Claim Missing Document
Check
Articles

Found 37 Documents
Search

GENTRIFIKASI DAN PERGOLAKAN LAHAN DI KELURAHAN TANJUNG TONGAH KECAMATAN SIANTAR MARTOBA KOTA PEMATANGSIANTAR Dwi Anggraeni; Teuku Kemal Fasya; Abdullah Akhyar Nasution
Aceh Anthropological Journal Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v3i2.2778

Abstract

This article has the theme of land conversion or gentrification that occurred in Tanjung Tongah Village, Martoba District, Pematangsiantar City. In depth, this study will observe and analyze the background of the gentrification process at the research location. This research uses qualitative social methods that are descriptive in nature with observation techniques, in-depth interviews, documentation study and literature study. The results showed that there are several factors behind the occurrence of gentrification in Tanjung Tongah Village, including unclear land ownership status by the community, factors of urban development and urbanization as well as factors of economic turmoil experienced by land owners. Abstrak:  Artikel ini bertema alih fungsi lahan atau gentrifikasi yang terjadi di kelurahan Tanjung Tongah, Kecamatan Martoba, Kota Pematangsiantar. Secara mendalam penelitian ini akan mengamati dan menganalisis latarbelakang terjadinya proses gentrifikasi di lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan metode sosial kualitatif yang bersifat deskriftif dengan teknik observasi, wawancara mendalam, studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang melatarbelakangi terjadinya gentrifikasi di Kelurahan Tanjung Tongah, di antaranya status kepemilikan lahan yang tidak jelas oleh masyarakat, faktor pembangunan kota dan urbanisasi serta faktor gejolak ekonomi yang dialami oleh masyarakat pemilik lahan.
IDENTIFIKASI STAKEHOLDER DAN ANALISIS AKTOR SERTA KELEMBAGAAN TERKAIT ISU PUBLIK PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN KERBAU BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI GAYO LUES Abdullah Akhyar Nasution; Iromi Ilham; Teuku Kemal Fasya
Aceh Anthropological Journal Vol 4, No 2 (2020)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v4i2.3120

Abstract

Tradisi beternak kerbau saat ini masih dapat dijumpai di banyak daerah di nusantara, namun secara kualitas dan kuantitas sudah jauh berkurang, termasuk tradisi uwer (beternak) kerbau yang dipraktekkan oleh masyarakat Gayo Lues. Salah satu penyebab adalah kurangnya perhatian stakeholder setempat terhadap permasalahan ini. Padahal, praktek uwer tidak hanya berpotensi mengembangkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, namun juga sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal. Jika tidak dilakukan proteksi, tidak menutup kemungkinan kerbau akan hilang dalam budaya kehidupan Gayo. Kondisi ini menjadi dasar bagi peneliti untuk mengkaji tentang identifikasi stakeholder dan analisis aktor serta kelembagaan terkait pengembangan kawasan peternakan yang berbasis keraifan lokal di Gayo Lues. Lebih lanjut, penelitian ini juga membahas tentang bagaimana para aktor dan lembaga terkait dengan pengelolaan dan isu pengembangan peternakan di kawasan tersebut. Penelitian ini menggunakan studi etnografi dan metode analisis jaringan. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan Focuss Group Discussion (FGD). Penelitian ini menghasilkan beberapa diskusi, yaitu: Pertama, banyak aktor dan lembaga yang terlibat dalam usaha pengembangan peternakan kerbau di Gayo Lues, namun kurangnya sinergitas dan kerjasama antar aktor berimplikasi pada degradasi kebudayaan peternakan kerbau yang berbasis kearifan lokal; kedua, kurangnya stategi yang dimiliki oleh pemangku kebijakan berimplikasi pada kurang minatnya masyarakat untuk melanjutkan tradisi uwer saban hari. Seharusnya banyak potensi yang bisa dilihat, dikembangkan dan dimanfaatkan terkait praktek peternakan kerbau di Gayo Lues; dan ketiga, sistem sosial yang diperankan oleh pemerintah, peternak kerbau, tokoh adat, juga toke kerbau harus dimaksimalkan sehingga bisa mencegah terjadinya economic inequality dan cultural insecurity.
KEHIDUPAN PEREMPUAN NELAYAN DI GAMPONG UJONG BLANG KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE Selpia Arwida Tanjung; Abdullah Akhyar Nasution
Aceh Anthropological Journal Vol 3, No 1 (2019)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v3i1.2789

Abstract

Pokok masalah yang diajukan dalam paper adalah perlunya meninjau kembali tentang kehidupan yang dijalani oleh perempuan-perempuan pencari tiram dan kontribusi ekonomi yang diberikan oleh mereka untuk perekonomian rumah tangga nelayan di Gampong Ujong Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. Kota ini memiliki sumber daya alam laut yang melimpah sebagai wilayah pesisir, selayaknya dengan sumber daya alam yang ada dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang menempati kota tersebut, terkhusus bagi keluarga yang berada di pesisir yaitu Gampong Ujong Blang. Penelitian ini menggunakan kajian antropologi ekonomi dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi yang diberikan oleh para perempuan pencari tiram sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga nelayan. Keberadaan mereka juga untuk mendukung pendapatan suami yang sangat terbatas dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Bahkan, terkadang hasil yang didapat oleh perempuan melebihi dari pendapatan suami, tetapi ini semua tergantung bagaimana keahlian mereka dalam mengolah tiram pasca pencarian.
BERNAZAR DI KUBURAN KERAMAT MUYANG BUNIN: STUDI KASUS DI DESA BUNIN KECAMATAN LOKOP SERBAJADI KABUPATEN ACEH TIMUR Jahuri Jahuri; Abdullah Akhyar Nasution
Aceh Anthropological Journal Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v4i1.3153

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiamana prosesi ziarah dan penunaian nazar yang diperaktekkan oleh masyarakat di kuburan Muyang Bunin serta untuk mengetahui motif dan alasan para peziarah melakukan ritual ziarah penunaian nazar di kuburan keramat Muyang Bunin pada masyarakat Desa Bunin Kecamatan Lokop Serbajadi Kabupaten Aceh Timur. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Kemudian untuk mengkaji peneliti melakukan penelusuran melalui observasi lapangan, dokumentasi dan wawancara dengan beberapa narasumber dan beberapa tokoh masyarakat seperti kadam/penjaga makam, aparat desa, peziarah dan penduduk setempat serta mengumpulkan data terkait dengan kepercayaan, tingkah laku dan ritual nazar masyarakat peziarah pada kuburan keramat Muyang Bunin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan nazar di kuburan keramat Muyang Bunin disebabkan beberapa hal yaitu adanya  kepercayaan peziarah terhadap   unsur kekeramatan pada makam tersebut, juga kepercayaan yang sudah sejak zaman nenek moyang mereka melakukan tradisi ini. Maka dari itu tidak mengherankan lagi bagi masyarakat sekitar untuk tetap melaksanakan peran yang secara turun temurun masih dilaksanakan sampai sekarang.
ZIMBO Analisis Isi terkait Nilai Sosial dan Budaya Dalam Cerita Rakyat Di Simalungun Abdullah Akhyar Nasution
Aceh Anthropological Journal Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v2i2.1159

Abstract

The tale of the Zimbo is one of folklore that can be found in ethnic Simalungun. Currently, in order to understanding character a group of people can also be done by reviewing content or substance of folk tales that they have. To study the value content of of social-cultural values in a folklore will be useful in identifying collective potential or characters the owners of the story. This article is written base on the document study by using content analysis method. The collection of data in this study is entirely done by studying a whole of Zimbo story. The written source of Zimbo tale retrieved from the publication of the Ministry of Education and Culture at 1996. The results of the analysis content done found that the story of Zimbo contain some social and culture values. genarally, the story of Zimbo shows that Simalungun ethnic was a religious community, keep the harmony of nature, very democratic, anti-imperialism and other socio-cultural values. Thus, dissemination of the values that exist in the content of the story of Zimbo will be very useful in the forming character Ke-Simalungunan on the young generation.
POLA PEMBAGIAN PERAN UTOH PEURAHO DALAM PEMBUATAN KAPAL NELAYAN DI LHOKSUEMAWE, ACEH Wina Azzahra; Abdullah Akhyar Nasution
Aceh Anthropological Journal Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v3i2.2781

Abstract

Tulisan ini ingin melihat lebih jauh bagaimana pola pembagian peran Utoh Peuraho di Lhokseumawe dalam dinamika perubahan lingkungan alam, dan kondisi sosial,ekonomi, politik dan budaya dan hubungannya dengan situasi industri kapal modern.dengan menggunakan pendekatan etnografi penulis ingin menunjukkan bahwa pembagian peran utoh peuraho sangat berkaitan dengan ketersediaan bahan baku serta proses komunikasi yang dibangun oleh pemodal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Utoeh Peuraho merupakan salah satu profesi yang masih sangat dibutuhkan di tengah masyarakat pesisir di Lhokseumawe. Pola pembagian peran utoh peuraho terbentuk saling berkaitan satu dengan lainnya. Dengan status kedudukan tersebut terbagi menjadi tiga, yaitu : toke (pemilik kapal), kepala utoh (kepala tukang), dan utoh peuraho (awak pembuat kapal). Fungsi dari peran yang dimiliki oleh toke, kepala utoh, dan utoh peuraho berbeda-beda dan saling kerterkaitan satu sama lainnya. Dimana toke merupakan yang menyediakan modal dalam pembuatan kapal. Kepala utoh merupakan seseorang yang mendesain kapal dan mengatur pekerjaan utoh peuraho. Sedangkan utoh peuraho merupakan seseorang yang menerima perintah dari kepala utoh pada pembuatan kapal.
MEMPERTAHANKAN TRADISI PACU JAWI: ETNOGRAFI TENTANG PENGETAHUAN DAN PRAKTEK MEMELIHARA SAPI PACUAN DI NAGARI III KOTO, KABUPATEN TANAH DATAR, SUMATERA BARAT Adilla Pratama; Abdullah Akhyar Nasution
Aceh Anthropological Journal Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v4i1.3154

Abstract

Penelitian ini berjudul Mempertahankan Tradisi Pacu Jawi (Etnografi Tentang Pengetahuan Dan Praktek Memelihara Sapi Pacuan Di Nagari III Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat). Penelitian ini mengkaji tentang nilai-nilai yang terkandung dalam Pacu Jawi bagi masyarakat dan untuk mengetahui sistem pengetahuan dan praktek perawatan Jawi Pacuan. Metode dalam penelitian ini penulis menggunakan metodelogi penelitian Kualitatif dengan pendekatan Etnografi. Teknik pengumpulan data observasi partisipatif, wawancara tak terstruktur, dan studi dokumen. hasil penelitian menunjukan nilai-nilai yang terdapat dalam Pacuan Jawi di masyarakat Padang Luar ada nilai kerjasama ini tercermin dalam pacu jawi dimana masyarakat dan panitia bekerjasama agar acara pacu jawi dapat berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dalam kerja sama masyarakat dan panitia untuk mempersiapkan lokasi untuk pacuan jawi tersebut. Disini masyarakat dan panitia menyiapkan tenda dan mencari air untuk mengaliri sawah yang akan dipakai untuk pacuan jawi, kerjasama antar pemilik Jawi dan pemilik jawi lainnya serta seorang joki dalam memasang Tajak kepada Jawi tersebut, kerjasama antar penonton dapat juga kita lihat untuk saling menjaga keamanan dan kenyamanan saat menonton Pacuan Jawi. Sistem pengetahuan dan perawatan jawi pacuan yang dimiliki masyarakat Padang Luar, khususnya peternak jawi pacuan mereka membuat kandang yang agak berbeda dari jawi ternak lainnya, kalau jawi pacuan kandangnya biasa dilantai menggunakan bambu, bambu ini disusun dengan serapi-rapinya agar Jawi tersebut nyaman dan tidak terkena penyakit Rematik. Perawatan Jawi Pacuan ini tidak jauh beda dibandingkan Jawi ternak lainnya, yang membedakannya Jawi Pacuan ini harus dilatih dan diberi makanan tambahan untuk menunjang dan membuat Jawi berkembang begitu cepat.
WALI NANGGROE ACEH : Transformasi, Eksistensi dan Model Penguatan Kelembagaan M. Nazaruddin; Nirzalin Nirzalin; Ade Ikhsan Kamil; Abdullah Akhyar Nasution; Rizki Yunanda
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM) Vol 2, No 2 (2021): Multidimensi Problematika Masyarakat
Publisher : FISIP Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jspm.v2i2.5649

Abstract

Artikel ini mengkaji tentang eksistensi dan transformasi Lembaga Wali Nanggroe dan perkembangannya dari peran dan fungsi Wali Nanggroe secara kultural kepada institusi formal dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Artinya tulisan ini ingin melihat lebih jauh bagaimana imajinasi sosiologis ideal Lembaga Wali Nanggroe dalam dualitas kedudukan saat ini antara hukum formil sebagai pemangku adat dan pemimpin ideologi dan politik secara sosiologis dalam meraih harkat , marwah dan kesejahteraan masyarakat Aceh. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, peneliti menemukan bahwa Lembaga Wali Nanggroe dapat menjadi salah satu pilar kelembagaan sosial politik dalam konsepsi kuadra politika sehingga tidak saja dapat berperan pada wilayah kultural tetapi juga pada wilayah sosial politik. Keywords: Eksistensi, Transformasi Kelembagaan,Wali Nanggroe, Dualitas Fungsi, Kuadra Politika. 
Kontestasi Pemasaran Kopi Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah M Nazaruddin; Abdullah Akhyar Nasution; Ade Ikhsan Kamil; Putri Prastika
Aceh Anthropological Journal Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Department of Anthropology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/aaj.v6i2.9117

Abstract

Abtract: The emergence of classification and orientation of coffee farmers that focuses on preserving local values and aims solely for commercialization has created a marketing contest for processed coffee products in the Gayo highlands. Based on this, this study aims to identify how the contestation that occurs at the level of gayo coffee marketing along with the actors involved in it. That is, this article wants to explain the understanding and practice of contestation that occurs between coffee farmers with various farming practices with specialty coffee producers and export-based coffee producers. By using a qualitative method with a descriptive type, the researcher tries to understand (verstehen) so that the intensity of the interaction between the researcher and the subject emerges. So that efforts to capture meaning from the point of view and appreciation of coffee processing business actors on their motives and choices of actions in managing coffee agricultural products will be revealed. The results show that there are two main actors in the coffee marketing model in the Gayo highlands, namely cooperative-based farmer groups representing export market schemes and roasting companies representing regional and national market schemes.Abstrak: Munculnya klasifikasi dan orientasi petani kopi yang berfokus pada pelestarian nilai lokal serta bertujuan untuk komersialisasi semata telah memunculkan kontestasi pemasaran produk olahan kopi di dataran tinggi Gayo. Berdasarkan hal tersebut, studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana kontestasi yang terjadi di aras pemasaran kopi gayo beserta dengan aktor yang terlibat di dalamnya. Artinya, artikel ini ingin menjelaskan tentang pemahaman dan praktek kontestasi yang terjadi diantara para petani kopi dengan ragam praktik bertani dengan produsen kopi specialty dan produsen kopi berbasis ekspor. Dengan menggunakan metode kualitatif dengan tipe deskriptif, peneliti berusaha memahami (verstehen) sehingga muncul intensitas dari interaksi antara peneliti dengan subjek. Sehingga upaya menangkap makna dari sudut pandang dan penghayatan para pelaku usaha pengolahan kopi atas motif dan pilhan tindakan mereka dalam mengelola hasil pertanian kopi akan bisa diungkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua aktor utama dalam model pemasaran kopi di dataran tinggi Gayo yaitu kelompok petani berbasis koperasi yang mewakili skema pasar ekspor dan perusahaan roasting yang mewakili skema pasar regional dan nasional. 
Orientasi Nilai Budaya Petani Tembakau di Dataran Tinggi Gayo Iromi Ilham; Abdullah Akhyar Nasution; Amiruddin Ketaren; Marliza Marliza; Jamilah Jamilah; M Fathi
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Malikussaleh (JSPM) Vol 3, No 2 (2022): Kebijakan Sosial dan Transformasi Konflik
Publisher : FISIP Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jspm.v3i2.9058

Abstract

The rise of noble tobacco farming is seen again today in the Gayo Highlands after it was once glorious in the 1980s. There were many things that reference ideas, motivations, values, and orientations behind them. This study analyzed the cultural value orientation of tobacco farmers in Gayo so that it continues to carry out planting practices to this day. Furthermore, this study also explored the various habits tobacco farmers have in developing tobacco, including the inheritance pattern of tobacco planting culture between generations. The research, which took the locus in Central Aceh, used a qualitative approach by referring to C. Kluckhohn's concept of "value orientation" analysis and Pierre Bourdie's concept of "habitus". The data collection techniques used were participation observation, in-depth interviews, literature studies, and document studies. Field findings showed that tobacco plants were once the primadonna of the Gayo people in the 80s, but after that began to be abandoned by the community due to economic factors. Over the last 7 years, the Gayo people have begun to look back at tobacco plants along with tobacco products, which has become one of the essential concerns of the government in developing the economy of the Gayo community. The Gayo people still practice growing tobacco because this plant does not require special treatment, the planting period is relatively short, and this plant product is easy to process.Geliat pertanian tembakau mulia terlihat kembali saat ini di Dataran Tinggi Gayo setelah pernah jaya di era 1980-an. Tentu saja, ada banyak hal yang menjadi rujukan ide, motivasi, nilai serta orientasi yang melatarbelakanginya. Studi ini menganalisis orientasi nilai budaya para petani tembakau di bumi Gayo sehingga terus menjalankan praktek tanam hingga saat ini. Lebih lanjut, studi ini juga menggali bagaimana ragam habitus yang dimiliki petani tembakau dalam mengembangkan tembakau, termasuk pola pewarisan budaya tanam tembakau antar generasi. Penelitian yang mengambil lokus di Aceh Tengah ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengacu pada konsep analisis “orientasi nilai” C. Kluckhohn dan konsep “habitus” Pierre Bourdie. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipasi, wawancara mendalam, studi literatur, dan studi dokumen. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa tanaman tembakau pernah menjadi primadona masyarakat Gayo pada era 80-an, namun setelah itu mulai ditinggalkan oleh masyarakat karena faktor ekonomi. Sejak 7 tahun terakhir, masyarakat Gayo mulai melirik kembali tanaman tembakau seiring dengan produk tembakau menjadi salah satu perhatian penting pemerintah dalam mengembangkan ekonomi masyarakat Gayo. Masyarakat Gayo masih melakukan praktek tanam tembakau karena tanaman ini tidak membutuhkan perlakuan khusus, masa tanam yang relatif singkat, dan produk tanaman ini mudah diolah.