Claim Missing Document
Check
Articles

Pengaruh Perlakuan Pemecahan Dinding Sel Botryococcus braunii dan Nannochloropsis Menggunakan Microwave dan Sonikator terhadap Minyak yang Dihasilkan Sri Amini; Diini Fitriani; Sugiyono Sugiyono
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 9, No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v9i1.98

Abstract

Penelitian pengaruh pemecahan dinding sel Botryococcus braunii dan Nannochloropsis menggunakan microwave dan sonikator terhadap jumlah minyak yang dihasilkan telah dilakukan di Laboratorium BBP4BKP, Slipi, Jakarta. Botryococcus braunii dan Nannochloropsis telah dikultur di dalam bak fiber ukuran 1000 liter berisi air laut, diaerasi terus menerus dan diberi cahaya sinar matahari. Conwy media ditambahkan ke dalam media air laut sebagai nutrisi suplemen pada kultur. Biomassa Botryococcus braunii dan Nannochloropsis dipanen pada umur 4 hari, lalu dipecah dinding selnya menggunakan microwave dengan frekuensi 2540 MHz dan sonikator dengan frekuensi 20 KHz. Minyak algae diekstraksi menggunakan pelarut heksan dilanjutkan dengan evaporasi menggunakan rotavapor. Hasil menunjukkan bahwa jumlah minyak dari Botryococcus braunii hasil pemecahan dinding sel menggunakan sonikator yaitu 22,24% dan microwave yaitu 7,92%. Jumlah minyak Nannochloropsis dengan pemecahan dinding sel menggunakan sonikator adalah 11,92% dan microwave adalah 16,54%. Ekstraksi minyak tanpa pemecahan dinding sel Botryococcu braunii sebesar 0,84% dan Nannochloropsis sebesar 1,54%. Asam lemak jenuh pada Botryococcus braunii antara lain asam stearat (18%), palmitat (5%), behenat (1%), dan arachidat (4%) dengan jumlah total 28%. sedangkan pada Nannochloropsis adalah asam stearat (21%), palmitat (9%), behenat (1%), dan arachidat (2%) dengan jumlah total33%.
PENGARUH INTERAKSI ANTARA BAP DAN IAA TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS TALAS SATOIMO (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) SECARA IN VITRO Muhammad Ilham; Sugiyono Sugiyono; Lucky Prayoga
BioEksakta : Jurnal Ilmiah Biologi Unsoed Vol 1 No 2 (2019): BioEksakta
Publisher : Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (407.206 KB) | DOI: 10.20884/1.bioe.2019.1.2.1725

Abstract

Satoimo (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) is a type of taro with small tuber size (small corm taro) and called Japanesse taro or satoimo. The conventional method of satoimo propagation takes relatively long time, therefore propagation techniques of satoimo shoot in vitro can be an alternative method to meet the increasing need of satoimo seed. The objectives of research were to study the interaction effect BAP and IAA on multiplication of satoimo shoot as well as to determine the best concentrations of BAP and IAA for satoimo shoot multiplication. This research has been conducted experimentaly using a Completely Randomised Design (CRD) with a factorial treatment pattern. The first factor was BAP concentration (B) with 4 levels i.e B1 : 5 µM, B2 : 7,5 µM, B3 : 10 µM and B4 : 12,5 µM. The second factor was IAA concentrations (I) with 4 levels i.e I1 : 1 µM, I2 : 2 µM, I3 : 3 µM and I4 : 4 µM. The combination of these two factors resulted in 16 treatment combinations. Each combinations repeated 3 times, there were 48 experimental units. The variables observed were taro shoot growth with parameters measured included the number of shoot, leaf and root produced. The data obtained were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) at a 95% level of confidence, followed by a Least Significant Difference (LSD) Test at 5% error rate. The research results showed that the interaction betweem BAP and IAA stimulated shoot and root formation during multiplication of satoimo shoot in in vitro culture. The addition of 5 µM BAP and 2 µM IAA resulted in the best multiplication rate of shoot satoimoin in vitro culture.
Induksi Perakaran Talas Satoimo (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) dengan Jenis dan Konsentrasi Auksin yang Berbeda Secara In Vitro Lia Yulianasari; Sugiyono Sugiyono; Lucky Prayoga
BioEksakta : Jurnal Ilmiah Biologi Unsoed Vol 1 No 2 (2019): BioEksakta
Publisher : Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.076 KB) | DOI: 10.20884/1.bioe.2019.1.2.1789

Abstract

Satoimo (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) adalah salah satu jenis talas yang biasa disebut talas Jepang. Jepang merupakan negara konsumen satoimo terbesar di dunia, yang menggunakannya sebagai makanan pokok selain beras. Pengembangan bibit satoimo dengan jumlah yang banyak dapat dilakukan secara in vitro. Salah satu tahapan penting dalam kultur in vitro adalah pembentukan sistem perakaran yang baik. Tanaman utuh (plantlet) dengan sistem perakaran yang baik akan meningkatkan keberhasilan aklimatisasi dari kondisi in vitro ke lingkungan in vivo. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh jenis dan konsentrasi auksin, serta menentukan jenis dan konsentrasi auksin terbaik pada perakaran talas satoimo dalam kultur in vitro. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan rancangan petak terpisah (split-plot design). Sebagai petak utama adalah jenis auksin (A) yang meliputi IAA, IBA dan NAA. Sebagai anak petak adalah konsentrasi auksin (K) yang digunakan dan terdiri atas 4 taraf yaitu 0; 3; 6; dan 9 µM. Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Variabel yang diamati adalah perakaran satoimo dengan parameter yang diukur meliputi waktu kemunculan akar, panjang akar, jumlah akar, jumlah tunas, dan jumlah daun. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis of variance (ANOVA) dengan tingkat kesalahan 5%. Hasil analisis yang menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan IAA dengan konsentrasi 3 µM menghasilkan pengaruh terbaik untuk perakaran talas satoimo.
Karakteristik Pati Sagu yang Dimodifikasi dengan Perlakuan Gelatinisasi dan Retrogradasi Berulang Characteristics of Modified Sago (Metroxylon sagu) Starch by Gelatinization and Retrogradation Cycling I Gusti Putu Adi Palguna; Sugiyono Sugiyono; Bambang Hariyanto
JURNAL PANGAN Vol. 23 No. 2 (2014): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v23i2.59

Abstract

Modifikasi pati adalah perlakuan yang diberikan pada pati agar diperoleh sifat yang lebih baik atau mengubah beberapa sifat tertentu. Kajian mengenai karakteristik pati sagu termodifikasi perlu dilakukan agar pati sagu termodifikasi tepat pemanfaatannya sesuai dengan karakteristik produk pangan yang diinginkan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari perubahan karakteristik pati sagu akibat modifikasi dengan perlakuan gelatinisasi dan retrogradasi berulang. Karakteristik yang diamati adalah sifat birefringence, bentuk granula pati, kadar pati resisten, daya cerna pati, nilai sineresis, kekuatan gel, pelepasan amilosa, dan parameter gelatinisasi pati. Proses 3 siklus gelatinisasi dan retrogradasi meningkatkan kadar pati resisten menjadi 7,82 persen. Dengan demikian pati sagu termodifikasi dapat dikaji lebih lanjut potensinya untuk pengembangan produk pangan fungsional berbasis bahan pangan lokal.Starch modification is a treatment given to the starch in order to obtain better properties or change several specific properties. The study of the characteristics of modified sago starch needs to be conducted so that modified sago can be properly utilized in accordance with the desired characteristics of food products. This research aims to study the changes in characteristics due to modification of sago starch by gelatinization and retrogradation cycling. The evaluated characteristics of gelatinized and retrogradated starch were birefringence properties, shape and size, resistant starch, starch digestibility, syneresis, gel strength, amylose leaching, and starch gelatinization profiles. A three-cycle gelatinization-retrogradation process produces the highest resistant starch content (7.82 percent). Therefore, the potential of modified sago starch can be studied further for the development of functional food products based on local food.
Peningkatan Pati Resisten Tipe III Pada Tepung Singkong Modifikasi (Mocaf) Dengan Perlakuan Pemanasan-Pendinginan Berulang Dan Aplikasinya Pada Pembuatan Mie Kering (Increasing Resistant Starch Type III on the Modified Cassava Flour (Mocaf) Through Heating-Cooling Cycles and Its Application on Production of Dried Noodles Ramlan Asbar; Sugiyono Sugiyono; Bambang Haryanto
JURNAL PANGAN Vol. 23 No. 2 (2014): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v23i2.60

Abstract

Pati resisten tipe III (RS3) adalah pati resisten utama yang digunakan dalam produksi makanan fungsional berbasis pati resisten. RS3 terbentuk melalui retrogradation dari pati yang tergelatinisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah : (i) meningkatkan kadar pati resisten Mocaf melalui siklus pemanasanpendinginan; dan (ii) menggunakan Mocaf termodifikasi pada pembuatan mie kering. Kondisi optimum untuk meningkatkan kadar pati resisten Mocaf adalah rasio tepung-air 1 : 3,44 (b/b) dan pemanasan pada 79,93oC. Kadar RS3 Mocaf yang diberi perlakuan pemanasan-pendinginan 1 siklus, 2 siklus dan 3 siklus masing-masing adalah 4,16 persen, 6,30 persen dan 8,73 persen. Penambahan 15 persen dan 25 persen Mocaf termodifikasi (3 siklus) pada pembuatan mie kering meningkatkan kadar pati resisten masing-masing 3,77 persen dan 4,43 persen. Rata-rata penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan pada mie Mocaf berada diantara rentang skala netral sampai skala agak suka.Resistant starch tipe III (RS3) is a major resistant starch used in the production of resistant starch-based functional foods. RS3 is formed through retrogradation of gelatinized starch. The objectives of this study are: (i) to increase the resistant starch content of Mocaf through heating-cooling cycles, and (ii) to use the modified Mocaf in Mocaf dried noodle production. The optimum conditions to increase the resistant starch content of Mocaf is flour-water ratio of 1 : 3.44 (w/w) and heating at 79.93oC. The resistant starch contents as results of 1, 2, and 3 heating-cooling cycles are 4.16 percent, 6.30 percent and 8.73 percent respectively. Addition of 15 percent and 25 percent modified Mocaf (3 cycles) in Mocaf dried noodle production increase the resistant starch content up to 3.77 percent and 4.43 percent respectively. The average assesment of panelists preference on Mocaf dried noodle is ranging between neutral scale and rather like scale.
Proses Pengolahan Beras Pratanak Memperbaiki Kualitas dan Menurunkan Indeks Glikemik Gabah Varietas Ciherang (Parboiled Rice Processing Improve Quality and Reduce Glycemic Index of Paddy cv. Ciherang) Nurman Susilo; Rokhani Hasbullah; Sugiyono Sugiyono
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 3 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i3.92

Abstract

Proses pratanak bertekanan dapat memperbaiki kualitas dan menurunkan indeks glikemik beras. Penelitian ini bertujuan, mengkaji pengaruh tekanan pengukusan terhadap kualitas fisik dan komposisi kimia beras pratanak serta sifat organoleptik nasi pratanak, menguji indeks glikemik nasi pratanak pada berbagai tekanan pengukusan. Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan tekanan pengukusan yaitu 0,8 kg/cm2 (110oC), 1,5 kg/cm2 (122oC), 2 kg/cm2 (127oC) dan 2,5 kg/cm2 (132oC) dan 4 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pratanak bertekanan dapat memperbaiki kualitas fisik beras yaitu meningkatkan 20,71 persen butir utuh, menurunkan 15,11 persen butir patah, menurunkan 0,16 persen butir menir dan meningkatkan 6,43 persen rendemen, namun belum mampu meningkatkan butir kepala. Proses pratanak bertekanan juga mampu merubah komposisi kimia seperti, meningkatkan 0,38 persen lemak, meningkatkan 0,19 persen abu, meningkatkan 4,21 persen amilosa dan meningkatkan 0,95 persen pati resisten, namun menurunkan 0,01 persen karbohidrat dan menurunkan 0,55 persen protein . Panelis menyukai sifat organoleptik aroma dan tekstur beras pratanak, namun relatif agak suka terhadap warna dan rasa. Perlakuan pratanak dengan tekanan pengukusan 2,0 kg/cm2 (127oC) mampu menurunkan indek glikemik dari 48,18 menjadi 35,52 dan tekanan pengukusan 0,8 kg/cm2 (110oC) mampu menurunkan indeks glikemik dari 48,18 menjadi 44,88.kata kunci: padi, beras pratanak, tekanan pengukusan, indeks glikemikPressure parboiling process can improve the quality and reduce glycemic index of rice. The parboiled rice would be suitable to be consumed by diabetes sufferer. The research was aimed to study the effect of steaming pressure on physical quality, chemical composition and organoleptic properties and to evaluate the glycemic index of parboiled rice at various steaming pressure. The study was conducted using a completely randomized design with 4 treatments of steaming pressure i.e. 0.8 kg/cm2 (110o C), 1.5 kg/cm2 (122o C), 2.0 kg/cm2 (127o C) and 2.5 kg/cm2 (132o C) and 4 replications. The results showed that the pressure parboiling process could improve the physical quality i.e. the increase of the whole grain 20.71 percents, reduced broken 15.11 percents, reduced small broken 0.16 percents and increased yield 6.43 percents. Pressure parboiling process was also able to change chemical compositions i.e. increased fat 0.38 percents, increased ash 0.19 percents, increased amylose 4,21 percents,increased amylase resistant starch 0.95 percents, reduced carbohydrate 0.01 percents and reduced protein 0.55 percents. Organoleptic properties of parboiled rice were relatively preferred in terms of aroma and texture, but rather less preferred in the cases of color and flavor. Pressure parboiling rice with 2.0 kg/cm2 steaming pressure (127o C) could reduce the glycemic index from 48.18 to 35.52, while the steaming pressure of 0.8 kg/cm2 (110o C) could reduce the glycemic index from 48.18 to 44.88. 
Optimasi Rasio Pati Terhadap Air dan Suhu Gelatinisasi untuk Pembentukan Pati Resisten Tipe III pada Pati Sagu (Metroxylon sagu) (Ratio Optimization of Starch to Water and Gelatinization Temperature to Produce Resistant Starch Type III of Sago Starch (Metroxylon sagu)) I Gusti Putu Adi Palguna; Sugiyono Sugiyono; Bambang Haryanto
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 3 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i3.107

Abstract

Pati resisten tipe III adalah salah satu tipe pati resisten yang terbentuk karena retrogradasi amilosa pati tergelatinisasi. Pati resisten tipe III memiliki efek fisiologis yang dapat bermanfaat untuk kesehatan diantaranya: efek kenyang lebih lama, mengontrol peningkatan glukosa darah, meningkatkan konsentrasi asam butirat feses, dan nilai indeks glikemik rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum rasio pati terhadap air dan suhu gelatinisasi yang dapat menghasilkan kadar pati resisten tertinggi dari pati sagu (Metroxylon sagu). Dengan menggunakan response surface methodology dapat diketahui bahwa kondisi optimum rasio pati terhadap air adalah 1:2,23 dan suhu gelatinisasi pada 77oC pada satu kali siklus gelatinisasi dan retrogradasi dapat menghasilkan kadar pati resisten tertinggi sebesar 3,88 persen. Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa semakin banyak jumlah air yang digunakan semakin berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kadar pati resisten. Namun, peningkatan suhu gelatinisasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan kadar pati resisten.Resistant starch type III is one of the types of resistant starch formed by amylose retro gradation of gelatinized starch. This type has some physiological effects to health such as: longer satiety response, giving low glycemic index, improving the concentration of fecal butyric acid, and controlling the increase of blood glucose. The objective of this research was to develop optimum conditions ratio starch to water and gelatinization temperature in order to reach the highest level of resistant starch of sago starch (Metroxylon sagu). By using response surface methodology, it was found that optimum conditions: ratio starch to water was 1:2.23 and gelatinization temperature at 77oC produced the highest resistant starch content (3.88 percent). Based on the analysis of variance, it was found that the increase of ratio starch to water was significantly affected the increase resistant starch level. However, the increase of gelatinization temperature did not significantly affect the level of resistant starch. 
Pengembangan Granula Ubi Kayu yang Disuplementasi dengan Tepung Kecambah Kedelai (Development of Cassava Granule Supplemented with Soy Sprout Flour) Sugiyono Sugiyono; Hoerip Satyagraha; Wiwik Joelijani; Elvira Syamsir
JURNAL PANGAN Vol. 21 No. 2 (2012): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v21i2.118

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk ganula ubi kayu dengan suplementasi tepung kecambah kedelai. Dari analisis ragam didapatkan hasil bahwa granula ubi kayu yang disuplementasi dengan tepung kecambah kedelai 10 persen, 15 persen, dan 20 persen memiliki nilai kesukaan yang tidak berbeda nyata dalam hal rasa, warna, aroma dan tekstur. Granula ubi kayu yang diberi perlakuan penambahan Na2S20s 0,0 persen dan lama sangrai 20 menit serta penambahan Na2S205 0,1 persen dan lamasangrai30 menit memiliki nilai kesukaantertinggi dibandingkan perlakuan yang lain untuk atribut rasa. Dalam hal atribut tekstur, nasi ubi kayu dengan penambahan Na2S20s 0,0 persen dan variasi lama sangrai 30 menit memiliki nilai kesukaan terbaik dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Berdasarkan hasil uji pembobotan, produk terbaik adalah granula ubi kayu yang diberi perlakuan suplementasi tepung kecambah kedelai 20 persen tanpa penambahan Na2S20s dan lama sangrai 20 menit. Produk granula ubi kayu terbaik memiliki densitas kambasebesar 0,62 g/ml, kadarair5,95persen, kadarprotein 11,31 persen, kadar lemak 0,87 persen, kadarabu 3,04persen,kadar karbohidrat 78,83 persen, kadar pati 45,21 persen, kadarserat 2,50 persen, daya rehidrasi 3,76g air/g, dan kadar HCN 12,30 ppm.The objective of this research is to develop a cassava granule product supplemented with soy sprout flour. Byusing the analysis of variance, itis found that the supplementation of soy sprout flour at the rate of 10percent, 15percent and20 percent do notcause anydifferences in terms of color, texture, aroma, and taste ofthe products. Cassava granules bleached bythe addition of0.0percent of Na2S20s and roasted for 20 minutes, and the addition of 0.1 percent of Na2S20s and roasted for 30 minutes have the highest score of taste among the other products. For the texture attribute, cassava granules treated bythe addition of 0.0 percent of Na2S205 and roasted for 30 minutes have the highest score.Based on the weighted method, it is found that the bestproduct is produced bythe supplementation of 20percent ofsoy sprout flour, without the addition ofNa2S20d and roasting for 20 minutes. The product had the following characteristics: bulk density of0.62 g/ml, and the contents ofmoisture, protein,fat, ash, carbohydrate, starch, and fiber are 5.95, 11.31, 0.87, 3.04, 78.83, 45.21, and 2.50 percent respectively. The rehydration rate is 3.76 g water/g, with the content of 12.30 ppm of HCN. 
Pengembangan Produk Makaroni dari Campuran Jewawut (Setaria italica L.), Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas var. Ayamurasaki) dan Terigu (Triticum aestivum L.) (Development of Macaroni Products Made from Mixtures of Foxtail Millet (Setaria italica L.) Flour, Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas var. Ayamurasaki) and Wheat (Triticum aestivum L.) Flour) Fitriani Fitriani; Sugiyono Sugiyono; Eko Hari Purnomo
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 4 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i4.136

Abstract

Jewawut (Setaria italica L.) dan ubi jalar (Ipomoea batatas) adalah tanaman pangan lokal yang pemanfaatannya belum optimal. Salah satu usaha yang dilakukan adalah diversifikasi produk olahannya menjadi makaroni. Penelitian ini bertujuan untuk membuat formulasi makaroni dari jewawut, ubi jalar ungu, dan terigu (Triticum aestivum L.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa makaroni terbaik adalah pada formulasi tepung jewawut 40 persen, ubi jalar ungu 50 persen dan terigu 10 persen dengan proses pembuatan terbaik yaitu adonan dikukus selama 10 menit. Makaroni terbaik memiliki skor kekerasan 3063,13 gf, kadar air 7,02 persen bb, kadar abu 3,26 persen bk, lemak 4,64 persen bk, protein 11,43 persen bk, karbohidrat 80,67 persen bk, serat kasar 6,88 persen bk dan aktivitas antioksidannya 661,25 mg vitamin C eq/kg makaroni. Hasil uji organoleptik dan fisik pada penyimpanan selama 5 minggu menunjukkan bahwa produk makaroni tidak banyak mengalami perubahan pada suhu ruang.Foxtail millet (Setaria italica L.) and sweet potato (Ipomoea batatas) are local food commodities which have not been utilized optimally. These food commodities can actually be utilized in the production of various food products. The objective of this study was to develop macaroni products made from mixtures of foxtail millet flour, purple sweet potato, and wheat flour. The results showed that the best formulation of macaroni product was the mixture of 40 percent foxtail millet flour, 50 percent purple sweet potato, and 10 percent wheat flour that was steamed for 10 minutes. The best macaroni product had properties of 3063.13 gf hardness, 7.02 percent moisture, 3.26 percent ash, 4.64 percent fat, 11.43 percent protein, 80.67 percent carbohydrate, 6.88 percent dietary fiber and antioxidant activity of 661,25 mg vitamin C eq/kg. The organoleptic and physical characteristics of the macaroni products did not change much during five weeks storage at room temperature. 
Pendugaan Umur Simpan Produk Granula Ubi Kayu Menggunakan Model Isoterm Sorpsi Air (Shelflife Prediction of Cassava Granule using Moisture Sorption Isotherm Model) Sugiyono Sugiyono; Hoerip Satyagraha; Wiwiek Joelijani; Elvira Syamsir
JURNAL PANGAN Vol. 21 No. 3 (2012): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v21i3.167

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan produk granula ubi kayu dengan menggunakan model isoterm sorpsi air dan pendekatan kadar air kritis. Kurva isoterm sorpsi produk granula ubi kayu berbentuk sigmoid. Uji ketepatan model persamaan kurva isoterm sorpsi menunjukkan bahwa model Henderson paling tepat menggambarkan kurva isoterm sorpsi granula ubi kayu. Granula ubi kayu memiliki kadar air awal 4,92 persen (bk) dan kadar air kritis 15,24 persen (bk). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa granula ubi kayu yang dikemas dalam LDPE, MDPE dan PP pada RH 95 persen mempunyai umur simpan masing-masing 256 hari (8.5 bulan), 427 hari (14 bulan), dan 693 hari (23 bulan).The objective of this research was to predict the shelf life of cassava granule using moisturesorption isotherm model based on critical moisture approach. The sorption isotherm curve of the product showed to be sigmoidal. The Herderson model was found to be the best-fit for the product The product had an initial moisture content of 4.92 percents (db) dan a critical moisture content of 15.2 4percents (db). Based on calculations, the shelf life of cassava granules packaged in LDPE, MDPE, PP and stored at relative humidity of 95 percents, had shelf lives of 256 days (8.5 months), 427 days (14 months), and 693 days (23 months) respectively 
Co-Authors Abdul Rokhman Abdul Rolhim Achmad Noe'man Adolf Z. D. Siahay Afid Burhanuddin Agoes Hendriyanto Agustin Hanivia Cindy Akhmad Jazuli Alifya Asmiasti Anggun Novita Sihite Ani Kusniawati Areha Binar Febrinesa Arief Prabowo Brainadi Widjojo Arpi Pratama Bambang Hariyanto Bambang Haryanto Diah Hapsari Widyarini Diini Fitriani Doni Ahmad Saefuddin Dwi Susilo Rini Eka Danik Prahastiwi Eko Hari Purnomo Elvira Syamsir Endang Mulyati Ningsih Endang Prangdimurti Eny Ariyanto Etrya Narawati Fashihullisan M. Fitriani Fitriani Ghosa Kurnia Fistika Hadi Nugroho Hidayatul Istiqomah Hilda Shofia Afriliana Hoerip Satyagraha Husaini Usman I Gusti Putu Adi Palguna Irawan Sukma Ismiarti Ismiarti Isnaeni, Diyan Johan Oscar Ong Joko Sutrisno Kamsinah Kamsinah Khaerul Wahidin Khoirul Qudsiyah Kristiyanto, Yogi Lia Yulianasari Lies Sunarliawati Lina Erviana Lucky Prayoga Lutfia Afifatul Ainiyah Lutfia Afifatul Ainiyah M Fashihullisan M Fatchur Rochman maria faizatul Masyudzulhak Djamil MZ Mira Suminar Muhamad Solkhan Muhammad Gustriama MUHAMMAD ILHAM Muhammad Solehfuddin Mukodi Mukodi Mukodi Mukodi Mulyanto Widodo Muryan Awaludin Ngabdul Munif Niken Larasati Niva Argista Niva Argista Nurman Susilo Pipit Murdiyani Ramlan Asbar Rendie Prasetyo Retno Andhita Ananda Rio Octogi Siregar Rokhani Hasbullah rukhanah rukhanah Sari Rudijati Simson Werimon Siti Musinah Siti Samiyarsih Sri Amini SUMPENA SUMPENA Teguh Dwi Putra Tri Wahyuningsih triani hardiyati Umar Ma’ruf Vit Ardhyantama Widhi Astuti Windi Asterini Wisnu Sasangka Wiwiek Joelijani Wiwik Joelijani Yulias Ninik Windriati