Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Perbandingan Tingkat Kematian Daphnia magna yang Dipapar Aspirin, Parasetamol, dan Kombinasinya pada Berbagai Dosis Sajidah, Halilah Wafa’; Pristihadi, Diah Nugrahani; Fadholly, Amaq; Firdaus, Munira Laeli; Saragih, Mariah Mada Rahma Nauli; Hanum, Nur Aisah; Iryanto, Anetonia Felicia; Putri, Imelya Andira; Putri, Ramadita Aisyah
Jurnal Veteriner dan Biomedis Vol. 3 No. 2 (2025): September
Publisher : Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jvetbiomed.3.2.%p.

Abstract

Aspirin memiliki efek analgesik, tetapi sifat asamnya dapat merusak saluran cerna, sehingga aspirin dikombinasikan dengan parasetamol untuk meningkatkan efek analgesik sekaligus menurunkan dosis. Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi toksik dan nilai lethal concentration 50 (LC50) setelah paparan 24 jam kombinasi aspirin-parasetamol dibanding kedua obat tunggalnya pada Daphnia magna. Uji menggunakan media air hijau dengan 11 konsentrasi bertingkat sampai 1.800 ppm. Parameter yang diamati meliputi jumlah individu immobile, jumlah kematian, pH air, dan kadar oksigen terlarut pasca paparan. Angka kematian diuji Probit untuk mendapatkan nilai LC50 dan dilanjutkan dengan ANOVA serta Uji Tukey untuk membandingkan potensi toksisitas antar kelompok. Parameter lingkungan dianalisis secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa aspirin, parasetamol, dan kombinasinya dapat menyebabkan imobilisasi dan kematian pada Daphnia magna. Aspirin dan kombinasi aspirin-parasetamol menurunkan pH air hingga di bawah ambang toleransi Daphnia, tetapi tidak mempengaruhi kadar oksigen terlarut pada media air hijau. Aspirin memiliki LC50 sebesar 164,79 ppm dan secara signifikan lebih toksik dibandingkan parasetamol (LC50 = 657,34 ppm; p < 0,05). Kombinasi aspirin-parasetamol menghasilkan LC50 sebesar 403,94 ppm yang tidak berbeda nyata dibandingkan keduanya. Berdasarkan hasil ini, paparan sediaan aspirin, parasetamol, dan kombinasi aspirin-parasetamol secara akut dikategorikan sebagai sediaan praktis tidak toksik pada Daphnia magna.
Comparative superovulation outcomes across estrous phases using PMSG-hCG and rFSH-rhCG in mice Maula, Yogi Nikmatul; Salsabila, Cyntia Bella; Pristihadi, Diah Nugrahani; Haq, Noer Muhammad Dliyaul; Boediono, Arief
Current Biomedicine Vol. 3 No. 2 (2025): July
Publisher : School of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences, IPB University, Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/currbiomed.3.2.86

Abstract

Background Enhancing stimulation efficiency in mice supports the application of assisted reproductive technologies (ART) for species conservation. Objective This study compared the stimulatory potential of two ART-supporting hormone protocols: the conventional PMSG-hCG combination and recombinant gonadotropins (rFSH-rhCG), a newer generation produced by genetic engineering. Methods Sixty-three female mice from four distinct estrous phases were used in this study. Both hormone regimens, with FSH- and LH-like activities, were administered sequentially between 4:00 and 5:00 pm, at a 47–48 h interval. Stimulation success was evaluated based on the proportion of females showing a positive response and the number of oocytes retrieved. Results The diestrus phase yielded the highest response for both treatments. Approximately 60% of the females responded to PMSG-hCG, and 80% responded to recombinant hormones. The number of oocytes recovered reached 239 in the PMSG-hCG group and 137 in the recombinant group. Interestingly, recombinant hormone administration during estrus induced ovulation of 400 oocytes; however, the efficiency ratio was lower than that during diestrus (30.8 vs 34.3). Conclusion Both PMSG-hCG and recombinant gonadotropins effectively stimulate ovulation. The diestrus phase provides the most consistent results; therefore, diestrus is recommended as the optimal stage for superovulation protocols in mice.
Effect of subacute administration of orange juice (Citrus sinensis) on duodenal structure in paediatric Sprague-Dawley rats (Rattus novergicus) Yan, Teo Qin; Hendry, Altaff; Andre, Daniel Latief; Rahman, Muhammad Luthfi; Rudramurti, Win Satya; Permana, Nadine Hanifa; Utami, Dian Maulia; Pristihadi, Diah Nugrahani; Setiyono, Agus
ARSHI Veterinary Letters Vol. 8 No. 3 (2024): ARSHI Veterinary Letters - August 2024
Publisher : School of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences, Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/avl.8.3.69-70

Abstract

This research investigates the impact of orange juice consumption on the histological structure of the duodenum, a critical site for nutrient absorption and digestion. Focusing on pediatric animals, orange juice (with a pH of 3) was administered to post-weaning rats aged 4 weeks to 6 weeks at dosages ranging from 0g/kg BW to 20g/kg BW over two weeks. Duodenal histopathology was assessed, focusing on parameters such as the quantity of crypts of Lieberkuhn, as well as the length, height, width, and depth of villi (measured in μm). Anatomical pathology examination included measurements of the length and width of the duodenum (also in μm), as well as the color mean (OD). The research findings indicate no significant changes in histo-pathology or anatomy pathology of the duodenum. This suggests that young individuals can adapt to acidic challenges without compromising gastrointestinal health. These findings offer reassurance regarding the short-term consumption of acidic orange juice (with a pH of 3) with minimal risks to intestinal integrity, both during growth and development.
Uji Toksisitas Akut Sari Buah Apel (Malus domestica) pada Mencit (Mus musculus) Ifana, Cindy Anola; Andriyanto; Pristihadi, Diah Nugrahani
Jurnal Veteriner dan Biomedis Vol. 2 No. 1 (2024): Maret
Publisher : Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jvetbiomed.2.1.22-28.

Abstract

Sari buah apel banyak beredar dan dikonsumsi masyarakat sebagai minuman dengan kandungan nutrisi tinggi. Berbagai potensi sari buah apel sebagai bahan alami perlu didukung oleh informasi mengenai tingkat keamanannya. Tingkat keamanan penggunaan sari buah apel dapat diuji dengan uji toksisitas. Pengujian dilakukan pada 20 ekor mencit betina yang dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok perlakuan dosis 0 g/kg BB diberi aquades, sedangkan kelompok lain diberi sari buah apel dengan dosis pemberian 5, 10, 15, dan 20 g/kg BB dalam dosis tunggal secara peroral. Mortalitas, respon fisiologis, dan gejala klinis diamati selama 14 hari setelah satu kali pemberian sediaan. Parameter lain yang diamati pada penelitian ini yaitu bobot badan, bobot organ absolut, bobot organ relatif, dan makro anatomi organ. Hasil pengujian toksisitas akut pada sari buah apel tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap gejala klinis, bobot badan, bobot organ, makroanatomi organ, maupun tingkat kematian. Disimpulkan bahwa sari buah apel termasuk ke dalam sediaan yang bersifat praktis tidak membahayakan.
Penyuluhan Sistem Ternak Sehat dan Bersih sebagai Upaya Meningkatkan Kesehatan Ternak Ruminansia di Desa Gentan, Sukoharjo Ferrando, Indigo; Febrianca, Ivory; Maura Tianska, Radine; Matilda Sianturi, Yemima; Fauzan Akmal, David; Annisa, Reni; Adelaide Vertin, Nadya; Kristianto, Williams Tjong; Pristihadi, Diah Nugrahani
Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat Vol. 7 No. 2 (2025): Oktober 2025
Publisher : Direktorat Pengembangan Masyarakat Agromaritim, Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jpim.7.2.357-368

Abstract

The Siternas program was implemented by the IPB University KKN-T Team in Gentan Village, Bendosari District, Sukoharjo Regency, as an effort to improve livestock health management among smallholder farmers. The program aimed to provide education and assistance to cattle, goat, and sheep farmers in order to establish a healthier, cleaner, and more productive livestock system. The implementation methods included coordination with the Department of Agriculture and Fisheries, initial observation, preparation of educational materials, and door-to-door extension activities combined with field practices. The program was carried out from July 21–23, 2025, across five hamlets, involving 26 farmers and 206 animals (47 cattle and 159 goats/sheep). The results indicated an increased understanding among farmers of the importance of deworming, proper housing management, and disease prevention. The program also distributed free Albendazole, conducted animal health checks, and demonstrated deworming methods. Challenges included language barriers, farmers’ limited availability, and substandard husbandry practices. Nevertheless, the program effectively raised awareness and encouraged farmers to adopt better health management practices. In conclusion, Siternas proved effective in enhancing farmers’ knowledge, skills, and motivation to maintain livestock health, while sustainability requires continuous mentoring, farmer health groups, and multi-sectoral collaboration.
Evaluasi antidiare infus daun jambu biji pada tikus pediatrik menggunakan model transit usus Hendry, Altaff; Yan, Teo Qin; Andre, Daniel Latief; Rahman, Muhammad Luthfi; Rudramurti, Win Satya; Permana, Nadine Hanifa; Utami, Dian Maulia; Pristihadi, Diah Nugrahani; Indrawati, Agustin
ARSHI Veterinary Letters Vol. 9 No. 4 (2025): ARSHI Veterinary Letters - November 2025
Publisher : School of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences, Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/avl.9.4.119-120

Abstract

Diare merupakan gangguan gastrointestinal utama pada anak-anak dan masih menjadi penyebab kematian yang signifikan, terutama pada balita. Daun jambu biji (Psidium guajava L.) telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai obat antidiare. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis efektif infusa daun jambu biji pada tikus yang disapih menggunakan metode transit intestinal. Tiga puluh tikus sehat secara acak dibagi menjadi enam kelompok: kontrol negatif (air suling), kontrol positif (atropin sulfat 2,5 mg/kg BB), dan empat kelompok perlakuan yang menerima infusa daun jambu biji dengan dosis 100, 200, 400, dan 800 mg/kg BB. Di antara kelompok perlakuan, dosis 200 mg/kg BB menghasilkan penurunan transit intestinal terbesar. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik yang diamati antara kelompok perlakuan dan kontrol negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam rentang dosis yang diperiksa, infusa daun jambu biji tidak menunjukkan efek antidiare yang signifikan pada model tikus pediatrik.