95% CI 5.17 to14.84). We found 29.4% hemorrhagic cases of neonatal thrombocytopenia (i.e.,. skin, gastrointestinal, intracranial hemorrhage).Conclusions The incidence of neonatal thrombocytopenia was 12.2%. Significant risk factor of mother that caused thrombocytopenia was pre-eclampsia, while risk factors of neonates were asphyxia, sepsis and necrotizing enterocolitis.[Paediatr Indones. 2010;50:31-7].
Low birth weight profiles at H. Boejasin Hospital, South Borneo, Indonesia in 2010-2012 Yuni Astria; Christopher S. Suwita; Benedica M. Suwita; Felix F. Widjaja; Rinawati Rohsiswatmo
Paediatrica Indonesiana Vol 56 No 3 (2016): May 2016
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.603 KB) | DOI: 10.14238/pi56.3.2016.155-61

Abstract

Background The prevalence of low birth weight (LBW) is still high in Indonesia. Intrauterine growth restriction (IUGR) and prematurity are the most frequent causes. Prematurity has higher mortality rate. Cultural diversity has an impact on regional LBW profiles in Indonesia. However, data on LBW is unavailable in South Borneo.Objective To describe the LBW profiles and in-hospital mortality of newborns at H. Boejasin Hospital, South Borneo.MethodsThis was a cross-sectional study using secondary data from medical records and neonatal registry at H. Boejasin Hospital, Pelaihari, South Borneo from 2010 to 2012. Subjects were newborns with birth weight <2,500 grams. Categorical data was presented in percentages, while survival analysis was assessed by Kaplan-Meier test. The difference among groups was analyzed with log-rank test.Results The proportion of LBW was 20.2% of total live births and the mortality rate was 17.3%. Mortality rates according to birth weight category was 96% in <1000 g group, 62% in 1,000-1,499 g group, 19% in 1,500-1,999 g group, and 4% in 2,000-2,499 g group. The highest hazard ratio was in the <1,000 gram birth weight group (HR 40.21), followed by the 1,000-1,499 gram group (HR 12.95), and the 1,500-1,999 gram group (HR 4.65);(P<0.01). Asphyxia, hyaline membrane disease (HMD), and sepsis were the most common causes of mortality (at 50%, 21%, and 16%, respectively).Conclusion The prevalence of LBW in this study is quite high and mortality of LBW infants is significantly different between each low birth weight category. [Paediatr Indones. 2016;56:155-61.].
Co-Authors Abdurahman Sukadi Agnes Yunie Purwita Sari Agus Firmansyah Agus Firmansyah Ahmad Kautsar Ahmad Kautsar Albert You Amarila Malik Andiani Wanda Putri Angelina Arifin Anita Halim Aria Wibawa Aryono Hendarto Asril Aminullah Audesia Alvianita Sutrisno Badriul Hegar Bambang Tridjaja AAP, Bambang Tridjaja Benedica M. Suwita Bernie Endyami Budiman, Jenica Xaviera Christopher S. Suwita Damayanti R. Sjarif Damayanti Rusli Sjarif Darlan Darwis Darmawan B Setyanto Desiana Dharmayani Diah Mulyawati Utari Dian Artanti Dina Indah Mulyani Dinarda Ulf Nadobudskaya Dion Darius Samsudin Djajadiman Gatot Djajadiman Gatot Djajadiman Gatot Dyah Dwi Astuti Ellya Marliah Endang Windiastuti Enty Tjoa Enty, Enty Evita Karianni Bermanshah Fatima Safira Alatas, Fatima Safira Felix F. Widjaja Firmansha Dilmy, Mohammad Adya Gultom, Lanny Christine Hanifah Oswari Hardiono Pusponegoro Hardya Gustada Hikmahrachim Hardya Gustada Hikmahrachim Hardya Gustada Hikmahrachim Hikmahrachim, Hardya Gustada Hindra Irawan Satari Ifran, Evita Karianni B. Imral Chair Ina Susianti Timan Insani, Nadia Dwi Intan Alita Putri Tumbelaka Irawan Mangunatmadja Iskandar, Stephen Diah Islamah, Rachelya Nurfirdausi Isman Jafar James Thimoty Laila Laila Larashintya Rulita Lily Rundjan Lucky H. Moehario Lucky H. Moehario Made Sukmawati Marianna Yesy Marsubrin, Putri Maharani Tristanita Mulyadi M. Djer Mulyadi M. Djer Mustarim Mustarim Nadjib Advani Najib Advani Naomi Esthemita Dewanto Ni Ketut Prami Rukmini Nieta Hardiyanti Nikmah S. Idris Nila Kusumasari Nilam Sartika Noroyono Wibowo Nusarintowati Ramadhina Peter Graham Davis Pramita Gayatri Purwosunu, Yuditiya Pustika Amalia Wahidiyat Putri M.T Marsubrin, Putri M.T Putri Maharani Tristanita Marsubrin Putri Maharani Tristanita Marsubrin Putri, Atikah Sayogo Putu Junara Putra Rachma F. Boedjang Radhian Amandito Radhian Amandito Ramadhika, Muhammad Reni Fahriani Rima Irwinda, Rima Risma Karina Kaban Rismala Dewi Rizalya Dewi Rizky Adriansyah Ronny Suwento, Ronny Rosalina D. Roeslani Rosalina Dewi Roeslani Rosalina Dewi Roeslani Rubiana Sukardi Rudolf Tuhusula Rulina Suradi Rumondang, Amanda Safarina G. Malik Saleha Sungkar Salsabila Putri, Cut Tisya Santoso, Dewi Irawati Soeria Sarah R. Nursyirwan Sarah Rafika Sarah Rafika, Sarah Saroyo, Yudianto Budi Soedjatmiko Soedjatmiko Sonia Miyajima Anjani Stanislaus Djokomuljanto Sudarto Ronoatmodjo Sudigdo Sastroasmoro Sudjatmiko Sudjatmiko Sukman T. Putra Sukman T. Putra Sukman Tulus Putra Susanti, Yurika Elizabeth Teny Tjitra Tetty Yuniarti Tetty Yuniati Titi S Sularyo Wanda , Dessie Wijaya, Marcella Amadea Wresti Indriatmi Yapiy, Ivana Yuditiya Purwosunu Yuliarti, Klara Yulindhini, Maya Yuni Astria Yuyun Lisnawati Yvan Vandenplas Zakiudin Munasir Zakiudin Munasir Zakiudin Munasir